Jakarta EKOIN.CO – Sidang pembacaan putusan kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan tahun 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, diwarnai insiden kericuhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada Kamis, 18 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Ketegangan mulai terlihat ketika ruang sidang yang telah penuh dipaksa dimasuki oleh sejumlah pengunjung yang mengaku ingin memberikan dukungan langsung kepada Tom. Beberapa di antaranya meneriakkan protes keras karena tidak diizinkan masuk, hingga suasana menjadi ricuh.
Menurut pantauan dari Tempo, kericuhan diawali oleh seorang perempuan yang memaksa masuk ke dalam ruang sidang. Ia berteriak, “Saya tak kenal kamu. Saya ingin masuk!” ujar perempuan itu sambil mendorong petugas keamanan.
Situasi makin memanas ketika perempuan tersebut menyatakan, “Kalau sidang itu benar, tidak mungkin yang datang segini banyak untuk mendukung Tom Lembong.” Ucapan tersebut memicu sorakan dari sejumlah pendukung lainnya yang juga tertahan di luar ruang persidangan.
Tidak lama setelah itu, Tom Lembong tiba di gedung pengadilan. Ia mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda dan menyapa para pengunjung dengan senyum santai. Momen itu membuat suasana di luar semakin gaduh.
Para pendukung Tom yang berada di luar ruang sidang kemudian menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara serentak. Mereka menyebut tindakan itu sebagai bentuk solidaritas terhadap Tom yang sedang menanti pembacaan vonis.
Putusan Dihadiri Massa, Tom Lembong Tetap Tenang
Saat sidang dimulai, suasana ruang sidang tetap dipenuhi ketegangan. Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung tetap bersikukuh pada tuntutannya, yaitu pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan bagi Tom Lembong.
Jaksa menjerat Tom menggunakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Menurut JPU, tindakan Tom dalam kebijakan impor gula pada periode 2015–2016 dinilai menyimpang dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar. Proses penyidikan telah dilakukan sejak 2023 dengan bukti-bukti administratif dan saksi ahli.
Namun, dalam pembelaannya di hadapan majelis hakim, Tom menyatakan bahwa kasus ini memiliki latar belakang politik. Ia menyebut bahwa dirinya menjadi target karena mendukung pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024.
“Kasus ini bukan murni hukum. Saya menjadi terdakwa karena sikap politik saya,” kata Tom saat membacakan nota pembelaan di depan persidangan. Pernyataan tersebut disambut riuh tepuk tangan dari para pengunjung sidang.
Pembelaan Kuasa Hukum Bantah Unsur Korupsi
Kuasa hukum Tom menyatakan tidak ada pelanggaran hukum dalam kebijakan impor gula yang dilakukan pada masa jabatan kliennya sebagai Menteri Perdagangan. Mereka menilai keputusan tersebut diambil atas dasar kebutuhan nasional dan melalui prosedur resmi.
Menurut tim kuasa hukum, tidak terbukti bahwa Tom menerima keuntungan pribadi dari kebijakan impor tersebut. Mereka juga menegaskan bahwa seluruh dokumen dan izin terkait impor telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada saat itu.
“Tidak ada aliran dana, tidak ada manipulasi, tidak ada penunjukan sepihak. Ini adalah kebijakan negara untuk memenuhi kebutuhan konsumsi,” ujar salah satu anggota tim kuasa hukum di ruang sidang.
Sementara itu, pihak jaksa menyebut bahwa perizinan impor gula dilakukan tanpa memperhatikan kuota dan rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian, serta menyebabkan kerugian negara akibat jatuhnya harga gula dalam negeri.
Hakim ketua sidang sempat beberapa kali menenangkan suasana ruang sidang yang kembali memanas karena saling bersahutan antar pendukung dan pihak yang hadir. Hingga berita ini diturunkan, pembacaan vonis belum selesai dilakukan dan sidang masih berlangsung.
Kericuhan tidak hanya terjadi di dalam pengadilan, tetapi juga merembet ke halaman luar gedung. Beberapa pengunjung yang kecewa karena tidak bisa masuk menyampaikan protes kepada petugas keamanan. Namun, situasi tetap dapat dikendalikan secara umum.
Petugas dari Kepolisian dan Pengamanan Dalam (Pamdal) pengadilan berjaga ketat di seluruh area gedung. Proses pengamanan ditingkatkan mengingat jumlah pengunjung yang datang jauh melebihi kapasitas ruang sidang yang tersedia.
Sidang Tom Lembong menarik perhatian publik karena melibatkan tokoh yang sebelumnya memiliki citra reformis dan dikenal luas di sektor ekonomi digital serta investasi. Banyak pihak yang mengikuti perkembangan kasus ini secara intens.
Hingga akhir sesi siang, belum ada keputusan final yang dibacakan oleh hakim. Sidang kemudian diskors selama satu jam untuk memberi waktu istirahat bagi majelis hakim, jaksa, dan kuasa hukum terdakwa.
Perwakilan JPU menyatakan bahwa keputusan akhir akan dibacakan sore hari. Masyarakat dan media masih menanti hasil vonis tersebut sebagai penentu arah lanjutan proses hukum terhadap Tom Lembong.
Pengunjung diminta tetap tertib dan tidak melakukan tindakan provokatif selama sidang berlangsung. Pihak pengadilan juga memberikan pengumuman resmi bahwa kapasitas ruang sidang sudah terisi penuh sejak pukul 08.30 WIB.
Sidang putusan Tom Lembong akan menjadi salah satu catatan penting dalam sejarah pemberantasan korupsi di sektor pangan. Kasus ini juga membuka diskusi luas mengenai hubungan antara kebijakan ekonomi dan potensi pelanggaran hukum.
Proses hukum terhadap pejabat tinggi seperti Tom Lembong menandakan bahwa pengawasan terhadap kebijakan publik masih menjadi perhatian utama penegak hukum. Peran publik dan media dalam mengawasi jalannya sidang turut memperkuat transparansi proses peradilan.
Kasus Tom Lembong mencerminkan kompleksitas antara kebijakan publik dan tuntutan hukum. Proses persidangan yang menarik perhatian publik ini memperlihatkan pentingnya akuntabilitas dalam setiap keputusan pejabat negara, khususnya terkait pangan dan impor strategis.
Dukungan masyarakat kepada terdakwa juga menjadi cermin dinamika kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Kericuhan di ruang sidang menjadi pengingat bahwa transparansi dan keadilan harus menjadi prioritas dalam setiap proses hukum.
Sidang ini memperlihatkan pentingnya menjaga profesionalisme aparat pengadilan dalam situasi penuh tekanan. Ketegasan dan netralitas hakim sangat diperlukan agar keadilan bisa ditegakkan tanpa dipengaruhi tekanan politik atau publik.
Tantangan dalam pengawasan impor dan distribusi bahan pokok harus menjadi perhatian serius. Regulasi yang jelas dan pengawasan yang efektif dapat mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Untuk itu, reformasi dalam tata kelola impor dan koordinasi antarinstansi menjadi hal mendesak. Kasus ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah dan lembaga hukum untuk memperkuat integritas pengambilan kebijakan nasional. (*)