Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Agama Republik Indonesia menggelar Peringatan 1 Muharam 1447 Hijriah Tingkat Kenegaraan di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Kamis malam (26/6/2025). Acara tersebut menjadi bagian dari program nasional bertajuk Peaceful Muharam 1447 H.
Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam pidatonya menekankan makna hijrah sebagai transformasi menyeluruh. Ia menyebut bahwa hijrah bukan sekadar perpindahan geografis, tetapi juga bentuk perubahan spiritual, intelektual, dan sosial.
“Bagaimana kita menghayati apa hikmah di balik hijrahnya Rasulullah SAW? Ada hijrah fisik, hijrah intelektual, spiritual, hijrah dari segi waktu, hijrah dari prestasi,” kata Nasaruddin di hadapan hadirin.
Menurutnya, jika peringatan tahun baru Islam tidak diiringi perbaikan kualitas individu, maka akan kehilangan esensinya. Ia menilai hijrah adalah momentum penting dalam sejarah Islam yang menandai awal dari pencerahan peradaban.
“Apa artinya kita memperingati Muharam kalau terjadi penurunan degradasi kualitas individu,” lanjutnya dengan nada tegas.
Relevansi Hijrah di Era Modern
Nasaruddin menguraikan bahwa para sahabat Nabi, termasuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, telah mempertimbangkan secara matang penetapan kalender Islam berdasarkan peristiwa hijrah.
“Banyak pilihan yang ditawarkan saat itu di masa pemerintahan Umar bin Khattab terkait kalender umat Islam. Lalu Sayyidina Ali mengusulkan agar hijrahnya Rasulullah SAW. Para sahabat pun menyepakati,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa semangat hijrah harus diwariskan lintas generasi. Dalam imajinasinya, ia menggambarkan masa depan ketika umat Islam merayakan tahun 2.526 Hijriah bertepatan dengan tahun 2.526 Masehi.
“Kalau ada di antara kita di sini diberikan umur panjang oleh Allah, bisa hidup pada tahun 2.526 Masehi, maka itu juga akan bertepatan dengan 2.526 Hijriah,” ungkap Nasaruddin, yang disambut senyum oleh para tamu.
Acara malam itu juga turut dihadiri oleh sejumlah menteri Kabinet Merah Putih, wakil menteri, duta besar negara sahabat, pimpinan ormas Islam, dan masyarakat dari berbagai latar belakang.
Momentum ini juga menjadi refleksi kolektif bagi bangsa Indonesia dalam membumikan nilai-nilai hijrah yang mencerminkan kemajuan berlandaskan akhlak mulia.
Dimensi Spiritual dan Sosial Hijrah
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, dalam sambutannya menjelaskan bahwa hijrah adalah proses meninggalkan kemaksiatan menuju kemuliaan akhlak.
“Hijrah berarti meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela menuju kepada perbuatan dan akhlak yang mulia,” jelas Abdul Mu’ti di hadapan undangan.
Ia juga menyoroti aspek sosial dari hijrah, yakni menjaga tatanan kehidupan berkeadilan serta menolak praktik merusak, termasuk korupsi. Menurutnya, ini adalah pesan yang relevan di semua zaman.
“Saya mengutip dari Muhammad Asad dalam The Message of the Qur’an, ia menerjemahkan laa tufsidu fil ardi dengan terjemahan ‘jangan berbuat korupsi di muka bumi’,” pungkasnya.
Pesan ini diperkuat oleh suasana khidmat dalam rangkaian acara yang sarat doa, zikir, dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, menandai semangat kebersamaan umat menyambut tahun baru Hijriah.
Acara ini ditutup dengan refleksi bersama atas peran setiap individu dan bangsa dalam mengaktualisasikan nilai-nilai hijrah dalam kehidupan sehari-hari.
Peringatan 1 Muharam 1447 H di Masjid Istiqlal tidak hanya menjadi acara seremonial tahunan, tetapi juga momen reflektif bagi bangsa. Menteri Agama dan tokoh-tokoh nasional memanfaatkan panggung ini untuk menegaskan bahwa hijrah adalah simbol perubahan menyeluruh. Dari sisi spiritual, intelektual, hingga sosial, nilai hijrah diyakini mampu mendorong kemajuan umat secara holistik.
Pesan yang dibawa dalam peringatan ini melampaui batas waktu dan ruang. Hijrah tidak lagi dilihat sebagai peristiwa masa lalu, tetapi sebagai prinsip yang hidup dan dinamis, senantiasa relevan untuk menghadapi tantangan modern. Dalam konteks sosial Indonesia, nilai hijrah dapat menjadi fondasi untuk memperbaiki tata kelola bangsa dan karakter individu.
Kehadiran tokoh pemerintah, diplomat, ormas Islam, dan masyarakat umum dalam acara ini mencerminkan kesadaran kolektif untuk membawa semangat hijrah ke dalam ranah kehidupan nyata. Spirit meninggalkan kemaksiatan dan merawat keadilan menjadi harapan yang diusung bersama pada awal tahun baru Islam 1447 Hijriah.(*)