Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah Belanda secara resmi mengembalikan sejumlah benda bersejarah hasil rampasan masa kolonial kepada Indonesia. Penyerahan ini menjadi langkah awal dari upaya panjang rekonsiliasi sejarah dan penguatan hubungan budaya antara kedua negara.
68 Artefak dari Rotterdam Resmi Diserahkan
Pemerintah Kota Rotterdam menyerahkan 68 artefak kepada Indonesia, yang terdiri atas 66 benda dari wilayah Bali bagian selatan dan dua patung singa dari Lombok. Seluruh benda tersebut merupakan rampasan tentara kolonial Hindia Belanda dalam peristiwa Puputan Badung pada 1906.
Dalam pernyataannya, Wakil Wali Kota Rotterdam yang membidangi pendidikan dan kebudayaan, Said Kasmi menyatakan, “Rotterdam menyadari bahwa benda-benda ini bukan milik kami, dan tempatnya adalah di Indonesia.”
Nilai Historis dan Budaya Tinggi
Koleksi yang dikembalikan terdiri dari berbagai benda upacara, senjata tradisional, perhiasan, tekstil, serta barang-barang rumah tangga. Seluruhnya memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi bagi masyarakat Indonesia, khususnya Bali dan Lombok.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Belanda, Mayerfas, menyampaikan bahwa pengembalian ini sangat bermakna. “Benda-benda ini bukan sekadar artefak, melainkan lambang dari identitas dan daya tahan bangsa Indonesia,” ujarnya.
Awal dari Proses Pemulangan Besar
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Hilmar Farid, menjelaskan bahwa pengembalian ini merupakan awal dari rangkaian pemulangan 472 artefak dari Belanda. Ia menyebutkan, seluruh koleksi tersebut direncanakan tiba di Indonesia sekitar Agustus 2025.
Menurut Hilmar, proses ini melalui peninjauan menyeluruh, termasuk pemeriksaan terhadap latar belakang historis setiap benda yang dikembalikan. Beberapa artefak bahkan telah berusia lebih dari dua setengah abad.
Berdasarkan Rekomendasi Komite Belanda
Langkah pengembalian ini mengikuti rekomendasi dari Komite Nasional Belanda yang dibentuk khusus untuk menilai benda-benda koleksi era kolonial. Komite tersebut mengajukan prinsip bahwa setiap benda hasil rampasan harus dikembalikan apabila diminta negara asalnya.
Menteri Kebudayaan Belanda, Gunay Uslu, menyebut bahwa pengembalian ini bukan hanya soal benda fisik. “Kami melihat ini sebagai permulaan dari kemitraan baru dalam riset, pertukaran museum, dan kolaborasi budaya antara Belanda, Indonesia, dan Sri Lanka,” ujarnya.
Permintaan Maaf dari Raja Belanda
Raja Belanda Willem-Alexander sebelumnya telah menyampaikan permintaan maaf resmi atas sejarah kolonialisme dan keterlibatan negaranya dalam sistem perbudakan. Pernyataan tersebut disampaikan pada 1 Juli 2025 sebagai bentuk tanggung jawab moral atas masa lalu.
Menteri Kebudayaan Belanda menambahkan bahwa komitmen negaranya terhadap prinsip pengembalian tanpa syarat adalah langkah konkret dalam menanggapi permintaan dari negara-negara bekas jajahan.
Ribuan Benda Masih Tersisa
Hilmar Farid mengungkapkan bahwa masih terdapat ribuan artefak lainnya yang tersebar di berbagai museum dan koleksi pribadi di Belanda. Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia siap melanjutkan proses repatriasi meski terjadi pergantian kepemimpinan nasional.
“Kami memastikan proses ini akan terus berlanjut, siapapun pemerintahan yang berjalan. Ini soal komitmen terhadap pelurusan sejarah dan pelestarian warisan budaya,” jelas Hilmar.
Kolaborasi Tim Teknis dan Museum
Tim teknis dari kedua negara saat ini tengah menyusun perjanjian pengembalian, termasuk prosedur logistik dan aspek hukum pengiriman barang antarnegeri. Setelah tiba di Indonesia, artefak akan ditempatkan di Museum Nasional untuk kemudian dipamerkan kepada publik.
Direktur Museum Dunia di Rotterdam, Marieke van Bommel, menyatakan bahwa kerja sama teknis dengan pihak Indonesia berjalan baik, khususnya dalam hal pengemasan dan perlindungan benda-benda selama proses pengiriman.
Bagian dari Tren Global Repatriasi
Belanda bukan satu-satunya negara yang mengembalikan benda hasil kolonialisme. Inggris, Jerman, dan Belgia juga telah memulai proses serupa sebagai bagian dari tanggung jawab atas sejarah penjajahan.
Menurut laporan yang dirilis oleh Komite Nasional Belanda, setiap negara bekas penjajah perlu mengakui masa lalunya dan bertindak adil dalam menyikapi permintaan repatriasi artefak dari negara-negara bekas jajahan.
Respon dan Tantangan dalam Negeri
Meski langkah ini mendapat apresiasi, sejumlah kalangan dalam negeri menyuarakan perlunya peningkatan fasilitas konservasi agar benda-benda bernilai tinggi itu dapat terjaga secara optimal. Pemerintah Indonesia diharapkan mempercepat peningkatan kapasitas museum nasional.
Hilmar mengatakan bahwa pengembalian ini akan menjadi momentum untuk mendorong peningkatan infrastruktur dan sumber daya manusia dalam pelestarian benda cagar budaya nasional.
Penguatan Diplomasi Budaya
Kementerian Luar Negeri RI menyebut bahwa pengembalian benda sejarah ini merupakan bentuk konkret dari diplomasi budaya yang kian menguat antara Indonesia dan Belanda. Kedua negara kini memasuki fase baru dalam hubungan bilateral yang menekankan keadilan sejarah.
Pihak Belanda menyatakan kesiapan untuk memperluas kerja sama bidang kebudayaan, termasuk dalam bentuk riset bersama, pertukaran ahli, serta program pameran lintas negara yang akan digelar dalam beberapa tahun ke depan.
Pemulangan artefak kolonial dari Belanda menjadi tonggak penting dalam mengembalikan martabat budaya dan sejarah Indonesia. Langkah ini patut diapresiasi sebagai upaya pelurusan catatan masa lalu yang selama ini diabaikan.
Indonesia perlu mengambil peluang ini untuk meningkatkan kualitas pengelolaan benda-benda bersejarah melalui investasi pada sumber daya manusia dan infrastruktur museum. Perlu juga membentuk sistem dokumentasi digital nasional untuk koleksi artefak negara.
Pemerintah daerah, khususnya di daerah asal artefak, dapat berperan aktif dalam merawat dan mengenalkan benda-benda tersebut kepada masyarakat melalui program edukasi dan pameran lokal. Ini akan memperluas dampak sosial dari proses repatriasi.
Masyarakat juga diimbau untuk memahami pentingnya pelestarian warisan budaya sebagai bagian dari jati diri bangsa. Edukasi dan partisipasi publik dalam pemeliharaan benda bersejarah harus terus ditingkatkan secara kolaboratif.
Kedepannya, pengembalian artefak ini bukan hanya tentang barang-barang kuno, tetapi tentang narasi siapa kita sebagai bangsa dan bagaimana kita memperlakukan sejarah yang pernah terjadi.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v