Jakarta EKOIN.CO – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan kebijakan kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 hingga 15 persen. Kebijakan ini disampaikan pada Sabtu, 5 Juli 2025 dan menuai tanggapan beragam, terutama dari kalangan akademisi dan pengamat ekonomi.
Achmad Nur Hidayat, Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, menyampaikan bahwa kebijakan ini tidak sepenuhnya menguntungkan pengemudi ojol. Menurutnya, potongan besar dari aplikator menjadi penyebab utama tidak bertambahnya pendapatan bersih driver, meskipun tarif dinaikkan.
“Kenaikan tarif tidak otomatis menaikkan pendapatan driver karena potongan dari aplikator tetap tinggi. Bahkan sebagian pihak menilai kebijakan ini justru menguntungkan perusahaan platform ketimbang pengemudi sendiri,” ujar Achmad saat diwawancara oleh inilah.com di Jakarta, Sabtu (5/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa potongan yang diterapkan aplikator bisa mencapai 20 hingga 40 persen dari tarif yang dibayarkan oleh pelanggan. Dengan demikian, meskipun tarif naik, keuntungan bersih bagi pengemudi tidak bertambah secara signifikan.
Kebijakan Kemenhub Dinilai Tak Menyentuh Akar Masalah
Menurut Achmad, kebijakan ini hanya bersifat kosmetik karena tidak menyentuh akar persoalan utama, yaitu struktur potongan pendapatan dari aplikator kepada pengemudi. Ia mengibaratkan kebijakan ini seperti menimba air di sumur dengan timba yang bocor.
“Air yang ditimba akan tetap berkurang jika kebocorannya tidak ditambal. Artinya, meski tarif dinaikkan, jika potongan aplikator tidak dibatasi, maka pendapatan bersih driver tidak berubah,” jelasnya.
Ia menyarankan pemerintah perlu turun tangan lebih jauh, tidak sekadar menaikkan tarif. Perlu ada regulasi yang mengatur batas maksimal potongan oleh aplikator agar pengemudi tidak dirugikan secara terus-menerus.
Achmad juga menyatakan, saat ini perusahaan aplikator justru menjadi pihak yang paling diuntungkan dari kebijakan tersebut. Dengan tarif naik namun potongan tetap tinggi, maka jumlah pemasukan kotor meningkat tanpa memperbaiki kesejahteraan pengemudi.
Kenaikan Tarif Tanpa Regulasi Potongan Dinilai Tidak Efektif
Ia juga menyebutkan bahwa selama tidak ada pembatasan terhadap komisi yang diambil oleh aplikator, maka kenaikan tarif hanya berdampak pada peningkatan pemasukan bruto, bukan pendapatan bersih bagi pengemudi.
Pengemudi ojol juga disebut tidak memiliki posisi tawar kuat untuk menuntut keadilan dalam pembagian pendapatan karena ketergantungan pada sistem platform yang terpusat. Oleh karena itu, perlu ada intervensi kebijakan yang lebih adil.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa beban tambahan kepada pelanggan akibat kenaikan tarif juga bisa berisiko menurunkan permintaan. Hal ini dapat berdampak pada menurunnya jumlah order yang diterima oleh pengemudi.
Sebagian pihak juga khawatir bahwa kebijakan ini akan membuat masyarakat mulai mencari moda transportasi alternatif yang lebih murah, seperti angkutan umum atau kendaraan pribadi.
Achmad menambahkan, struktur bisnis platform digital berbasis transportasi seperti ojol menempatkan aplikator dalam posisi dominan. Sementara itu, para mitra pengemudi hanya menjadi pelaksana jasa yang tunduk pada sistem.
Kondisi ini menciptakan ketimpangan relasi ekonomi yang membuat kesejahteraan pengemudi sulit ditingkatkan hanya dengan kebijakan tarif semata.
Kemenhub dinilai perlu membentuk forum mediasi antara aplikator dan perwakilan pengemudi untuk menegosiasikan skema pembagian hasil yang lebih adil dan transparan.
Regulasi yang hanya mengatur batas bawah dan atas tarif dinilai tidak cukup. Pemerintah juga harus menetapkan batas maksimal potongan aplikator agar proporsi keuntungan tidak terlalu timpang.
Achmad mengingatkan bahwa model bisnis gig economy, seperti ojol, memerlukan perlindungan sosial dan regulasi yang setara agar tidak melanggengkan eksploitasi terselubung kepada para pekerja informal.
Ia berharap Kemenhub tidak hanya fokus pada perhitungan tarif, tetapi juga pada keberlangsungan penghidupan pengemudi dalam jangka panjang.
Selain pengemudi, konsumen juga memiliki hak atas transparansi harga, agar tidak menjadi korban dari kenaikan tarif yang tidak disertai peningkatan layanan.
Banyak kalangan mendesak agar dilakukan audit terhadap struktur biaya dan pembagian pendapatan pada setiap transaksi ojol agar publik mengetahui siapa yang mendapatkan manfaat terbesar.
Achmad menekankan pentingnya edukasi digital bagi pengemudi agar mereka memahami hak-haknya dalam sistem ekonomi digital, termasuk perlindungan data dan hak atas pendapatan yang layak.
Pemerintah diharapkan tidak membiarkan sistem pasar bebas sepenuhnya mengatur hubungan antara aplikator dan pengemudi karena ketimpangan posisi tawar sudah sangat nyata.
Pengawasan yang lebih kuat dibutuhkan agar aplikator tidak memanfaatkan dominasi teknologinya untuk menekan hak-hak mitra pengemudi.
Dengan kondisi saat ini, pengemudi ojol berisiko terus berada dalam posisi yang rentan secara ekonomi, sementara pihak aplikator terus memperoleh keuntungan besar dari volume transaksi harian.
Langkah korektif harus segera ditempuh agar keseimbangan antara pihak aplikator, pengemudi, dan konsumen tetap terjaga dalam ekosistem transportasi digital di Indonesia.
Pemerintah perlu mempertimbangkan evaluasi menyeluruh atas kebijakan kenaikan tarif ojol, dengan melibatkan suara pengemudi secara langsung. Pengambilan keputusan tidak seharusnya hanya didasarkan pada pertimbangan tarif, tetapi juga struktur pendapatan bersih yang diperoleh pengemudi.
Selain menaikkan tarif, Kemenhub seharusnya menetapkan aturan pembatasan maksimal potongan dari aplikator agar pendapatan pengemudi meningkat secara nyata. Hal ini perlu didorong sebagai bagian dari reformasi regulasi transportasi daring.
Edukasi terhadap pengemudi mengenai hak-hak digital dan struktur bisnis platform perlu ditingkatkan. Pengemudi harus memahami posisi mereka dan memiliki forum negosiasi yang adil terhadap kebijakan dari aplikator.
Masyarakat juga perlu mendapatkan penjelasan terbuka mengenai alasan kenaikan tarif dan bagaimana manfaatnya bisa dirasakan tidak hanya oleh aplikator, tetapi juga oleh pengemudi dan konsumen.
Dengan memperkuat perlindungan terhadap mitra pengemudi, pemerintah dapat menciptakan ekosistem transportasi online yang lebih seimbang, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk seluruh pihak yang terlibat.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v