JAKARTA, EKOIN.CO – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku heran Indonesia yang menguasai sekitar 45% ekspor batu bara termal dunia, justru tidak mampu mengendalikan harga komoditas tersebut di pasar internasional. Batu bara menjadi salah satu sektor strategis yang menopang ekonomi nasional, namun dinamika harga global tak sepenuhnya berada dalam kendali Indonesia.
(Baca Juga : Ekspor Batu Bara Indonesia)
Bahlil memaparkan, kebutuhan batu bara global saat ini mencapai 8,9 miliar ton per tahun, dengan volume perdagangan dunia sekitar 1,3 miliar ton. Dari jumlah itu, Indonesia memasok 500–600 juta ton batu bara termal, atau sekitar 45% dari total perdagangan internasional. Meski demikian, fluktuasi harga tetap sulit diatur.
Indonesia Kuasai Pasar, Harga Batu Bara Tetap Turun
Menurut Bahlil, tren penurunan harga batu bara global saat ini berada di kisaran 25–30%. Penurunan ini dipicu ketidakseimbangan pasokan dan permintaan yang salah satunya disebabkan kebijakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tiga tahunan.
(Baca Juga : Kebijakan RKAB Batu Bara)
“Sebenernya agak lucu memang, Indonesia sebagai eksportir batu bara untuk listrik, itu kan 45% dunia berasal dari Indonesia. Nah, sekarang begitu harga turun, kita nggak bisa bikin apa-apa,” ujar Bahlil dalam konferensi pers capaian kinerja semester I 2025 sektor ESDM di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Ia menegaskan, pemerintah akan mengubah RKAB dari tiga tahunan menjadi tahunan sesuai usulan Komisi VII DPR RI. Langkah ini diharapkan mampu menjaga kestabilan harga dan melindungi kepentingan negara maupun pengusaha.
Revisi Kebijakan Demi Stabilitas Harga
“Ke depan, atas apa yang diminta oleh DPR kepada kami untuk melakukan revisi RKAB, ini akan kita lakukan tanpa pandang bulu, supaya menjaga stabilitas. Kalau harganya bagus, berarti negara akan mendapatkan pajak yang baik, pengusaha juga akan mendapatkan keuntungan yang baik,” ungkapnya.
(Baca Juga : Revisi RKAB Batu Bara)
Data Kementerian ESDM menunjukkan, realisasi produksi batu bara nasional pada semester I 2025 mencapai 357,6 juta ton, atau 48,34% dari target tahunan sebesar 739,67 juta ton.
Dari total produksi tersebut, penyaluran untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) mencapai 104,6 juta ton, yang dialokasikan untuk PLN dan industri smelter. Sementara ekspor tercatat 238 juta ton, dengan stok tersisa sekitar 15 juta ton per Juni 2025.
Bahlil menekankan bahwa pengaturan produksi dan ekspor akan menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan pasokan, sehingga harga batu bara dapat lebih stabil di masa mendatang.
Indonesia, meski menjadi penguasa pasar batu bara termal global, belum mampu mengendalikan harga di tingkat internasional. Kebijakan RKAB tiga tahunan dianggap menjadi salah satu penyebab penurunan harga akibat ketidakseimbangan pasokan dan permintaan.
Revisi RKAB menjadi tahunan diharapkan dapat memberi fleksibilitas pengaturan produksi, memperkuat posisi Indonesia di pasar global, serta menjamin keberlanjutan pendapatan negara dan keuntungan bagi pelaku usaha. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v