Sumedang EKOIN.CO – Sukun Indonesia resmi mendapat pengakuan dunia sebagai pangan strategis, menegaskan perannya dalam ketahanan pangan nasional dan peluang besar menembus pasar internasional. Hal tersebut disampaikan dalam Seminar Nasional & Expo bertajuk “Hilirisasi Agroforestri Berbasis Sukun” di Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Rabu 20 Agustus 2025.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Dr. Ir. Mahfudz, M.P., menjelaskan bahwa sukun telah ditetapkan FAO sebagai salah satu pangan dunia yang harus dilestarikan. “Sukun diakui sebagai pangan dunia. Jadi, ada kesepakatan terkait konservasi oleh FAO untuk mengembangkan sukun. Selain itu, sukun juga memiliki fungsi untuk mengembangkan hutan-hutan yang bisa dibangun bersama masyarakat, termasuk ekonomi dan ketahanan pangannya,” ujarnya.
Baca juga : Hibah CTD Tingkatkan Kapasitas Riset Kelautan Unpad
Pernyataan ini menegaskan bahwa keberadaan sukun bukan hanya sekadar buah tropis dengan cita rasa khas, tetapi juga bagian dari strategi global dalam menghadapi krisis pangan. Indonesia dipandang mampu menjadi pusat pengembangan karena memiliki keragaman varietas dan sistem agroforestri yang mendukung.
Dalam sesi talkshow, Mahfudz memaparkan bahwa kebijakan rehabilitasi hutan melalui perhutanan sosial akan berjalan efektif bila dikaitkan dengan pengembangan sukun. Menurutnya, tanaman ini dapat menjaga kelestarian hutan, memperkuat ketersediaan air, serta mendukung energi berkelanjutan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, S.H., M.H., turut menyoroti hilangnya pohon khas pedesaan, termasuk sukun, yang dulunya menjadi identitas lokal. Ia menyampaikan keprihatinannya bahwa saat ini keberadaan pohon sukun kian jarang ditemukan. “Sukun dapat menjadi kekuatan energi, namun hari ini hampir (pohon sukun) sudah tidak ada. Karena itu, saya meminta Unpad untuk menyiapkan kembali benih-benihnya,” tegas Dedi.
Kolaborasi lintas lembaga
Kegiatan ini juga dihadiri Rektor Unpad Prof. Arief S. Kartasasmita, Ketua Dewan Pengawas Yayasan Sukun Nusantara Sejahtera Insyaf Malik, serta pakar agroforestri dan tokoh nasional. Mereka menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk mengembalikan kejayaan tanaman lokal.
Moderator Prof. Chay Asdak, Ph.D., menghadirkan Dr. (HC) Ir. Burhanuddin Abdullah, M.A., yang menyampaikan materi tentang “Diversifikasi untuk Mencapai Ketahanan Pangan Nasional.” Ia menjelaskan bahwa diversifikasi pangan berbasis lokal, termasuk sukun, adalah solusi strategis menghadapi fluktuasi global.
Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati (Titiek) Soeharto, menekankan peran legislatif dalam memastikan kebijakan pangan nasional berbasis keragaman lokal berjalan konsisten. Ia menambahkan, pangan lokal seperti sukun harus menjadi bagian dari sistem distribusi yang kuat agar memberi manfaat luas bagi masyarakat.
Wakil Menteri Koperasi RI, Dr. Ferry Juliantono, S.E., Ak., M.Si., yang juga Ketua Umum IKA Unpad, menyatakan bahwa koperasi dapat berperan sebagai motor penggerak hilirisasi sukun. Dengan dukungan lembaga keuangan dan jejaring usaha, produk turunan sukun dapat menembus pasar global.
Direktur Rehabilitasi Hutan Kementerian Kehutanan RI, Nikolas Nugroho, S.Hut., M.T., menambahkan bahwa sukun berpotensi menjadi pohon konservasi yang mendukung rehabilitasi kawasan kritis. Melalui program perhutanan sosial, masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi tanpa merusak lingkungan.
Potensi pangan strategis
Dekan Fakultas Pertanian Unpad, Dr. Ir. Meddy Rachmadi, M.P., menyebutkan bahwa penelitian sukun di Unpad sudah dilakukan sejak lama. Hasil riset menunjukkan bahwa kandungan gizi sukun sebanding dengan bahan pangan pokok lain, bahkan memiliki indeks kenyang yang lebih tinggi.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad, Dr. Ir. Sarifah Nurjanah, M.App.Sc., menjelaskan potensi produk olahan sukun. Menurutnya, tepung sukun dapat menjadi bahan baku industri pangan modern, termasuk mie, roti, hingga produk camilan yang memiliki nilai tambah tinggi.
Anggota Komisi IV DPR RI, Dr. Dadang M. Naser, menekankan pentingnya kebijakan afirmatif untuk mendukung budidaya sukun di tingkat petani. Dengan demikian, tanaman ini tidak hanya dilihat sebagai warisan lokal, tetapi juga investasi jangka panjang untuk ketahanan pangan nasional.
Melalui seminar ini, Unpad bersama pemerintah, DPR, dan para pakar menyepakati langkah konkret dalam hilirisasi agroforestri berbasis sukun. Kolaborasi yang dibangun diyakini mampu menghubungkan riset, kebijakan, hingga penerapan di lapangan.
Penting dicatat, pengembangan sukun juga selaras dengan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang menekankan pada pengentasan kemiskinan, kelestarian lingkungan, serta ketahanan pangan. Oleh karena itu, upaya ini sekaligus menjadi kontribusi Indonesia di kancah internasional.
Dengan semakin menipisnya ketersediaan lahan pertanian konvensional, sistem agroforestri berbasis sukun dinilai relevan. Pohon sukun yang mudah tumbuh dan berumur panjang dapat berfungsi sebagai penyangga ekosistem sekaligus sumber pangan.
Sejalan dengan itu, penguatan kapasitas petani melalui pelatihan dan dukungan teknologi diperlukan agar produktivitas tanaman sukun meningkat. Hal ini akan mempercepat transformasi dari sekadar tanaman pekarangan menjadi komoditas strategis.
Kegiatan seminar nasional ini menegaskan kembali bahwa keberadaan sukun bukan hanya simbol budaya lokal, tetapi juga kunci masa depan ketahanan pangan Indonesia. Jika dikelola dengan baik, Indonesia berpotensi menjadi pusat pengembangan sukun dunia.
Sebagai penutup, saran yang muncul dari para narasumber menekankan pentingnya penyediaan benih unggul. Dengan demikian, regenerasi pohon sukun di masyarakat dapat berjalan lebih cepat dan terencana.
Selain itu, diperlukan peran aktif pemerintah daerah dalam mendorong masyarakat menanam kembali pohon sukun. Insentif dan pendampingan teknis akan memperkuat komitmen petani serta memastikan keberlanjutan program.
Peningkatan kesadaran masyarakat juga menjadi faktor penting. Edukasi tentang manfaat gizi dan potensi ekonomi sukun dapat membangkitkan minat generasi muda untuk melestarikan tanaman ini.
Di samping itu, perlu adanya dukungan industri untuk memanfaatkan hasil olahan sukun dalam skala besar. Kerja sama dengan sektor swasta akan memperluas pasar domestik maupun internasional.
Akhirnya, sinergi antara pemerintah, akademisi, legislatif, dan masyarakat akan menentukan masa depan sukun. Bila langkah-langkah ini berjalan konsisten, sukun tidak hanya menjadi identitas lokal, tetapi juga kontribusi nyata Indonesia bagi ketahanan pangan global. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v