JAKARTA, EKOIN.CO – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa kewajiban membayar royalti musik di ruang publik tidak berlaku untuk pengunjung, melainkan menjadi tanggung jawab pemilik atau pengelola tempat usaha. Penjelasan ini disampaikan dalam acara IPXpose Indonesia 2025 di Gedung Smesco Indonesia, Rabu (13/8/2025).
Gabung WA NEWS EKOIN di sini
“Bagi pengunjung, yang bukan pelaku usaha, enggak usah resah karena tidak dikenakan royalti,” ujar Supratman, merespons kekhawatiran publik belakangan ini.
Menurutnya, banyak pengunjung restoran, kafe, dan pusat perbelanjaan yang keliru memahami mekanisme pembayaran royalti. Ia menegaskan hanya pelaku usaha yang memutar musik secara komersial yang wajib membayar, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Royalti Berlaku untuk Musik dan Suara Rekaman
Supratman menyoroti fenomena pelaku usaha yang mengganti musik dengan suara alam atau hewan, seperti kicauan burung. Menurut Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), jika suara tersebut berasal dari rekaman, maka tetap dikenakan royalti.
“Ini yang ribut pengunjung. Pemilik tempat usahanya yang kena royalti, tidak apa-apa. Kok pengunjungnya yang ribut padahal enggak kena royalti?” ucapnya.
LMKN menyatakan, aturan ini bertujuan melindungi hak pencipta dan memperluas cakupan objek royalti di ruang publik.
Dampak Ekonomi dan Mekanisme Pembayaran
Menkum mengungkapkan bahwa pemerintah akan memperjelas mekanisme pembayaran royalti agar transparan dan mudah diakses. Ia menegaskan siap menanggung konsekuensi kebijakan tersebut.
“Tetapi sekali lagi, saya terima konsekuensinya. Itu sebagai bentuk pertanggungjawaban. Saya tidak menghindar dari risiko itu. Dan sekali lagi, kita akan terbuka untuk semuanya,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Meski pengunjung secara hukum tidak terdampak, pelaku usaha mengakui biaya royalti berpotensi memengaruhi harga menu atau layanan. Dalam praktik bisnis, tambahan biaya operasional seperti ini sering dialihkan ke konsumen, baik melalui kenaikan harga maupun pengurangan fasilitas hiburan.
Pengamat ekonomi menilai dampak terhadap konsumen tetap mungkin terjadi, meskipun sifatnya tidak langsung. Hal ini terutama dirasakan di sektor usaha yang bergantung pada hiburan sebagai daya tarik.
Pemerintah berharap masyarakat memahami bahwa royalti merupakan bentuk perlindungan terhadap karya cipta. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan industri kreatif di Indonesia.
“Kalau tidak ada penghargaan terhadap karya, nanti pencipta malas berkarya,” ujar seorang perwakilan LMKN.
Sejumlah asosiasi pelaku usaha menyambut positif kejelasan aturan tersebut, meski meminta pemerintah mempertimbangkan skema tarif yang adil dan proporsional.
Dengan kebijakan ini, diharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman antara pengunjung dan pelaku usaha terkait kewajiban membayar royalti.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v