Bandung EKOIN.CO – Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) kembali menggelar pra-acara menuju Pasar Seni ITB 2025 dengan tajuk “Saling Senggol”. Acara berlangsung di Gedung CAD, Kampus ITB Ganesha, pada Sabtu (16/8/2025). Gelaran ini menjadi pengantar menuju festival seni terbesar di Indonesia yang akan diselenggarakan pada 19 Oktober 2025 mendatang.
Mengusung tema Saling Senggol Pasar Seni ITB 2025, acara ini menghadirkan suasana kolaborasi antar-generasi. Dengan konsep Pattern Recognition, forum ini dirancang sebagai wadah interaksi kreatif yang menyatukan mahasiswa, alumni, dan masyarakat luas. Para peserta diajak merasakan pengalaman seni yang menjembatani dunia nyata dan maya.
Achmad Moersyid Soejiwo (SR, 22), perwakilan bidang acara dan artistik, menegaskan bahwa rangkaian kegiatan ini berangkat dari isu realitas baru. “Rangkaian acara Pasar Seni ITB 2025 terbentuk dari pertemuan dunia nyata dan dunia maya yang semakin tidak terpisahkan,” ujarnya.
Kayla Davina Hafsah Ruslan (DKV, 22), selaku Ketua Pasar Seni ITB 2025, menambahkan bahwa pre-event ini berfungsi sebagai ajang kolaborasi lintas generasi. “Melalui Saling Senggol, kami ingin mempertemukan mahasiswa, alumni, dan publik untuk menemukan kesamaan serta membangun kolaborasi kreatif di antara mereka,” jelasnya.
Beragam kegiatan digelar, mulai dari audisi band mahasiswa hingga penampilan musik dari alumni FSRD ITB. Selain itu, terdapat Pasar Senggol yang menampilkan ratusan karya seni, produk kreatif, serta merchandise unik. Dari proses audisi, lima band mahasiswa terpilih untuk tampil bersama enam band alumni dan mahasiswa yang diundang secara khusus.

Interaksi Kreatif di Saling Senggol
Lebih dari sekadar hiburan, Saling Senggol menjadi ruang silaturahmi antar-generasi FSRD ITB. Denisa Febriyanti Bagjana (DKV, 22), penanggung jawab sumber daya manusia, menekankan pentingnya menjaga semangat ini hingga gelaran utama. “Semoga semangat kebersamaan yang tumbuh di Saling Senggol bisa dipertahankan sampai Pasar Seni nanti. Momentum ini menunjukkan bagaimana mahasiswa dan alumni bisa saling menguatkan,” ucap Denisa.
Tidak hanya musik dan pasar seni, pengunjung disuguhkan aktivitas interaktif yang menyatukan rekreasi, edukasi, sekaligus publikasi. Setiap elemen acara dikurasi agar memberikan pengalaman menyeluruh, sekaligus membuka kesempatan bagi masyarakat umum untuk memahami ekosistem seni rupa dan desain.
Mochamad Fachrudin (DP, 22), penanggung jawab kreatif dan komunikasi pemasaran, mengungkapkan bahwa kegiatan ini memiliki misi untuk memperluas pemahaman publik. “Kami ingin masyarakat lebih menghargai pekerja kreatif, sekaligus menyadari bagaimana dunia maya dan nyata kini saling berkelindan,” katanya.
Selain apresiasi seni, forum ini juga membuka ruang mempererat jaringan komunitas. Partisipasi komunitas lintas bidang menunjukkan bagaimana solidaritas dapat tumbuh melalui seni. Kayla menambahkan, “Jika tidak bisa dimengerti, dinikmati saja,” yang menggambarkan esensi sederhana dari apresiasi seni.
Pra-Acara Menuju Puncak Pasar Seni ITB 2025
Rangkaian pra-Pasar Seni ITB 2025 tidak berhenti pada Saling Senggol. Agenda berikutnya, bertajuk “Lapis Legit”, dijadwalkan berlangsung pada 30 Agustus 2025 di Gedung CAD ITB. Forum ini mengusung tema Lapisan Realita, yang mengulas semakin tipisnya batas antara dunia maya dan nyata.
