Lombok Utara, EKOIN.CO — Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menetapkan seorang perempuan muda bernama Misri Puspita Sari sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi. Fakta-fakta terbaru mengungkap bahwa Misri dibayar Rp 10 juta oleh Kompol I Made Yogi Purusa Utama untuk menemaninya berpesta dan bermalam di sebuah vila di Gili Trawangan.
Latar Belakang dan Peran Misri dalam Kasus
Misri Puspita Sari diketahui masih berusia 23 tahun dan akan genap berusia 24 tahun pada November 2025 mendatang. Perempuan lulusan SMA ini berasal dari keluarga sederhana dan merupakan anak yatim. Ayahnya dahulu bekerja sebagai buruh dan penjual ikan. Sejak kepergian sang ayah, Misri menjadi tulang punggung keluarga yang menghidupi ibunya dan lima orang saudara.
Kompol Yogi, yang merupakan atasan langsung Brigadir Nurhadi di Subbidpaminal Bidang Propam Polda NTB, menjadi tersangka utama dalam kasus pembunuhan ini bersama Ipda Haris Chandra. Nurhadi sebelumnya diketahui berperan sebagai sopir pribadi Kompol Yogi.
Menurut pengacara Misri, Yan Mangandar Putra, kliennya mengenal Yogi sejak tahun 2024, meskipun perkenalan mereka tidak terlalu dekat. “Yogi dulu sempat dekat dengan teman Misri di Jakarta,” ujar Yan saat diwawancarai pada Selasa (8/7).
Percakapan antara Yogi dan Misri berlanjut melalui media sosial hingga WhatsApp. Pada 15 April 2025, sehari sebelum kematian Nurhadi, Yogi mengajak Misri untuk datang ke Lombok dan menemaninya berlibur di Gili Trawangan.
Sesampainya di Lombok, Misri dijemput oleh Nurhadi, yang saat itu bertindak sebagai sopir Yogi. Setibanya di vila, Misri bertemu dengan Kompol Yogi, Ipda Haris Chandra, dan seorang perempuan bernama Melanie Putri yang menemani Haris.
Tuduhan, Ketakutan, dan Pengakuan Pengacara
Yan mengungkapkan bahwa Misri merasa menjadi korban ketidakadilan dalam penanganan kasus ini. Ia menilai penyidik memanfaatkan ketidakmampuan Misri untuk mengingat kejadian antara pukul 20.00 hingga 21.00 WITA, waktu yang diyakini krusial terkait pembunuhan Nurhadi.
“Wajar jika Misri tidak ingat karena kondisinya saat itu fly akibat konsumsi alkohol dan ekstasi yang diberikan oleh Yogi,” terang Yan.
Yan menjelaskan, Misri datang ke Lombok dalam kapasitas sebagai teman liburan yang dibayar dan hanya mengikuti aktivitas yang diajakkan oleh Yogi, termasuk mengonsumsi alkohol dan obat penenang. Namun, Yan menegaskan bahwa kliennya tidak mengalami ketergantungan obat.
Setelah kejadian 16 April 2025, Misri bahkan masih mampu bekerja secara penuh selama dua minggu. Yan juga menyebut bahwa Yogi sempat meminta Misri untuk tidak menceritakan kepada siapa pun mengenai penggunaan obat-obatan, termasuk ekstasi (Inex).
Proses hukum terhadap Misri dimulai saat ia ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025. Sejak saat itu, Misri dikabarkan mengalami tekanan psikologis berat dan beberapa kali kesurupan, yang disebut sebagai arwah Nurhadi. Arwah tersebut disebutkan mengungkap pelaku dan metode pembunuhan.
Yan juga menyampaikan bahwa Misri telah menjalani sesi hipnoterapi dengan bantuan psikolog. Namun, pada sesi tersebut, Misri mengaku sulit mengungkap kejadian malam itu karena merasa seperti dihalangi oleh sosok bayangan yang tidak memperbolehkannya berbicara.
“Saya melihat Misri tidak hanya takut pada Kompol Yogi, tapi juga tekanan dari pihak-pihak lain, termasuk dugaan adanya muncikari atau pihak yang selama ini memasok pekerja hiburan ke klien seperti Yogi,” jelas Yan.
Sementara itu, pihak kepolisian belum mengungkap secara rinci kronologi kejadian yang menyebabkan kematian Brigadir Nurhadi. Ketiga orang yang berada di vila, yakni Yogi, Haris, dan Melanie, tidak mengakui melihat langsung peristiwa pembunuhan, sehingga penyidik menduga adanya kerjasama di antara mereka.
Misri diduga turut terlibat karena berada di lokasi yang sama saat peristiwa terjadi. Namun, menurut pengacaranya, keterlibatan tersebut lebih kepada situasional dan tidak mengarah pada tindakan langsung dalam pembunuhan.
Kasus ini masih terus didalami oleh penyidik Polda NTB. Kompol Yogi dan Ipda Haris telah diamankan untuk pemeriksaan lanjutan. Polda NTB belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil autopsi Nurhadi maupun detail peran masing-masing tersangka.
Hingga saat ini, publik menantikan transparansi dalam proses hukum dan penegakan keadilan, terutama bagi korban Brigadir Nurhadi dan pihak-pihak yang dituduh terlibat dalam peristiwa tragis ini.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v”