Jakarta, – EKOIN – CO – Sidang kasus penyalahgunaan narkotika yang melibatkan Fariz R.M kembali ditunda pada Senin (28/7). Penundaan ini mendapat perhatian serius dari Kejaksaan Agung yang kini tengah menyusun langkah strategis dalam menangani perkara tersebut.
Meski terdakwa berstatus sebagai pengguna narkotika, dakwaan yang dikenakan saat ini masih mengarah pada pasal-pasal pengedar. Kondisi ini memicu keprihatinan berbagai pihak, termasuk Badan Narkotika Nasional (BNN), yang menilai Fariz lebih layak mendapatkan perlakuan sebagai korban pengguna, bukan sebagai pelaku pengedar.
Pengacara Fariz, Deolipa, menjelaskan, “Memang saat ini ada arah untuk menuntut rehabilitasi, bukan hukuman pidana. Itu sesuai dengan perubahan kebijakan negara yang lebih berpihak kepada pengguna sebagai korban, bukan pelaku kriminal.”
Deolipa juga menyebutkan bahwa terdakwa telah menunjukkan itikad baik selama proses hukum, mengikuti seluruh tahapan pemeriksaan dengan tertib meskipun sempat mengalami penundaan sidang. Pihak kejaksaan, menurutnya, sedang menyiapkan tuntutan yang proporsional dan selaras dengan kebijakan terbaru soal narkotika.
“Pengguna narkoba adalah korban. Rehabilitasi menjadi jalan utama, meskipun sudah pernah menjalani rehabilitasi sebelumnya. Jika masih kecanduan, dia harus tetap diselamatkan,” tambah Deolipa.
Kejaksaan Agung sendiri mengambil sikap berhati-hati dalam menuntut kasus ini agar tidak salah langkah. Penanganan kasus ini memang menjadi atensi khusus dari Kejaksaan Agung meskipun biasanya kewenangan kasus narkotika pengguna berada di tingkat kejaksaan kabupaten atau provinsi.
Kondisi ini juga menegaskan bahwa Fariz merupakan pengguna, bukan pengedar, sehingga tuntutan rehabilitasi menjadi opsi yang lebih tepat daripada hukuman pidana. Rehabilitasi dinilai sebagai pendekatan kemanusiaan untuk menyelamatkan korban kecanduan narkotika agar bisa pulih dan kembali produktif.
Tuntutan resmi diperkirakan akan dibacakan pada minggu depan. Keluarga dan pendamping hukum Fariz berharap agar Kejaksaan Agung dapat mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan menjatuhkan tuntutan rehabilitasi, bukan pidana penjara.