Jakarta EKOIN.CO – Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali memeriksa satu orang saksi dalam perkara dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019 hingga 2022. Pemeriksaan ini dilakukan pada Kamis, 17 Juli 2025 oleh Tim Jaksa Penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS).
Saksi yang diperiksa kali ini berinisial PRA, menjabat sebagai Government Affairs & Public Policy (GAPP) PT Google Indonesia. Kejaksaan menjelaskan bahwa pemeriksaan PRA bertujuan untuk memperkuat alat bukti serta melengkapi berkas perkara korupsi yang sedang ditangani.
Program Digitalisasi Pendidikan tersebut merupakan bagian dari pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk satuan pendidikan dari jenjang PAUD hingga SMA. Program ini menggunakan anggaran negara sebesar Rp9,3 triliun yang berasal dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Peran Saksi dan Penyidikan yang Berjalan
Sebelumnya, Kejaksaan telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Mereka berasal dari berbagai posisi strategis di Kemendikbudristek, termasuk pejabat eselon dua dan staf khusus menteri. Penetapan ini diumumkan dalam konferensi pers oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, pada 15 Juli 2025.
Keempat tersangka yakni SW, Direktur Sekolah Dasar; MUL, Direktur SMP; JT, Staf Khusus Menteri; dan IBAM, konsultan teknologi. Mereka diduga telah mengarahkan pengadaan TIK menggunakan sistem operasi ChromeOS secara tidak sah dan melanggar prosedur.
Pemeriksaan PRA dari Google Indonesia menjadi signifikan karena menyangkut pembahasan teknis pengadaan perangkat TIK berbasis ChromeOS. Diketahui, pejabat Kemendikbudristek kerap melakukan komunikasi dan rapat daring bersama pihak Google sejak 2019 sebelum proyek digitalisasi diluncurkan.
Menurut Kejaksaan, penyidikan perkara ini telah melibatkan setidaknya 80 orang saksi dan 3 orang ahli. Berbagai dokumen penting serta barang bukti elektronik seperti laptop, ponsel, dan flashdisk juga telah disita secara sah.
Rangkaian Rapat dan Petunjuk Pelaksanaan
Dalam kronologi kejadian, peran JT sebagai staf khusus menteri sangat menonjol. Ia diketahui membentuk grup diskusi sejak Agustus 2019 yang berfokus pada rencana penggunaan ChromeOS dalam proyek digitalisasi pendidikan. Rencana ini berlanjut saat NAM dilantik menjadi Menteri pada Oktober 2019.
Selanjutnya, JT bersama IBAM dan pihak dari PSPK membentuk konsep teknis pengadaan. Bahkan, IBAM ditunjuk sebagai konsultan teknologi yang mengarahkan tim teknis untuk menyusun kajian mendukung penggunaan ChromeOS. Hal ini kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan pengadaan.
Kejaksaan menyebutkan, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang diterbitkan oleh SW dan MUL juga secara eksplisit mengarahkan penggunaan produk tersebut. Pengadaan yang dilakukan lewat e-katalog dan SIPLAH itu diarahkan kepada satu penyedia, dengan harga satuan mencapai Rp88 juta per sekolah.
Selain itu, diketahui terdapat pertemuan langsung antara JT dan pejabat Google yang membahas co-investment sebesar 30 persen jika pemerintah memilih ChromeOS. Hal ini kemudian menjadi bagian dari kebijakan pengadaan yang dilaksanakan tanpa pertimbangan teknis yang adil.
Pihak Kejaksaan juga mengungkapkan bahwa ada penggantian pejabat pembuat komitmen (PPK) yang dilakukan SW untuk memastikan pengadaan TIK tetap menggunakan ChromeOS. Proses tersebut dilakukan secara terburu-buru dan disertai intervensi dari pihak ketiga penyedia barang.
Salah satu titik krusial disebut terjadi pada 30 Juni 2020, saat rapat di Hotel Arosa, Jakarta Selatan. Dalam rapat tersebut, pejabat Kemendikbudristek memerintahkan klik pemesanan perangkat TIK menggunakan ChromeOS. Tindakan itu dilakukan sebelum proses pengadaan resmi berlangsung.
Kejaksaan menegaskan, pengadaan tersebut tidak hanya melanggar prosedur, tetapi juga menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,98 triliun. Nilai tersebut berasal dari selisih harga kontrak dan keuntungan penyedia yang dianggap tidak sah.
Perhitungan kerugian negara mengungkap adanya markup besar terhadap perangkat lunak (CDM) senilai Rp480 miliar, dan markup perangkat laptop lainnya senilai Rp1,5 triliun. Sehingga total kerugian negara mencapai hampir Rp2 triliun.
Tindakan para tersangka diduga melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta berbagai peraturan presiden dan aturan LKPP terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Selain itu, perbuatan mereka dinilai telah menyalahgunakan wewenang dan mengarahkan pengadaan kepada produk tertentu tanpa dasar teknis yang memadai. Akibatnya, banyak satuan pendidikan, terutama di wilayah 3T, tidak dapat memanfaatkan perangkat tersebut secara optimal.
Pemeriksaan terhadap PRA diharapkan dapat memberikan kejelasan tambahan terkait komunikasi antara pejabat pemerintah dan Google Indonesia. Kejaksaan memastikan proses penyidikan masih terus berlanjut dan membuka kemungkinan penambahan tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menyampaikan bahwa pihaknya akan mendalami setiap bukti yang diperoleh. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujarnya.
Langkah hukum ini menjadi bagian dari komitmen Kejaksaan dalam menindak praktik korupsi, khususnya yang merugikan dunia pendidikan dan perekonomian nasional. Kasus ini mendapat perhatian luas karena menyangkut dana besar dan sektor strategis.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat juga mengapresiasi langkah Kejaksaan dan mendesak agar seluruh pihak yang terlibat, baik dari pemerintah maupun swasta, diproses secara transparan. Pemerintah diharapkan meninjau kembali sistem pengadaan digital pendidikan.
Program digitalisasi pendidikan sejatinya bertujuan memperluas akses dan mutu pembelajaran. Namun dalam implementasinya, pemaksaan penggunaan sistem tertentu justru menyulitkan sekolah-sekolah di pelosok yang tidak memiliki infrastruktur internet memadai.
Ke depan, proses pengadaan barang dan jasa di sektor pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan lapangan, bukan sekadar mengikuti tren teknologi atau kepentingan vendor tertentu. Pendekatan inklusif dan berbasis evaluasi teknis harus menjadi prioritas.
Selain itu, perlu ada audit menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan program digitalisasi pendidikan dari 2019 hingga 2022. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana realisasi manfaat program terhadap peningkatan kualitas belajar siswa.
Masyarakat juga harus terus memantau dan terlibat dalam pengawasan penggunaan anggaran negara, terutama di sektor vital seperti pendidikan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar program serupa tidak kembali disalahgunakan.
Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, Kejaksaan diharapkan dapat terus bersikap independen, menjunjung asas keadilan, dan menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran institusional. Ketegasan aparat hukum menjadi pilar menjaga integritas penyelenggaraan negara.
Penting bagi kementerian dan lembaga lain untuk memperbaiki sistem kerja sama dengan pihak swasta, terutama dalam pengadaan berbasis teknologi. Perlu adanya regulasi ketat agar tidak terjadi dominasi satu pihak dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan hadirnya pemeriksaan terhadap saksi dari Google Indonesia, publik menantikan langkah lanjutan dari Kejaksaan. Proses hukum harus mengarah pada pemulihan kerugian negara serta pembenahan tata kelola pengadaan yang lebih transparan dan profesional. ( * )