JAKARTA EKOIN.CO – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan tanggapan terhadap kesaksian Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dalam perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang melibatkan Harun Masiku. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2025, jaksa menilai keahlian Harun Masiku yang disebut berasal dari pendidikan internasional belum teruji.
Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menyampaikan bahwa Hasto, dalam keterangannya, menyebut Harun Masiku merupakan kader terpilih karena memiliki rekam jejak akademik berupa beasiswa dari Ratu Elizabeth di bidang international economic of law. Hasto juga menyatakan bahwa partainya membutuhkan keahlian tersebut dalam tubuh legislatif.
“Bahwa di persidangan, Terdakwa menerangkan, pemilihan Harun Masiku sebagai kader terpilih untuk menerima limpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas didasarkan pada rekam jejak Harun Masiku yang pernah menerima beasiswa dari Ratu Elizabeth di bidang international economic of law, dan partai membutuhkan keahlian yang dimiliki oleh Harun Masiku tersebut,” ucap jaksa.
Keahlian Harun Dinilai Belum Teruji
Jaksa Wawan kemudian menyebut bahwa keahlian yang diklaim oleh Harun Masiku belum terbukti dalam praktik, sehingga menimbulkan keraguan. Ia menyebut Harun saat itu masih tergolong kader baru di PDIP, namun justru diperjuangkan untuk menempati posisi strategis di DPR.
“Sedangkan Harun Masiku di PDIP terhitung kader yang masih baru dan keahliannya terkait international economic of law belum teruji. Fakta ini menyisakan pertanyaan besar, apa yang sebenarnya menjadi alasan Harun Masiku diperjuangkan untuk menjadi anggota legislatif dari Dapil Sumsel I,” ujar jaksa di ruang sidang.
Jaksa juga menyoroti bahwa Harun memperoleh suara jauh di bawah Riezky Aprilia, kader PDIP lain di Dapil Sumatera Selatan I. Namun, suara Nazarudin Kiemas justru dialihkan ke Harun, bukan ke Riezky yang memperoleh suara tertinggi.
“Meskipun perolehan suaranya jauh di bawah saksi Riezky Aprilia yang memperoleh suara terbanyak. Sementara PDIP sendiri masih banyak kader-kader yang lebih senior, berpengalaman, berprestasi dan sudah lama mengabdi di PDIP, tetapi tidak diperjuangkan dan tidak menjadi pertimbangan,” lanjutnya.
Penilaian Diserahkan ke Hakim
Dalam surat tuntutan yang dibacakan, jaksa menekankan bahwa keputusan pengalihan suara ke Harun masih menyisakan tanda tanya. Ia menambahkan, apakah hal tersebut merupakan fakta sebenarnya atau skenario yang direkayasa, menjadi kewenangan majelis hakim untuk menilai lebih lanjut.
“Terlepas apakah fakta tersebut benar atau sengaja direkayasa untuk menutupi fakta yang sebenarnya, dalam kesempatan ini Penuntut Umum hanya berpegang pada prinsip pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP dan menyerahkan kepada majelis hakim untuk menilai,” kata jaksa Wawan.
Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan KPK terhadap Harun Masiku yang telah buron sejak 2020. Jaksa menyebut Hasto terlibat dalam tindakan menghalangi proses penangkapan terhadap Harun yang terlibat kasus suap terkait PAW DPR RI.
Jaksa juga menyatakan bahwa langkah-langkah yang dilakukan Hasto dianggap sebagai bentuk penghalangan penyidikan. Tuduhan tersebut menjadi pokok perkara dalam dakwaan terhadap Sekjen PDIP itu.
Menurut jaksa, Hasto dengan sadar melakukan tindakan untuk melindungi Harun, termasuk dalam upaya memperjuangkan pelimpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas meskipun Harun tidak mendapatkan suara terbanyak.
Sementara itu, jaksa tidak memberikan penilaian terhadap kebenaran substansi mengenai beasiswa atau keahlian Harun, namun menekankan bahwa hal itu menjadi bagian dari fakta yang perlu diuji di persidangan.
Jaksa juga menekankan pentingnya objektivitas dalam penentuan kader penerima pelimpahan suara. Ia mempertanyakan landasan logis dari keputusan partai yang menunjuk Harun meskipun ada banyak kader lain yang lebih layak secara pengalaman dan kontribusi.
Persidangan tersebut menjadi bagian dari lanjutan proses hukum terhadap Harun Masiku dan pihak-pihak yang diduga menghalang-halangi penegakan hukum dalam kasus korupsi yang masih menggantung sejak empat tahun lalu.
Pihak KPK hingga saat ini belum berhasil menangkap Harun Masiku. Upaya pencarian terhadap Harun masih terus dilakukan, termasuk melalui kerja sama lintas instansi.
Jaksa kembali menegaskan bahwa dakwaan terhadap Hasto tidak hanya berdasarkan pernyataan, tetapi juga bukti-bukti yang dikumpulkan selama penyidikan berlangsung. Bukti tersebut akan disampaikan kepada majelis hakim untuk digunakan dalam pengambilan keputusan.
Pengadilan Tipikor Jakarta dijadwalkan akan melanjutkan agenda sidang pada pekan depan dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa.
Sementara itu, Hasto sebelumnya menyebut bahwa tuntutan terhadap dirinya telah ia perkirakan sejak awal proses penyidikan. Ia menyampaikan hal tersebut kepada awak media usai sidang.
Sidang terhadap Hasto dan keterkaitan dengan pelarian Harun Masiku menjadi sorotan publik karena belum terungkapnya keberadaan buron yang diduga kuat dilindungi oleh sejumlah pihak dalam struktur politik.
Perkara ini juga menjadi perhatian karena menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan integritas dalam proses politik, khususnya dalam sistem pergantian antarwaktu di parlemen.
Berbagai kalangan masyarakat dan pengamat hukum mendesak agar kasus ini segera diselesaikan secara tuntas dan terang benderang guna memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi politik dan hukum.
Saran yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya transparansi yang lebih tinggi dalam proses rekrutmen dan penetapan calon legislatif, termasuk pelimpahan suara dalam PAW. Kaderisasi partai seharusnya berbasis pada integritas, prestasi, dan kontribusi, bukan semata-mata pada jaringan politik atau klaim akademik.
KPK dan aparat penegak hukum diharapkan lebih aktif dalam menuntaskan pencarian Harun Masiku yang telah buron selama lima tahun. Perlu pendekatan lintas negara dan kerja sama internasional yang lebih konkret untuk mengungkap keberadaan buronan tersebut.
Partai politik sebaiknya melakukan evaluasi internal yang menyeluruh terhadap proses pengambilan keputusan kader yang akan mengisi jabatan strategis, agar tidak menjadi celah bagi praktik korupsi dan kolusi.
Publik juga harus terus dilibatkan dan mendapatkan informasi yang jujur serta akurat mengenai proses hukum dan penelusuran terhadap pelaku-pelaku yang menghambat penegakan hukum.
persidangan ini membuka kembali pertanyaan tentang tata kelola politik dan hukum di Indonesia. Penegakan hukum yang konsisten dan akuntabel harus menjadi fondasi untuk menghindari pelanggaran yang serupa di masa depan. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v