Jakarta, EKOIN.CO – Kejaksaan Agung menetapkan Mohammad Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023. Meski diketahui berada di Singapura, Kejagung tetap mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap Riza pada 10 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa permohonan tersebut bukan tanpa dasar, walaupun lokasi Riza Chalid sudah diketahui di luar negeri. “Dia kan harus kembali, perpanjangan izin tinggal,” ujar Harli pada Jumat, 11 Juli 2025.
Riza Chalid menjadi satu dari sembilan tersangka baru yang diumumkan pada Kamis malam, 10 Juli 2025. Delapan tersangka lainnya langsung ditahan malam itu juga. Namun, Kejagung belum melakukan penahanan terhadap Riza lantaran berada di luar wilayah hukum Indonesia.
Dalam konferensi pers penetapan tersangka, Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyebut bahwa pencegahan terhadap Riza dilakukan sebelum diketahui keberadaannya di Singapura. Ia juga menyatakan bahwa penyidik telah tiga kali memanggil Riza sebelum penetapan tersangka dilakukan.
Delapan tersangka ditahan, Riza di luar negeri
Delapan orang yang ditahan tersebut antara lain adalah Alfian Nasution (Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina), Hanung Budya Yuktyanta (Direktur Pemasaran dan Niaga), Toto Nugroho (VP Integrated Supply Chain), serta Dwi Sudarsono (VP Crude and Trading 2019-2020).
Turut ditahan pula Arief Sukmara (Direktur Gas Petrochemical Pertamina International Shipping), Hasto Wibowo (VP Integrated Supply Chain 2019-2020), Martin Haendra (Business Development Manager PT Trafigura 2019-2021), dan Indra Putra (Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi).
Kejagung menjelaskan, meskipun Riza tidak berada di dalam negeri, permohonan pencegahan tetap penting. Alasannya, seseorang yang tinggal di luar negeri memiliki batas waktu izin tinggal, sehingga pada akhirnya tetap harus kembali untuk mengurus perpanjangan.
Riza sebelumnya juga telah mangkir dari tiga kali panggilan penyidik. Saat itu, ia belum berstatus sebagai tersangka. Ketidakhadirannya itulah yang menjadi salah satu faktor pendorong penetapan pencegahan dan pencarian keberadaannya di luar negeri.
Total tersangka kini 18 orang
Dengan penambahan sembilan nama tersangka baru, termasuk Riza Chalid, jumlah total tersangka dalam kasus korupsi minyak Pertamina ini kini mencapai 18 orang. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka pada Februari 2025.
Dalam daftar sembilan tersangka yang telah lebih dahulu ditetapkan, termasuk Muhammad Kerry Andrianto, anak dari Riza Chalid. Mereka sudah menjalani tahap pelimpahan berkas ke tahap dua sesuai prosedur hukum.
Nama-nama lainnya termasuk Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), serta Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping).
Tersangka lainnya adalah Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional), Maya Kusmaya (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga), dan Edward Corne (VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga).
Kejagung juga menetapkan Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim) dan Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak) sebagai tersangka.
Kejaksaan menyebut bahwa total kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus besar ini mencapai Rp285 triliun. Angka ini mencerminkan dampak serius dari praktik korupsi dalam tata kelola sektor energi nasional.
Abdul Qohar dalam keterangan resminya menambahkan bahwa penyidikan akan terus diperluas. Pihaknya membuka kemungkinan adanya tambahan tersangka baru berdasarkan pengembangan fakta dan alat bukti yang ditemukan.
Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini hingga ke akar. Upaya pelacakan terhadap keberadaan Riza Chalid akan dilanjutkan dengan koordinasi antarnegara sesuai hukum internasional yang berlaku.
Proses hukum terhadap para tersangka lain juga akan dipercepat. Kejagung menyatakan pihaknya tidak akan memberi toleransi terhadap pelaku kejahatan yang merugikan negara dalam jumlah sangat besar.
Pengajuan pencegahan ke luar negeri terhadap Riza juga telah dikirimkan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk diikuti proses administratif. Harapannya, jika Riza kembali, proses hukum bisa langsung dilakukan.
Dalam kasus ini, penyidik menggunakan sejumlah pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Pasal-pasal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan data Kejagung, kerugian negara tidak hanya berbentuk finansial langsung, tetapi juga melemahkan stabilitas ekonomi dan ketahanan energi. Dampak jangka panjang dari korupsi ini dinilai signifikan terhadap distribusi bahan bakar nasional.
Kejagung menyampaikan terima kasih atas partisipasi masyarakat dalam memberi informasi. Pihaknya juga mengimbau agar publik tetap mengikuti perkembangan kasus ini secara cermat.
Kejaksaan menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dalam kasus ini. Semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, akan dimintai pertanggungjawaban sesuai ketentuan hukum.
Kasus ini memperlihatkan kompleksitas dan kedalaman masalah tata kelola sektor energi di Indonesia. Penetapan Riza Chalid sebagai tersangka menjadi salah satu titik penting dalam upaya menuntaskan jaringan korupsi besar yang merugikan negara. Kejaksaan Agung terus menunjukkan komitmen serius dalam mengusut keterlibatan pihak-pihak lainnya.
Langkah pencegahan terhadap Riza, walaupun ia berada di luar negeri, menegaskan bahwa upaya penegakan hukum tetap dijalankan dengan prosedur. Ketiadaan Riza tidak membuat proses berhenti, namun justru memacu lembaga penegak hukum untuk mengambil langkah hukum yang tepat.
Total 18 tersangka hingga saat ini menandakan skala besar kasus ini. Jumlah itu mencerminkan bagaimana korupsi dalam tata kelola energi dilakukan secara sistematis dan melibatkan banyak aktor penting.
Kerugian negara yang mencapai Rp285 triliun merupakan peringatan keras terhadap pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sektor strategis. Angka tersebut bukan hanya sekadar statistik, melainkan wujud nyata dampak dari kegagalan sistemik.
Masyarakat diharapkan terus memantau proses hukum kasus ini. Transparansi informasi, konsistensi penegakan hukum, serta keterlibatan publik menjadi faktor kunci dalam upaya menuntaskan persoalan ini hingga tuntas.
Kejaksaan Agung disarankan memperkuat kerja sama internasional, terutama dengan otoritas hukum di Singapura, untuk mempercepat pelacakan dan kepulangan Riza Chalid. Langkah itu akan memperkuat posisi Indonesia dalam menegakkan keadilan lintas negara.
Perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap sistem tata kelola dan distribusi minyak di Pertamina. Dengan adanya pembenahan dari akar, diharapkan praktik serupa tidak terulang di masa depan.
Pemerintah diharapkan menindaklanjuti kasus ini dengan reformasi struktural dalam BUMN strategis. Perbaikan tata kelola bukan hanya tanggung jawab hukum, tetapi juga kebijakan publik.
Lembaga pengawasan eksternal seperti BPK dan KPK perlu dilibatkan lebih jauh dalam proses evaluasi internal. Hal ini penting untuk memastikan proses hukum tidak hanya berhenti di Kejagung, tetapi juga menjadi bagian dari reformasi menyeluruh.
Akhirnya, edukasi publik tentang pentingnya pengawasan terhadap pengelolaan sektor energi perlu digalakkan. Keterlibatan masyarakat menjadi pengawas sosial adalah benteng terakhir pencegahan korupsi.(*)