Lembang, Ekoin.co – Pembangunan perumahan mewah Pramestha Mountain City di Lembang, Kabupaten Bandung Barat tak kunjung selesai sejak dimulai pada 2019. Ratusan konsumen mengalami kerugian hingga ratusan miliar rupiah akibat janji unit rumah yang tak pernah terealisasi.
Pengembang PT Lembang Permata Recreation Estate (LPRE) memasarkan proyek ini sebagai hunian eksklusif bernuansa alam. Namun dalam perjalanannya, pembeli hanya menerima ketidakpastian dan dugaan praktik ilegal yang melibatkan banyak pihak.
Ketua Paguyuban Korban Penipuan Perumahan Pramestha, Alfons, menegaskan bahwa penanganan yang terjadi bukan semata kegagalan usaha, melainkan skema yang disusun secara sistematis. Ia menyoroti keterlibatan sejumlah lembaga dan minimnya perlindungan dari pemerintah.
“Skema penipuan ini bukanlah kegagalan bisnis biasa. Kami meyakini ini penipuan terstruktur yang melibatkan jaringan luas, termasuk lembaga keuangan, notaris, dan ada pembiaran dari pihak pemerintah,” ucap Alfons, saat dikonfirmasi jabarekspres.com, Rabu (25/6/2025).
Ia menyebut dana yang terkumpul dari para konsumen tidak dipakai untuk membangun perumahan, melainkan digeser ke bidang usaha lain yang spekulatif dan tidak ada kaitannya dengan properti.
“Dana konsumen dialihkan ke berbagai bisnis spekulatif seperti alat kesehatan dan pertambangan batu bara,” terang Alfons.
Sertifikat Rumah Diduga Digadaikan Tanpa Izin Konsumen
Menurutnya, sertifikat rumah yang dijanjikan sebagai jaminan KPR pun diduga digadaikan ke bank lain tanpa seizin konsumen.
“Sertifikat tidak jelas, bank dan notaris saling lempar tanggung jawab. Ini jelas pelanggaran hukum dan etika,” tegas Alfons.
Sebanyak 184 konsumen tercatat telah menyetorkan dana total Rp304 miliar melalui berbagai skema pembayaran, termasuk cicilan langsung dan KPR dari bank seperti Mandiri dan BNI. Namun rumah yang dijanjikan tak kunjung jadi.
“Cicilan KPR kami tetap jalan, tapi rumahnya tidak ada,” jelas Alfons.
Ia juga menambahkan bahwa sejumlah korban harus menjual aset atau mengambil utang demi mendapatkan unit hunian yang tak pernah diserahkan.
“Banyak konsumen yang menjual aset atau mengambil pinjaman demi membiayai pembelian unit rumah yang kini tinggal harapan,” kata Alfons.
Langkah hukum sudah dilakukan, tapi hasilnya belum menunjukkan perubahan berarti. Alfons menyebut pengaduan ke OJK Regional 2 Jawa Barat tidak menghasilkan solusi yang jelas bagi korban.
“OJK hanya bertindak sebagai mediator tanpa memberikan solusi konkret, dan tidak menunjukkan keberpihakan pada konsumen yang dirugikan,” imbuh Alfons.
Menurut dia, harapan korban pada lembaga seperti OJK dan LAPS SJK untuk mendapatkan kejelasan hukum pupus karena belum ada langkah yang memulihkan kerugian yang dialami.
“Lembaga seperti OJK dan LAPS SJK sama sekali tidak memberi kepastian hukum. Kami ini korban sistem yang gagal melindungi warga negara,” sebut Alfons.
Sementara dari pihak kepolisian, penyelidikan pidana masih berjalan di Polres Cimahi. Penanganan sebelumnya sempat ditangani Polda Jawa Barat sebelum dilimpahkan.
“Kasusnya masih berproses. Berkas sedang dilengkapi sebelum dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Iptu Gofur Supangkat, Polres Cimahi, saat dihubungi.
Ia mengatakan penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi dan mulai mengarah ke satu tersangka utama, namun urusan keperdataan tidak ditangani oleh polisi.
Di sisi lain, proyek perumahan ini juga menyalahi aturan lingkungan. Lokasinya berada di zona resapan air Bandung Utara dan pernah mengalami longsor pada 2019.
Peristiwa tersebut memperkuat dugaan bahwa pembangunan Pramestha Mountain City sejak awal melanggar tata ruang dan tidak memperhatikan keberlanjutan.