Jakarta EKOIN.CO – Usulan skema pembiayaan perumahan pekerja melalui pemotongan gaji langsung yang disampaikan oleh Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mendapat respons tegas dari kalangan buruh. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan pihaknya menolak jika skema tersebut dipaksakan kepada pekerja.
Usulan yang dikenal sebagai skema attachment earning itu bertujuan untuk memberikan akses pembiayaan rumah bagi pekerja tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, Said Iqbal menekankan bahwa pemotongan gaji tidak bisa diberlakukan tanpa persetujuan individu dari buruh yang bersangkutan.
Menurutnya, skema ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Ia menjelaskan bahwa meskipun dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Presiden atau Keputusan Menteri, tidak serta-merta dapat dilakukan pemotongan gaji secara langsung terhadap buruh.
“Dia private. Artinya gini, kalau mau potong gaji seorang buruh, maka buruhnya harus tanda tangan setuju dan itu harus pribadi, nggak bisa kolektif,” ujar Said Iqbal saat dihubungi detikcom, Kamis (3/7/2025).
Penolakan KSPI terhadap Skema Pemotongan Gaji
Lebih lanjut, Said Iqbal mempertanyakan apakah perusahaan bersedia melakukan pemotongan gaji untuk setiap karyawan secara individual, bukan kolektif. Menurutnya, hal tersebut justru akan menambah beban administrasi bagi perusahaan.
Selain itu, ia juga menyoroti kondisi buruh yang sangat beragam, termasuk di antaranya ada yang sudah memiliki rumah sendiri. Dengan demikian, skema yang seragam dianggap tidak adil bagi semua kalangan pekerja.
Ia juga menyebutkan bahwa skema ini dapat mengganggu prinsip-prinsip pengupahan yang telah disepakati, terutama bila diterapkan tanpa konsultasi atau dialog tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
“Buruh itu manusia yang memiliki kondisi masing-masing, ada yang sudah punya rumah, ada yang belum. Jadi tidak bisa digeneralisasi dengan memotong gaji semua buruh,” tambahnya.
Menurut Iqbal, jika pemerintah ingin mendorong kepemilikan rumah di kalangan pekerja, maka pendekatannya harus bersifat sukarela dan berbasis kebutuhan individu. Ia menilai intervensi langsung terhadap penghasilan buruh tanpa mekanisme persetujuan pribadi merupakan pelanggaran terhadap hak pekerja.
Kekhawatiran terhadap Efektivitas dan Dampak Hukum
Said Iqbal juga mempertanyakan efektivitas skema ini dalam praktiknya. Menurutnya, potensi konflik antara perusahaan dan pekerja dapat meningkat jika kebijakan pemotongan gaji diterapkan secara sepihak.
Dia juga menyoroti kemungkinan timbulnya sengketa hukum di kemudian hari apabila tidak ada payung hukum yang kuat dan jelas dalam pelaksanaan kebijakan ini. Ia mendorong pemerintah untuk melakukan kajian lebih mendalam sebelum menerapkannya.
“Kita khawatir akan ada gugatan dari buruh yang merasa haknya dilanggar. Apalagi kalau tidak ada dasar hukum yang tegas,” ungkap Iqbal.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kementerian PKP terkait tanggapan atas penolakan dari KSPI ini. Namun wacana tersebut terus menjadi sorotan karena menyangkut kepentingan jutaan buruh di Indonesia.
Meskipun Fahri Hamzah menyebut skema ini sebagai solusi non-APBN untuk masalah perumahan pekerja, namun keberatan dari kalangan buruh dinilai sebagai sinyal penting agar kebijakan ini tidak terburu-buru diterapkan.
Said Iqbal menegaskan bahwa buruh tidak akan tinggal diam apabila skema tersebut dipaksakan tanpa memperhatikan kondisi dan hak pekerja. KSPI juga berencana mengkaji opsi hukum jika kebijakan ini diberlakukan secara kolektif dan tanpa persetujuan.
Usulan pemotongan gaji untuk kredit rumah juga menjadi perhatian berbagai serikat pekerja lainnya, meskipun belum ada pernyataan terbuka selain dari KSPI.
Sebagai langkah lanjutan, KSPI akan melakukan konsolidasi dengan serikat pekerja lintas sektor untuk menyusun sikap bersama dan menyampaikan pandangan resmi kepada pemerintah.
Dalam waktu dekat, menurut Iqbal, pihaknya juga akan meminta audiensi dengan Kementerian PKP untuk mendapatkan penjelasan resmi terkait rencana tersebut.
Wacana pemotongan gaji pekerja untuk pembiayaan rumah memang bukan hal baru, namun kali ini menuai sorotan tajam karena melibatkan mekanisme yang dinilai terlalu intervensif terhadap hak pekerja.
Berbagai pihak mendesak agar pemerintah tidak hanya memikirkan efektivitas fiskal, tetapi juga memperhatikan aspek legalitas dan keadilan sosial dalam penyusunan kebijakan perumahan.
Saran dari para buruh adalah agar pemerintah lebih fokus pada penyediaan rumah murah dengan skema subsidi silang atau kemudahan akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tanpa harus memangkas gaji.
Langkah ini penting untuk mencegah polemik dan menjaga stabilitas hubungan industrial, khususnya dalam sektor padat karya.
Pemerintah juga disarankan untuk mengedepankan pendekatan dialog sosial dalam menyusun kebijakan terkait buruh, agar setiap kebijakan lahir dari proses partisipatif dan tidak menimbulkan resistensi di lapangan.
Sementara itu, penting pula agar kebijakan perumahan untuk buruh tidak bersifat seragam dan memaksa, melainkan mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.
Buruh mengharapkan adanya keterlibatan aktif dalam proses perumusan kebijakan publik, termasuk dalam isu krusial seperti perumahan.
Sebagai kesimpulan, usulan pemotongan gaji untuk pembiayaan rumah buruh sebaiknya dikaji ulang secara menyeluruh. Langkah ini perlu melibatkan diskusi antara semua pemangku kepentingan agar menghasilkan kebijakan yang adil dan berkelanjutan.
Buruh memiliki hak untuk menentukan bagaimana pendapatannya dikelola, termasuk dalam hal pemilikan rumah. Maka, setiap bentuk intervensi harus berdasarkan persetujuan yang sadar dan sukarela.
Kebijakan publik yang menyangkut buruh idealnya tidak hanya berfokus pada efisiensi fiskal, melainkan juga menjunjung hak asasi pekerja.
Diperlukan sistem yang transparan, akuntabel, dan adil agar solusi atas masalah perumahan tidak menjadi sumber ketegangan baru antara pemerintah, perusahaan, dan pekerja.
Langkah dialog dan partisipasi aktif dari kalangan buruh perlu menjadi titik tolak dalam perumusan skema-skema pembiayaan rumah agar benar-benar menjawab kebutuhan nyata.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v