Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, EKOIN.CO – Dalam suasana penuh ketegangan dan sorotan tajam, Presiden Prabowo Subianto menggebrak podium Kongres IV Tidar, Sabtu (17/5/2025), dengan pernyataan tegas: pemberantasan korupsi tidak akan berhenti. Ia menyatakan dalam enam bulan kepemimpinannya, ratusan triliun kekayaan negara berhasil diselamatkan.
“Saya disumpah untuk menjalankan UUD 1945, dan semua UU yang berlaku, dan saya akan laksanakan,” ucap Prabowo lantang. “Siapa yang melanggar hukum, siapa yang mau mempertahankan praktik-praktik yang mengakibatkan kerugian kekayaan negara, kekayaan negara harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Deklarasi itu bukan sekadar janji kosong. Presiden mengklaim, “Hampir tiap hari kita membongkar kasus korupsi, dan tidak akan berhenti. Kita sudah selamatkan ratusan triliun uang rakyat.”
Namun keberanian itu tidak tanpa risiko. Ia mengungkap bahwa penegak hukum yang bekerja keras dalam pemberantasan korupsi mengalami tekanan serius. “Saya tahu ada penegak-penegak hukum yang diancam, saya tahu, saya dapat laporan, ada yang rumahnya didatangi, ada yang mobilnya diikuti, ada yang rumahnya difoto,” tegasnya. “Tapi saya hanya ingin sampaikan kita tidak gentar, saya tidak gentar.”
Klaim spektakuler ini pun mengundang perhatian berbagai pihak, termasuk dari Kejaksaan Agung yang selama beberapa tahun terakhir gencar menindak pelaku korupsi kakap. Ekoin.co menghimpun data dari Kejaksaan, Senin (19/5/2025), untuk menguji klaim Prabowo.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, memimpin berbagai pengungkapan besar—mulai dari kasus Jiwasraya, Asabri, hingga mega kasus tata niaga timah yang merugikan negara lebih dari Rp400 triliun. Kini, memasuki era Prabowo, kejaksaan semakin agresif.
Kasus mega korupsi Pertamina senilai Rp1000 triliun menjadi contoh nyata. Bahkan nama besar seperti Riza Chalid yang selama lebih dari 10 tahun tak tersentuh, kini mulai digugat hukum. Putranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun keberhasilan tersebut juga mengundang serangan balik. Saat mengusut kasus timah, Kejagung bahkan sempat dikepung oleh oknum brimob, seperti yang disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin di DPR. Fakta ini menegaskan betapa sengitnya pertarungan antara penegak hukum dan para pelindung koruptor.
Melengkapi langkahnya, Prabowo meluncurkan program orisinal: Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Satuan tugas ini dibentuk untuk mengembalikan fungsi hutan yang dikuasai secara ilegal, terutama oleh perkebunan sawit dan pertambangan ilegal.
Satgas ini dipimpin langsung oleh Jampidsus Febrie Adriansyah sebagai Ketua Pelaksana. Sementara Wakil Ketua dijabat oleh Kepala Staf Umum TNI, dan Ketua Pengarah adalah Menhan Sjafrie Sjamsoeddin.
Hasil awal Satgas PKH mengejutkan: satu juta hektare lahan sawit berhasil dikuasai kembali hanya dalam dua bulan. Dalam acara penyerahan hasil kerja Satgas PKH di Kejaksaan Agung, Rabu (26/3/2025), Sjafrie menyatakan, “Ini akan diperlakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden No.5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.”
Ia menegaskan pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang. “Pemerintah tidak bekerja secara sembrono. Berdasarkan data resmi dari instansi kompeten, kita tahu kawasan mana yang sah dan mana yang dikuasai secara ilegal,” tegasnya lagi.
Dengan harga per hektare sawit sekitar Rp200 juta, maka nilai satu juta hektare sawit yang dipulihkan lebih dari Rp200 triliun. Sebuah angka fantastis, yang jika digabung dengan penindakan kasus korupsi besar, mendekati angka yang diklaim Presiden Prabowo.
Namun pertanyaannya, apakah langkah besar ini dapat terus berjalan ketika ancaman datang dari segala arah? Kejaksaan telah menunjukkan bahwa mereka tidak mundur. Bahkan ketika diteror, dikepung, diserang balik, mereka terus melangkah.
Perang melawan korupsi bukanlah perkara ringan. Tapi Prabowo dan Kejaksaan telah menegaskan bahwa mereka memilih jalan berat ini demi masa depan negeri. “Usia saya 73 tahun,” ujar Prabowo, “saya hanya ingin meninggalkan nama baik. Saya akan melaksanakan tugas saya, saya akan tegakkan keadilan, saya akan melawan segala bentuk korupsi di republik ini tanpa pandang bulu.”
Dalam narasi yang dibangun penuh keyakinan dan logika kebijakan, publik kini menanti: akankah semangat ini bertahan atau dipatahkan oleh para penguasa bayangan yang selama ini kenyang makan uang rakyat?
Yang pasti, masyarakat tidak boleh diam. Ketika negara mulai bersih-bersih, saatnya rakyat ikut menjaga, mengawasi, dan mendukung. Jangan biarkan aparat pemberani berjuang sendirian di medan tempur yang penuh jebakan dan ancaman. (*)


























