Jakarta, Ekoin.co – Founder Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio merespons desakan publik tentang reshuffle sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih. Ia menilai pemicu desakan tersebut adalah masalah komunikasi para menteri yang kerap menimbulkan polemik.
“Jadi sekarang ini yang paling banyak digaungkan masyarakat, kapan reshuffle? Saya yakin ada keresahan di masyarakat tentang sepak terjangnya menteri-menteri Pak Prabowo, terutama di bidang komunikasi. Sering sekali ada blunder atau penyampaian komunikasi yang membuat masyarakat resah,” ujar pria yang akrab disapa Bung Hensa saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 23 Juli 2025, yang dikutip pada Kamis (24/7).
Menurut Bung Hensa, penilaian masyarakat terhadap menteri di kabinet Prabowo-Gibran tersebut sesuai fakta. Salah satunya terlihat dari pro dan kontra keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang memasukkan 4 pulau di dekat Kabupaten Singkil, Aceh, ke wilayah Sumatera Utara, meskipun akhirnya keempat pulau tersebut dikembalikan ke Aceh.
“Terutama yang terakhir itu perdebatan pulau di Sumatera atau Aceh. Macam-macam lah, banyak hal yang kerap disampaikan menteri-menterinya Pak Prabowo,” katanya.
Desakan reshuffle kabinet kembali menguat jelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang jatuh pada Oktober 2025 mendatang. Bila dilakukan, ini akan menjadi reshuffle kedua setelah pencopotan Satryo Soemantri Brodjonegoro dari kursi Mendikti Saintek pada Rabu, 19 Februari 2025.
Prabowo juga telah menegaskan akan menyingkirkan para pejabat yang korup dan tidak setia kepada negara, saat berpidato pada peringatan Hari Lahir Pancasila, Senin, 2 Juni 2025.
Kinerja sejumlah menteri juga menjadi catatan beberapa lembaga seperti Centre of Economic and Law Studies (Celios). Dalam surveinya Januari 2025, Celios menyebutkan lima menteri dengan kinerja buruk, yakni Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, dan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto.
Bung Hensa meminta Prabowo menimbang kembali keberlanjutan para menteri tersebut di kabinet Merah Putih, meskipun sebagian besar mereka berasal dari rezim Joko Widodo.
“Kalau kita lihat justru yang memantik polemik juga karena dulunya mereka menteri-menterinya Pak Jokowi. (Misalnya) Bahlil, Budi Gunadi Sadikin, Budi Arie, Pak Tito,” katanya.
“Kemudian juga ada beberapa yang disinyalir didorong oleh Pak Jokowi, misalnya Maruarar Sirait (Menteri Perumahan), dan lain-lain. Jadi memang rakyat (bertanya) mengapa Pak Prabowo tidak ganti-ganti (menterinya)?,” tambah dia.
Kendati demikian, Bung Hensa mengatakan, Presiden Prabowo tentu mempunyai objektivitas dalam menilai kinerja para menteri-nya. Terbukti saat Prabowo melontarkan penilaiannya terhadap kinerja para pembantunya di hadapan sejumlah jurnalis dan Pimpinan Redaksi (Pemred) media beberapa waktu lalu.
“Pada saat bertemu para Pemred, dia menilai (kinerjanya) cukup 6 aja. Yang jelas dia pengen 7, atau 8 dan dia objektif bilang begitu,” kata jebolan Doktoral Bidang Riset dan Manajemen, Universitas Bina Nusantara itu.
Analis komunikasi politik tersebut juga meyakini kemungkinan adanya sokongan politik dari rezim sebelumnya tidak akan menghalangi Prabowo untuk melakukan bersih-bersih di kabinetnya, kendati akan dilakukan secara perlahan.
“Pak Prabowo memahami betul apa yang dia mau, dan dia tahu cara berterima kasih,” ucap Bung Hensa. []