Jakarta, EKOIN.CO – Praktik peredaran beras oplosan di ibu kota kembali mencuat setelah seorang pemilik toko di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, mengaku menerima pesanan 10 ton beras oplosan dari salah satu anggota DPRD DKI Jakarta. Investigasi terhadap peredaran beras oplosan dilakukan di lokasi tersebut pada Rabu, 25 Juni 2025, dan mengungkap aktivitas pengemasan mencurigakan oleh sejumlah pekerja toko.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Temuan ini memperkuat kekhawatiran publik mengenai maraknya praktik oplosan beras yang merugikan masyarakat. Beras yang dicampur dengan menir, raskin, dan kualitas rendah itu kemudian dijual sebagai beras premium dengan harga lebih tinggi.
Kementerian Pertanian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa sebanyak 212 merek beras tidak memenuhi standar mutu nasional. Beberapa di antaranya bahkan merupakan merek ternama yang banyak beredar di pasar-pasar besar.
Dalam pemantauan langsung tim Tribunnews di Toko Beras MB, Blok L Pasar Cipinang, lima pekerja terlihat aktif mengemas beras dalam karung ukuran lima kilogram. Beras-beras tersebut digundukkan sebelum dikemas dan dijahit lalu dibawa masuk ke dalam toko.
Jefry, pemilik Toko MB (nama samaran), mengaku bahwa proses pengemasan tersebut merupakan bagian dari pesanan salah satu anggota DPRD DKI dari partai besar. Menurutnya, permintaan itu rutin dan telah berlangsung beberapa kali.
“Biasanya diklaim sebagai beras premium, padahal dicampur raskin atau menir,” ujar Jefry kepada Tribunnews saat diwawancarai di lokasi. Ia menyebutkan bahwa permintaan politisi tersebut disesuaikan dengan harga dan kebutuhan kampanye.
Jefry juga menyatakan bahwa proses pencampuran dilakukan berdasarkan permintaan, dengan kualitas beras yang bervariasi tergantung pesanan. Hal ini dilakukan demi efisiensi dan keuntungan maksimal.
Sejumlah pedagang lain di Cipinang juga mengakui praktik serupa. Mereka mengemas ulang beras campuran dan menjualnya dengan label premium. Aksi ini dianggap sebagai “rahasia umum” di kalangan distributor besar.
Kementerian Pertanian mengonfirmasi bahwa banyak produk yang beredar tidak sesuai dengan ketentuan standar. Pihaknya terus memperkuat pengawasan terhadap rantai distribusi beras nasional.
Selain Toko MB, ditemukan juga aktivitas mencurigakan di dua titik lain di Jakarta, yang disebutkan oleh Tribunnews dalam laporannya sebagai bagian dari investigasi mendalam terhadap pasar beras nasional.
Pengawasan Longgar dan Permintaan Politik
Salah satu hal yang memperburuk situasi ini adalah lemahnya pengawasan terhadap kualitas beras yang dijual di pasaran. Proses pemalsuan label kualitas dan pengemasan ulang terjadi tanpa kendala berarti.
Investigasi juga mengungkap bahwa permintaan beras oplosan tidak hanya berasal dari pedagang, tetapi juga dari aktor politik, khususnya menjelang momen kampanye atau kegiatan sosial yang membutuhkan distribusi dalam jumlah besar.
Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Nasional menegaskan akan menindak tegas setiap pelaku praktik curang dalam distribusi beras. Langkah hukum akan ditempuh jika ditemukan bukti pelanggaran pidana.
Beberapa perusahaan yang disebutkan sebagai distributor merek beras tidak sesuai mutu antara lain PT WG dengan merek Sania, Sovia, Fortune, Siip. Juga PT FSTJ dengan Alfamidi Setra Pulen, Ramos Premium, dan lainnya.
Nama-nama lain dalam daftar seperti PT BPR (Raja Platinum), PT UCI (Larisst), PT BTLA (Elephas Maximus), dan PT SUL dengan merek Ayana juga masuk daftar investigasi. Pemeriksaan masih berlangsung secara menyeluruh.
Peran Perusahaan dan Tanggapan Resmi
Menanggapi laporan tersebut, Carlo dari PT SUL menyatakan bahwa pihaknya tetap kooperatif terhadap proses pemeriksaan. Ia menegaskan komitmen perusahaan dalam menjunjung integritas dan mematuhi hukum yang berlaku.
“Kami telah dan akan terus bersikap kooperatif dalam memberikan informasi dan data yang dibutuhkan oleh tim Satgas Pangan Nasional,” kata Carlo. Ia menambahkan bahwa perusahaannya juga melakukan pengawasan internal rutin.
PT SUL menyebutkan langkah evaluasi dilakukan secara berkala. Meskipun masih menunggu hasil akhir pemeriksaan, mereka memastikan bahwa standar pelabelan dan kebersihan tetap dijaga sesuai ketentuan nasional.
Pemerintah diharapkan segera menindak dan mengungkap jalur distribusi ilegal tersebut. Beras merupakan kebutuhan pokok, dan setiap penyimpangan berpotensi menimbulkan kerugian luas bagi masyarakat.
Langkah jangka panjang akan difokuskan pada pembenahan sistem distribusi pangan, termasuk sertifikasi produk, audit rantai pasok, dan edukasi kepada pedagang serta konsumen mengenai kualitas beras.
Kejadian di Pasar Cipinang membuka tabir praktik oplosan yang telah lama berlangsung namun jarang terungkap secara terbuka. Kesaksian langsung dari pemilik toko memperkuat kecurigaan bahwa ada keterlibatan aktor politik dalam praktik ini. Masyarakat sebagai konsumen akhirnya menjadi pihak yang paling dirugikan, terutama saat beras berkualitas rendah diklaim sebagai premium.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian perlu mempercepat langkah hukum dan investigasi lanjutan untuk memutus rantai distribusi beras oplosan. Kasus seperti ini juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan mutu pangan nasional yang dapat dimanipulasi oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Distribusi beras sebagai komoditas pokok seharusnya berada di bawah sistem yang transparan, adil, dan amanah. Kolaborasi antara lembaga pengawas, kepolisian, serta lembaga legislatif dibutuhkan untuk mengawal proses ini dengan ketat.
Tindakan tegas terhadap perusahaan dan individu yang terlibat akan memberikan efek jera dan memperbaiki kepercayaan publik terhadap sistem pangan nasional. Proses edukasi kepada pedagang juga sangat penting dilakukan secara menyeluruh.
Masyarakat pun diharapkan lebih kritis terhadap kualitas beras yang dibeli. Penguatan peran konsumen dan pelaporan jika menemukan kejanggalan akan membantu mengawal integritas distribusi pangan di Indonesia.(*)