JAKARTA, EKOIN.CO-Tiga mantan petinggi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menjalani sidang perdana dalam perkara dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Mereka adalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Ketiganya didakwa merugikan negara sebesar Rp 1,25 triliun dalam proses akuisisi saham PT JN yang dilakukan pada kurun waktu 2019 hingga 2022.
Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto mengatakan akuisisi tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan kondisi aset yang dibeli, termasuk kapal-kapal yang karam dan sudah tidak layak beroperasi.
“Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa Wahyu.
Perubahan Skema Kerja Sama Jadi Akuisisi
Perkara ini berawal dari skema kerja sama usaha (KSU) antara ASDP dan PT JN yang digagas pada tahun 2019.
Namun, dalam perjalanannya, skema KSU itu berubah menjadi proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Jaksa mengatakan para terdakwa membuat dua keputusan direksi untuk mempermudah pelaksanaan kerja sama dengan PT JN.
Keputusan tersebut antara lain mencakup pengecualian atas persyaratan KSU dan perjanjian pengoperasian kapal.
“Tanpa persetujuan dewan komisaris, para terdakwa langsung melakukan perjanjian KSU dengan PT JN,” ujar jaksa.
Izin Menyimpang dan Kapal Karam
Para terdakwa disebut telah menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU yang berbeda antara yang disampaikan ke dewan komisaris dan ke Menteri BUMN.
Selain itu, usia dan kondisi kapal milik PT JN tidak dipertimbangkan dalam transaksi tersebut.
Jaksa menyatakan bahwa ada pengondisian penilaian terhadap 53 unit kapal oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU.
Hasil uji tuntas teknik oleh PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) menunjukkan bahwa beberapa kapal tidak layak beroperasi.
“Termasuk KMP Jembatan Musi II yang dalam kondisi karam saat dilakukan inspeksi,” tegas jaksa.
Beban Pemeliharaan Dialihkan ke ASDP
Jaksa menyebutkan bahwa terdapat penundaan docking rutin tahunan pada 12 kapal milik PT JN.
Penundaan itu dilakukan agar beban pemeliharaan dialihkan kepada ASDP selaku pemilik baru.
Selain itu, valuasi perusahaan PT JN juga disebut dikondisikan oleh para terdakwa dengan menggunakan nilai yang tidak diverifikasi ulang.
KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan melakukan penilaian berdasarkan acuan KJPP MBPRU yang tidak ditinjau ulang.
KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan melakukan penilaian berdasarkan acuan KJPP MBPRU yang tidak ditinjau ulang.
Penilaian itu menggunakan metode discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen, alih-alih opsi 30 persen.
Keuntungan Sepihak untuk Beneficial Owner
Jaksa KPK menyebut tindakan para terdakwa memperkaya Adjie, pemilik manfaat (beneficial owner) PT JN.
Nilai keuntungan yang diterima Adjie mencapai Rp 1,25 triliun dalam bentuk pembayaran atas saham dan aset kapal.
Tiga komponen nilai kerugian negara berasal dari pembelian saham PT JN senilai Rp 892 miliar, pembayaran 11 kapal senilai Rp 380 miliar, dan nilai bersih lainnya.
“Perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie sebesar Rp 1.253.431.651.169,” ujar jaksa Wahyu dalam persidangan.
Jaksa juga menyatakan bahwa pelaksanaan akuisisi tidak sesuai dengan prosedur BUMN dan tanpa kajian risiko menyeluruh.
Penyusunan Keputusan Direksi Disorot
Penyusunan keputusan direksi oleh Ira, Yusuf, dan Harry menjadi sorotan utama dalam dakwaan jaksa KPK.
Langkah mereka dianggap mengabaikan hasil penilaian manajemen risiko, vice president, dan quality assurance (QA).
Selain itu, dalam proses pembelian kapal tidak ada pengecekan ulang atas dokumen legal dan teknis.
Kapal yang dibeli dalam kondisi tidak laik dinavigasi dan tidak memiliki sertifikat perhubungan yang masih berlaku.
KMP Marisan Nusantara dan KMP Jembatan Musi II menjadi dua kapal yang paling disorot dalam dakwaan.
Tidak Ada Persetujuan Komisaris
Jaksa menyatakan bahwa para terdakwa memaksakan pelaksanaan KSU dan akuisisi saham tanpa izin resmi dari komisaris ASDP.
Komunikasi yang dilakukan ke Menteri BUMN pun disebut tidak mencerminkan kondisi riil dan substansi rencana kerja sama.
Penyesuaian skema kerja sama dan transaksi akuisisi disebut sangat merugikan keuangan negara.
Dalam proses akuisisi, aspek legal, teknikal, dan komersial dari aset yang dibeli tidak diteliti secara mendalam.
Akibatnya, negara membeli kapal-kapal tua yang sudah tidak memiliki nilai guna.
Persidangan Akan Berlanjut
Persidangan terhadap ketiga terdakwa masih akan berlanjut dalam beberapa waktu mendatang.
Majelis hakim akan memeriksa bukti-bukti dan saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum.
Jaksa menegaskan bahwa semua unsur pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi.
Ketiga terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, belum ada tanggapan resmi dari pihak kuasa hukum ketiga terdakwa seusai persidangan.(*)