Semarang, EKOIN.CO – Ribuan sopir truk yang tergabung dalam Aliansi Pengemudi Independen (API) se-Jawa Tengah menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah, Jalan Siliwangi, Kota Semarang, Senin, 23 Juni 2025, sejak pukul 09.00 WIB hingga menjelang siang, memperjuangkan sejumlah tuntutan terkait aturan Over Dimension Over Loading (ODOL).
Aksi tersebut dihadiri sekitar 1.500–1.600 sopir truk, dengan memarkir sekitar 100 unit kendaraan dan membentangkan puluhan spanduk bernada protes, seperti “Muatan ODOL dipenjara. Kami hanya mencari rezeki: bukan preman, bukan maling” dan “Yang sebetulnya merugikan negara itu koruptor, bukan sopir bermuatan ODOL”
Aksi dimulai pukul 09.30 WIB menurut pantauan DetikJateng dan berlangsung kondusif hingga pukul 11.30 WIB . Konsentrasi truk menyebabkan kemacetan parah, antrean kendaraan mengular hingga 9 km menuju tol Jatingaleh, bahkan Kantor Samsat III terpaksa tutup sementara
Ketua Umum API, Suroso, menyampaikan 17 poin tuntutan, antara lain revisi UU No. 22/2009, pembentukan lembaga pengawas independen, penetapan tarif batas atas–bawah, serta fasilitas peristirahatan dan terminal barang yang memadai
Dishub Jateng kemudian membacakan 16 poin yang disepakati dan akan diteruskan ke pemerintah pusat untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan regulasi
Roli (54), sopir asal Jakarta, berangkat sejak Minggu malam pukul 22.00 WIB untuk mendukung aksi:
“Kalau muatannya terlalu sedikit ya kita rugi, kalau terlalu banyak takut kena tilang. Maunya kita sih seimbang aja.”
Nursholeh (51), sopir dari Semarang Utara, menyoroti dampak langsung pada pendapatan dan harga barang:
“Biasanya bisa bawa 10 kubik, sekarang cuma 4 kubik. Ongkos tetap, tapi barang sedikit. Ujung‑ujungnya harga barang naik, yang kena imbas ya rakyat kecil.”
Kepala Dishub Jateng, Arief Djatmiko, hadir menerima perwakilan demo, dan berjanji meneruskan tuntutan ke pemerintah pusat. Ia menegaskan pentingnya mempertimbangkan kondisi riil di daerah
Dirlantas Polda Jateng, Kombes Pratama Adhyasastra, memberikan respons terhadap tuntutan sopir terkait SIM berlaku seumur hidup dan SIM gratis—menyatakan hal tersebut masuk ranah DPR RI dan akan disampaikan ke pemerintah pusat
Para sopir meminta agar penindakan ODOL ditunda hingga UU direvisi, agar tidak menjadi beban kepada sopir yang dianggap pelaksana lapangan Di sisi lain, Dishub berencana mengaktifkan jembatan timbang di lokasi rawan kecelakaan sebagai bagian dari pengawasan ODOL
Selain pemberatan regulasi, para sopir menyoroti maraknya pungli dan premanisme jalanan, dengan biaya pungli mencapai Rp 2–3 juta per perjalanan Mereka juga mengeluhkan minimnya perlindungan hukum dan tunjangan saat bekerja jauh dari rumah .
Aksi ini dianggap sebagai peringatan awal, dengan ancaman mogok nasional jika pemerintah pusat tidak menanggapi dalam waktu dekat . Perwakilan API juga akan bertemu Kemenhub di Jakarta untuk memperkuat tekanan .
Para pengambil kebijakan di pusat hendaknya meninjau ulang mekanisme ODOL dengan memperhatikan kondisi aktual di lapangan agar kebijakan tidak hanya menjadi beban lapis bawah. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan asosiasi sopir, pengusaha, dan instansi terkait untuk menetapkan tarif angkutan yang adil dan terukur. Transparansi dalam penggunaan jembatan timbang dan pengawasan pungli juga penting untuk membangun kepercayaan publik dan sopir. Perlindungan hukum dan kesejahteraan sopir, termasuk penyediaan asuransi dan regulasi tunjangan, harus dikedepankan selaras dengan aspek keselamatan. Dialog berkelanjutan antara pemerintah daerah, pusat, dan para sopir menjadi kunci agar aksi damai ini menghasilkan kebijakan yang berpihak dan berkeadilan bagi seluruh pihak. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v