Pengadilan Negeri Jakarta menggelar sidang lanjutan kasus emas pada Senin, 3 Februari 2025, yang dimulai pukul 15.22 WIB. Sidang ini dipimpin oleh Hakim Ketua Deny Hasan dengan hakim anggota Purwanto dan Ali Muktharo. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri dari Ikhwan, Farid, Saud, dan Asep. Lima terdakwa dalam perkara ini adalah Herman, Abdulhadi Avicena, Abi Anwar, Tutik Kustiningsih, dan Dody Martimbang.
Dalam persidangan, saksi pertama yang dihadirkan adalah Amin, yang menjabat sebagai Direktur PT Antam periode 2019-2021. Amin menjelaskan bahwa emas PT Antam berasal dari tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan telah bersertifikat London Bullion Market Association (LBMA), yang memungkinkan emas tersebut dijual secara internasional dengan harga lebih tinggi.

Amin mengungkapkan bahwa pada periode kepemimpinannya, PT Antam sempat menghentikan jasa peleburan dan pemurnian emas. Keputusan tersebut diambil melalui rapat bersama dewan direksi setelah dilakukan kajian terhadap tiga kegiatan jasa pemurnian yang tersedia. Menurutnya, meskipun jasa pemurnian tetap berjalan, pendapatannya relatif kecil dan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Lebih lanjut, saksi menerangkan bahwa harga pemurnian emas pada periode tersebut berkisar antara Rp18.500 hingga Rp20.000 per gram. Dari segi penjualan, emas dengan berat 0,5 gram hingga 250 gram memiliki permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan emas berukuran 500 gram hingga 1 kilogram. Semua emas PT Antam, menurutnya, memiliki sertifikat LBMA.
Amin juga menegaskan bahwa terdakwa Herman dan Abdulhadi Avicena tidak mendapatkan keuntungan dari jasa peleburan dan pemurnian emas. Ia menyatakan bahwa keduanya adalah orang baik dan tidak terlibat dalam praktik yang merugikan perusahaan. Saat ini, jasa lebur cap telah kembali dikenal di PT Antam, meskipun jasa pemurnian emas tidak menjadi bisnis inti perusahaan.
Saksi kedua, Risono, yang menjabat sebagai Direktur Pengembangan Usaha PT Antam pada periode yang sama, memberikan keterangan terkait asal usul emas yang diperjualbelikan PT Antam. Ia menegaskan bahwa emas yang digunakan harus memiliki sertifikat LBMA, dan bahan bakunya berasal dari tambang dengan IUP serta impor dari luar negeri. Risono juga menjelaskan bahwa emas scrub, yang merupakan emas hasil cucian, berbeda dari emas yang dilebur atau dimurnikan.
Dalam kesaksiannya, Risono mengungkapkan bahwa jasa lebur cap tidak termasuk dalam bisnis utama PT Antam. Ia juga menyebutkan bahwa para General Manager (GM) tidak melaporkan hasil pemasukan dari jasa lebur cap dan emas scrub kepada dewan direksi. Hal ini menunjukkan adanya celah dalam pelaporan keuangan perusahaan selama periode tersebut.
Sidang lanjutan perkara ini masih akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi lainnya sebelum majelis hakim mengambil keputusan. (*)