SEMARANG, EKOIN.CO – Kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) kembali menjadi sorotan publik. Setelah heboh di Kabupaten Pati dengan lonjakan hingga 250 persen, kini giliran warga Kota Semarang dibuat terkejut. Seorang warga, Tukimah (69), mendapati tagihan PBB rumahnya naik lebih dari 400 persen dibandingkan tahun lalu.
(Baca Juga : PBB Naik 250 Persen di Pati)
Lonjakan ini membuat Tukimah terperanjat. Tahun lalu, ia hanya membayar sekitar Rp161.000, namun pada 2025 jumlahnya membengkak menjadi Rp872.000. “Terus terang saat menerima surat PBB dan melihat angka pembayarannya kok naik banyak, saya kaget dan merasa keberatan,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).
Kenaikan PBB Picu Kaget Warga
Perasaan kaget Tukimah bukan tanpa alasan. Selisih yang signifikan membuatnya langsung mengajukan keberatan kepada pihak terkait. Namun, hingga kini, ia mengaku belum mendapat kepastian jawaban.
(Baca Juga : Respons Pemkot Semarang Soal Kenaikan PBB)
“Soal PBB ini telah diuruskan anak saya, tapi belum tahu hasilnya,” ungkapnya. Rumah yang ia tempati merupakan rumah keluarga yang diwariskan secara turun-temurun. Ia pun merasa beban pajak yang tiba-tiba melonjak ini berat untuk ditanggung.
Fenomena kenaikan PBB ini sontak memunculkan kekhawatiran di masyarakat. Sebab, selain di Pati dan Semarang, sejumlah daerah lain juga mulai memberlakukan penyesuaian tarif pajak yang memicu keluhan.
Polisi Siapkan Pengamanan Aksi Protes
Kenaikan PBB di berbagai daerah berpotensi memicu aksi protes warga. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, menyatakan pihaknya siap mengamankan jalannya aspirasi masyarakat. “Iya, kami backup Polresta Pati dengan BKO-kan (Bawah Kendali Operasi) personel ke sana,” ujarnya.
(Baca Juga : Polisi Siapkan Pengamanan Demo PBB)
Artanto menambahkan, personel bantuan akan datang dari beberapa polres di sekitar wilayah, termasuk Semarang, Kudus, Demak, Blora, dan Jepara. Langkah ini diambil agar penyampaian pendapat berjalan aman dan tertib.
Kebijakan pemerintah daerah mengenai penyesuaian PBB memang seharusnya disosialisasikan secara matang. Tanpa pemahaman yang baik, warga rentan merasa terbebani secara mendadak.
Pihak kepolisian menilai komunikasi publik menjadi kunci agar kebijakan seperti ini tidak menimbulkan gejolak. Dengan sosialisasi yang tepat, warga dapat memahami alasan di balik kenaikan tarif.
Beberapa pengamat pajak daerah menyarankan agar pemerintah membuka ruang dialog langsung dengan masyarakat. Hal ini dinilai efektif untuk menampung keluhan sekaligus memberikan penjelasan terkait mekanisme penyesuaian pajak.
Tukimah sendiri berharap ada kebijakan yang lebih memperhatikan kondisi ekonomi warga. Menurutnya, kenaikan sebesar itu terlalu memberatkan, terutama bagi pensiunan atau warga dengan penghasilan terbatas.
(Baca Juga : Saran Pengamat Soal Kebijakan PBB)
Kasus ini menambah daftar panjang keluhan kenaikan PBB di Jawa Tengah. Meski Pemkot Semarang belum mengeluarkan pernyataan resmi, publik mendesak adanya klarifikasi dan solusi yang berpihak kepada warga.
Lonjakan pajak seperti ini tidak hanya berimbas pada kemampuan membayar, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal daerah. Tanpa kejelasan dan transparansi, persepsi negatif terhadap pemerintah sulit dihindari.
Kondisi ini menjadi pengingat bahwa kebijakan fiskal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan pendapatan daerah dan kemampuan ekonomi warga. Penyesuaian yang terlalu tajam dapat memicu resistensi.
(Baca Juga : Dampak Ekonomi Kenaikan PBB)
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan rinci dari otoritas pajak daerah Semarang mengenai penyebab kenaikan hingga 400 persen tersebut. Warga seperti Tukimah masih menunggu jawaban.
Sementara itu, sejumlah LSM mulai mendorong adanya audit kebijakan PBB, untuk memastikan dasar perhitungan tarif benar-benar sesuai dengan ketentuan dan kondisi lapangan.
Dalam konteks hukum, warga memiliki hak untuk mengajukan keberatan maupun banding atas penetapan pajak yang dinilai tidak wajar. Mekanisme ini diatur dalam regulasi perpajakan daerah.
Pengalaman di Pati menunjukkan bahwa protes warga dapat memicu evaluasi kebijakan. Pemerintah daerah setempat akhirnya melakukan revisi terhadap besaran kenaikan.
Jika tren kenaikan PBB ini terus terjadi tanpa penjelasan yang memadai, bukan tidak mungkin gelombang protes akan meluas ke kota-kota lain di Jawa Tengah.
Banyak pihak berharap, dialog konstruktif dapat menjadi jalan tengah antara kebutuhan pendapatan daerah dan kemampuan warga membayar.
Kenaikan PBB di Semarang hingga 400 persen menambah deretan keluhan publik atas penyesuaian pajak di Jawa Tengah. Kasus Tukimah menjadi gambaran nyata dampak kebijakan fiskal yang tidak tersosialisasi dengan baik. Pemerintah perlu segera memberikan penjelasan agar kepercayaan publik tetap terjaga.
- Pemerintah daerah harus memperkuat sosialisasi sebelum menerapkan kenaikan pajak.
- Warga disarankan memanfaatkan jalur keberatan resmi jika merasa terbebani.
- Dialog terbuka antara pemda dan warga perlu difasilitasi.
- Kebijakan fiskal harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi warga.
- Transparansi perhitungan tarif menjadi kunci menghindari polemik.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v