London, EKOIN.CO – Sebanyak 59 anggota parlemen dari Partai Buruh Inggris menyerukan kepada pemerintah untuk segera memberikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina. Desakan ini disampaikan melalui sebuah surat yang dikirim kepada Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, pada Kamis, 11 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Surat tersebut diinisiasi oleh kelompok Labour Friends of Palestine and the Middle East, dan ditandatangani oleh 59 legislator dari blok sentris dan sayap kiri Partai Buruh. Mereka menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi kemanusiaan di Gaza serta mengkritik keras rencana pemindahan warga sipil oleh pemerintah Israel.
Seperti dilansir dari The Guardian, para anggota parlemen meminta pemerintah Inggris untuk tidak hanya memberikan pengakuan terhadap Palestina, tetapi juga bertindak lebih aktif dalam menekan Israel menghentikan apa yang mereka sebut sebagai “pembersihan etnis” di wilayah Gaza.
Rencana pembangunan “kota kemanusiaan” berupa tenda-tenda di Rafah oleh otoritas Israel turut disorot dalam surat tersebut. Para legislator menilai langkah itu sebagai bentuk penghapusan sistematis terhadap keberadaan masyarakat Palestina.
“Dengan rasa urgensi dan keprihatinan yang mendalam, kami menulis kepada Anda terkait pengumuman kepala pertahanan Israel, Senin lalu tentang rencananya memindahkan secara paksa seluruh warga sipil Palestina di Gaza ke kamp di kota Rafah yang telah hancur, tanpa memberi mereka pilihan untuk meninggalkan lokasi tersebut,” demikian isi kutipan dalam surat itu.
Desakan Pengakuan Palestina dan Kritik Terhadap Israel
Isi surat tersebut mencerminkan kekhawatiran bahwa pemindahan paksa ke kamp tenda bukan merupakan solusi kemanusiaan, melainkan strategi jangka panjang untuk menghilangkan identitas dan populasi Palestina.
Dalam dokumen itu, mereka menyebutkan bahwa pengakuan resmi negara Palestina akan menjadi langkah signifikan dan konkret untuk menghentikan siklus kekerasan serta memperkuat posisi diplomatik Inggris di mata dunia.
Para penandatangan surat juga mendorong Menteri Luar Negeri Inggris agar mengupayakan kerja sama internasional guna memastikan hak-hak warga Palestina tidak terus-menerus dilanggar.
Menurut mereka, mengakui Palestina sebagai negara berdaulat adalah langkah strategis dan moral yang harus segera diwujudkan oleh pemerintah Inggris.
Sejumlah tokoh dalam Partai Buruh yang tergabung dalam Labour Friends of Palestine telah lama mendesak kebijakan luar negeri Inggris untuk lebih berimbang terhadap isu Israel-Palestina.
Surat Dikirim dengan Dukungan Politik Internal
Penandatangan surat ini mencakup berbagai kalangan dalam Partai Buruh, baik dari kubu moderat maupun progresif. Hal ini menunjukkan meningkatnya tekanan politik internal terhadap pemerintahan yang baru terbentuk di Inggris pasca pemilu.
Mereka menyatakan bahwa pembiaran terhadap kebijakan Israel hanya akan memperparah krisis kemanusiaan yang telah menewaskan ribuan warga sipil di Gaza.
Rencana Israel yang ingin membangun kamp-kamp di tengah reruntuhan kota Rafah, menurut mereka, tidak hanya bertentangan dengan hukum internasional, tetapi juga mempermalukan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini dijunjung oleh Inggris.
Sebagian anggota parlemen meminta Menteri David Lammy untuk menyampaikan sikap Inggris secara tegas dalam forum internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam pandangan mereka, hanya pengakuan formal terhadap Palestina yang akan membuka jalan bagi perdamaian dan solusi dua negara yang selama ini diperjuangkan komunitas global.
Kelompok Labour Friends of Palestine juga menyerukan agar Inggris menggunakan pengaruh diplomatik dan ekonominya untuk menghentikan penggusuran serta pemindahan paksa yang dilakukan oleh pemerintah Israel.
Langkah-langkah seperti sanksi atau pembekuan hubungan dagang dengan Israel juga disarankan jika tindakan represif di Gaza terus berlanjut.
Berdasarkan laporan The Guardian, para anggota parlemen menilai kegagalan bertindak saat ini akan memperburuk kondisi dan membuka ruang bagi eskalasi konflik yang lebih besar.
Surat ini dikirim hanya beberapa hari setelah Israel mengumumkan rencana pemindahan besar-besaran ke wilayah Rafah. Keputusan tersebut memicu reaksi luas di berbagai negara, termasuk di kalangan politisi Inggris.
Surat tersebut menjadi bagian dari upaya politis yang lebih luas untuk menekan pemerintah Inggris mengambil peran lebih aktif dan berkeadilan dalam konflik Timur Tengah.
Dengan meningkatnya jumlah korban sipil dan kehancuran infrastruktur di Gaza, para legislator menilai sudah waktunya Inggris mengambil posisi yang jelas dan bertanggung jawab.
Surat terbuka ini diyakini akan mempengaruhi arah kebijakan luar negeri Inggris terhadap konflik Israel-Palestina ke depan, khususnya di masa pemerintahan baru yang lebih progresif.
para legislator Partai Buruh berupaya menegaskan bahwa netralitas bukanlah pilihan ketika nilai-nilai kemanusiaan dan hukum internasional terus diabaikan. Mereka mendesak tindakan nyata dan bukan sekadar retorika politik.
Pemerintah Inggris diharapkan dapat mengubah pendekatannya yang selama ini dianggap terlalu berhati-hati, menuju sikap yang lebih proaktif dan berorientasi pada keadilan.
Surat tersebut merupakan bagian dari tekanan politik yang terus meningkat di internal parlemen, terutama pasca meningkatnya ketegangan dan korban sipil di Gaza.
Langkah pengakuan terhadap negara Palestina akan membawa pesan simbolis sekaligus konkret terhadap komitmen Inggris pada perdamaian dan hak asasi manusia.
Perubahan posisi politik ini juga akan berimplikasi pada hubungan diplomatik Inggris dengan negara-negara Timur Tengah dan mitra internasional lainnya.
Dalam situasi yang semakin mendesak ini, keterlibatan aktif Inggris dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan di Gaza dinilai sangat penting oleh para anggota parlemen.
Mereka menekankan bahwa waktu untuk bertindak adalah sekarang, sebelum lebih banyak nyawa melayang dan harapan terhadap perdamaian benar-benar sirna.
Langkah-langkah kebijakan yang lebih tegas juga bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain yang selama ini memilih diam dalam menghadapi krisis ini.