Jakarta EKOIN.CO – Pemerintah sedang gencar menyosialisasikan program perumahan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan atau Kredit Program Perumahan (KPP). Program ini digadang-gadang sebagai solusi mengatasi backlog perumahan sekaligus mendukung Program 3 Juta Rumah. Gabung WA Channel EKOIN di sini.
Menteri PKP, Maruarar Sirait, turun langsung menghadiri acara sosialisasi bersama Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada Minggu (7/9/2025). Namun, euforia tersebut disambut kritik tajam dari kalangan akademisi.
Miskonsepsi Program Perumahan
Pengamat perumahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, menilai program KUR Perumahan mengandung risiko salah sasaran. Ia menyebut penyamaan bisnis properti dengan usaha UMKM sebagai miskonsepsi fatal.
“Yang membuat sejumlah pihak optimistis dan girang karena ada ‘stempel’ program pemerintah sebagai payungnya. Padahal bisnis properti itu tidak semudah UMKM yang produksi tahu tempe atau usaha mebel misalnya,” kata Jehansyah, Minggu (7/9/2025).
Menurutnya, prinsip prudensial dalam perbankan akan membatasi akses pengembang kecil. Hanya pengusaha besar dengan aset tanah atau modal kuat yang memiliki peluang mendapatkan persetujuan kredit.
Selain itu, ia mengingatkan adanya risiko malpraktik dalam pemberian kredit. Bank bisa saja mengabaikan prinsip kehati-hatian demi memenuhi target program 3 Juta Rumah.
Jehansyah menekankan pentingnya pengawasan ketat dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar distribusi kredit benar-benar tepat sasaran.
Sistem Perumahan yang Melembaga
Lebih dari sekadar kredit, Jehansyah menegaskan bahwa masalah perumahan rakyat menyangkut sistem yang jauh lebih kompleks.
Ia mencontohkan proses panjang dalam penyiapan lahan, mulai dari status tanah, tata ruang, Amdal, hingga perizinan. Faktor lokasi, transportasi, dan fasilitas penunjang juga menjadi penentu keberhasilan proyek.
Menurutnya, aliran dana dari program KUR Perumahan tidak otomatis menjawab tantangan ini. Proses yang melembaga, terencana, dan memiliki sistem delivery yang baik mutlak diperlukan.
“Program public housing akan berhasil hanya jika terencana, melembaga dan memiliki sistem delivery yang baik,” jelasnya.
Sebagai perbandingan, ia mengutip keberhasilan Singapura melalui Housing & Development Board (HDB) yang dinilai mampu menghadirkan perumahan rakyat secara berkelanjutan.
Pandangan kritis ini menjadi catatan penting bagi pemerintah agar tidak semata fokus pada skema pembiayaan, melainkan juga pada kesiapan sistemik dalam pembangunan perumahan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v