Jakarta EKOIN.CO – Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi menetapkan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) untuk periode 2018–2023. Penetapan ini diumumkan dalam konferensi pers oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, pada Kamis, 10 Juli 2025, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Total kerugian negara yang ditaksir dalam kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun. Riza Chalid, yang dikenal dengan julukan “the gasoline godfather,” diduga menjadi pemilik manfaat (beneficial owner) dari PT Orbit Terminal Merak (OTM). Keberadaan Riza saat ini belum diketahui secara pasti, namun pihak kejaksaan menduga ia berada di luar negeri.
Kesaksian Eks Petinggi Pertamina Jadi Kunci
Dalam proses penyidikan, dua mantan petinggi Pertamina disebut memberikan kesaksian penting yang menjadi petunjuk awal penetapan tersangka terhadap Riza Chalid. Mereka adalah Hanung Budya Yuktyanta, mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, serta Alfian Nasution, mantan Vice President Supply & Distribution Pertamina periode 2011–2015.
Menurut laporan yang dikutip dari Tempo, Hanung diketahui memiliki hubungan dekat dengan Riza Chalid. Keduanya disebut sering mengadakan pertemuan tertutup. Hanung sebelumnya juga menjabat sebagai Direktur Petral, anak usaha Pertamina yang sudah dibubarkan karena diduga menjadi pusat praktik mafia minyak.
Alfian Nasution, yang juga disebut berteman dekat dengan Hanung, turut menyampaikan informasi penting kepada penyidik. Keduanya mengungkap adanya intervensi dalam berbagai keputusan bisnis yang melibatkan PT OTM. Meski tidak tercantum dalam akta perusahaan, Riza diduga kuat mengendalikan seluruh aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan PT OTM.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan bahwa bukti-bukti yang mengaitkan Riza Chalid dalam kasus ini sudah sangat kuat. “Sudah solid buktinya,” ujar Harli ketika dikonfirmasi oleh Tempo terkait dugaan keterlibatan Riza.
Penyewaan Tangki Minyak Tanpa Kebutuhan Nyata
Abdul Qohar menjelaskan bahwa Riza Chalid bersama tiga orang lainnya, yakni Gading Ramadhan Joedo, Hanung Budya, dan Alfian Nasution, menyepakati kerja sama penyewaan tangki bahan bakar minyak melalui penunjukan langsung terhadap PT OTM.
“Padahal saat itu Pertamina belum membutuhkan tambahan penyimpanan stok minyak,” kata Qohar dalam konferensi pers. Hal ini menunjukkan adanya rekayasa dalam proses pengambilan keputusan bisnis yang merugikan keuangan negara dalam jumlah sangat besar.
Gading Ramadhan Joedo, yang merupakan Direktur Utama PT OTM dan Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Ia diketahui memiliki hubungan dekat dengan Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak dari Riza Chalid, yang juga telah menjadi tersangka.
Kerry diketahui memiliki saham di dua perusahaan, yakni PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim Nusantara. Kedua perusahaan itu memiliki kaitan erat dengan kegiatan bisnis yang tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung dalam kasus ini.
Dengan ditetapkannya Riza Chalid sebagai tersangka, total jumlah tersangka dalam kasus ini mencapai sembilan orang. Pihak Kejaksaan menegaskan bahwa penyidikan akan terus berlanjut hingga seluruh aktor utama dalam kasus ini terungkap dan dimintai pertanggungjawaban.
Riza Chalid selama ini dikenal sebagai figur kontroversial yang kerap disebut-sebut dalam berbagai skandal minyak. Meski demikian, ia selalu berhasil lolos dari jerat hukum, hingga akhirnya Kejaksaan Agung mendapatkan bukti baru yang berasal dari keterangan sejumlah saksi kunci.
Kejaksaan juga tidak menutup kemungkinan akan mengajukan permintaan ekstradisi terhadap Riza Chalid apabila keberadaannya di luar negeri dapat dipastikan. Langkah ini diambil agar proses hukum dapat berjalan secara menyeluruh dan transparan.
Selain itu, Kejaksaan menyatakan bahwa penyidikan terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga terkait dengan Riza Chalid juga tengah didalami. Dokumen-dokumen transaksi dan struktur kepemilikan perusahaan menjadi fokus penelusuran lebih lanjut.
Penyidikan kasus ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam membongkar jaringan mafia minyak yang selama ini merugikan negara. Kasus ini juga membuka kembali perhatian publik terhadap peran Petral dalam rantai pasok minyak nasional di masa lalu.
Hingga kini, Kejaksaan Agung belum merinci secara detail apakah akan menjerat Riza Chalid dengan pasal pencucian uang, namun tidak menutup kemungkinan hal itu dilakukan berdasarkan perkembangan penyidikan.
Seluruh tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini dijerat dengan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Penyidikan masih berjalan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan.
Kejaksaan menyatakan akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap sejumlah saksi, termasuk dari pihak internal Pertamina, guna menggali lebih dalam mengenai alur pengambilan keputusan bisnis penyewaan tangki.
Kuatnya bukti dari keterangan saksi dan dokumen dinilai cukup untuk membuktikan keterlibatan Riza Chalid sebagai pengendali utama dalam dugaan korupsi di sektor energi ini. Penyidikan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan terhadap aliran dana perusahaan-perusahaan terkait.
Publik diharapkan untuk mengikuti perkembangan penyidikan secara objektif dan menunggu hasil akhir dari proses hukum yang saat ini sedang dijalankan oleh Kejaksaan Agung. Pemerintah juga didorong untuk memperketat pengawasan terhadap BUMN sektor energi agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang serupa.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi dunia usaha dan jajaran direksi perusahaan negara untuk tidak terlibat dalam praktik bisnis curang yang merugikan kepentingan negara. Pemerintah pun diharapkan dapat memperbaiki tata kelola sektor energi demi transparansi dan akuntabilitas.
Pemerintah juga didorong untuk membentuk lembaga independen yang dapat memantau transaksi bisnis strategis Pertamina guna mencegah campur tangan pihak-pihak yang tidak memiliki legalitas dalam pengambilan keputusan. Dengan transparansi yang kuat, praktik mafia migas dapat diminimalisir.
Selanjutnya, publik menaruh harapan pada proses hukum agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan dan seluruh pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban. Pemerintah juga didorong untuk terus melibatkan KPK dan BPK dalam proses audit serta investigasi lanjutan.
Penting juga untuk memperkuat sistem akuntabilitas dan transparansi dalam pengadaan serta distribusi energi di Indonesia agar kejadian serupa tidak terulang. Reformasi tata kelola BUMN migas perlu dilakukan secara menyeluruh dengan pengawasan multi-pihak.
Peningkatan transparansi dalam sektor energi merupakan upaya penting demi menjaga integritas kebijakan publik. Negara tidak boleh memberi ruang bagi aktor-aktor yang selama ini mengontrol bisnis energi secara terselubung.
(*)