Acara Lapis Legit menghadirkan seniman, akademisi, hingga praktisi yang membahas dampak isu digital, sosial, hingga geopolitik terhadap seni dan masyarakat. Diskusi ini menjadi ruang penting untuk menguraikan tantangan sekaligus peluang dalam ranah kreativitas di era digital.
Pasar Seni ITB 2025, yang menjadi puncak rangkaian, direncanakan kembali mencetak sejarah sebagai festival seni terbesar di Asia Tenggara. Setelah vakum 11 tahun, kehadirannya diharapkan mampu menghadirkan ratusan ribu pengunjung.
Panitia optimistis bahwa acara ini akan menjadi momentum kebangkitan seni rupa dan desain di Indonesia. Selain menampilkan karya-karya terbaik, Pasar Seni ITB juga akan merayakan keberagaman budaya dan kreativitas generasi muda.
Kegiatan empat tahunan ini memiliki makna simbolis karena menjadi ruang berkumpulnya pelaku seni dari berbagai generasi. Interaksi yang terbangun diyakini mampu memperkaya khazanah seni nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam peta seni internasional.
Penyelenggara juga memastikan bahwa ekosistem seni yang terbentuk dari acara ini bukan hanya untuk kalangan kampus. Kehadiran publik dari luar ITB menjadi bagian penting dari semangat inklusif yang ingin dibangun.
Dengan berbagai mata acara yang beragam, Pasar Seni ITB 2025 diperkirakan mampu menjadi pusat apresiasi seni sekaligus rekreasi budaya. Gelaran ini diharapkan menciptakan ruang aman bagi setiap individu untuk mengekspresikan diri.
Semangat yang terbangun sejak pra-acara Saling Senggol hingga Lapis Legit menunjukkan arah konsistensi FSRD ITB dalam menjaga tradisi seni. Panitia berharap momentum ini berlanjut hingga acara puncak pada 19 Oktober 2025.
Masyarakat luas, baik dari Bandung maupun kota lain, diundang untuk berpartisipasi dalam perayaan seni ini. Dengan akses yang terbuka, acara diharapkan mampu mempertemukan ragam lapisan masyarakat dalam satu panggung kreatif.
Rangkaian kegiatan ini juga menunjukkan bagaimana seni bisa menjadi jembatan sosial. Melalui pertemuan lintas generasi, nilai solidaritas dan kebersamaan mendapat ruang aktualisasi yang lebih nyata.
Akhirnya, Saling Senggol bukan hanya menjadi pembuka, tetapi juga penegas arah perjalanan menuju Pasar Seni ITB 2025. Gelaran ini memperlihatkan bahwa seni tidak sekadar ekspresi, tetapi juga kekuatan untuk mempertemukan, menginspirasi, dan membangun.
Sebagai kesimpulan, acara ini menunjukkan keberhasilan panitia dalam menyatukan elemen kampus dan masyarakat. Kehadiran berbagai komunitas membuktikan bahwa seni dapat menjadi wadah kolaboratif yang inklusif.
Momentum yang tumbuh di Saling Senggol akan terus berlanjut hingga acara puncak, memberi warna baru bagi peta seni nasional. Dengan dukungan mahasiswa, alumni, dan publik, Pasar Seni ITB 2025 diyakini menjadi ajang seni yang bersejarah.
Selain itu, agenda ini menjadi ajakan bagi generasi muda untuk lebih menghargai dan memaknai seni. Kreativitas yang lahir dari forum ini diharapkan terus tumbuh dalam berbagai bentuk karya dan kolaborasi.
Dukungan penuh dari publik akan menentukan keberhasilan Pasar Seni ITB 2025 sebagai ajang terbesar di Indonesia. Dengan semangat kebersamaan, acara ini tidak hanya memperkaya seni, tetapi juga memperkuat solidaritas.
Dengan demikian, pra-acara Saling Senggol berhasil membuka jalan menuju perayaan besar seni Indonesia. Kolaborasi lintas generasi yang dihadirkan menjadi fondasi kuat bagi keberlanjutan kreativitas bangsa. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v