Jakarta, Ekoin.co – Persidangan perkara korupsi yang menjerat mantan Menteri Perdagangan 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Selasa, 24 Juni 2025. Dalam sidang tersebut, pihak penasihat hukum Tom Lembong menghadirkan tiga saksi ahli meringankan untuk memberi keterangan terkait sejumlah materi perkara.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyampaikan bahwa ketiga saksi ahli yang dihadirkan berasal dari berbagai latar belakang. Mereka adalah Antoni Budiawan, yang merupakan pengamat kebijakan publik; Vid Adrison, ahli di bidang keuangan publik, juga sebagai Dosen; serta Haula Rusdiana, pakar perpajakan, Guru besar kampus UI, Depok.
“Tiga orang saksi ahli yang dihadirkan Tom,” ujar Ari Yusuf Amir kepada hakim ketika sidang berlangsung. Ketiganya memberikan pendapat ilmiah mengenai aspek kebijakan dan perhitungan kerugian negara dalam kasus yang menyeret kliennya.
Penyampaian pendapat para ahli difokuskan pada sejumlah pokok persoalan dalam dakwaan, termasuk metode penghitungan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kondisi pasar gula internasional saat kebijakan diterapkan, serta pengaruh kebijakan tersebut terhadap penerimaan negara.
Dalam proses persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum telah menghadirkan lebih dari dua puluh saksi dari berbagai latar belakang. Mereka termasuk perwakilan dari PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), koperasi TNI-Polri, perusahaan gula swasta, asosiasi petani tebu, hingga pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Jaksa juga menghadirkan para ahli dari instansi resmi, seperti ahli keuangan negara, ahli hukum administrasi, serta ahli kerugian negara dari BPKP, untuk memperkuat dakwaan terhadap Tom Lembong. Dakwaan tersebut terkait dugaan korupsi dalam proses importasi dan stabilisasi harga gula nasional.
Menurut jaksa, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan saat itu tidak menunjuk perusahaan BUMN dalam pelaksanaan kebijakan stabilisasi gula. Sebaliknya, ia menunjuk beberapa koperasi yang terafiliasi dengan TNI dan Polri, seperti Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, dan SKKP TNI-Polri.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di persidangan pada Kamis, 6 Maret 2025.
Atas tindakan tersebut, jaksa menilai Tom Lembong telah memperkaya pihak lain atau korporasi tertentu secara melawan hukum, sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 578 miliar. Kerugian tersebut dihitung berdasarkan analisis dari BPKP.
Dalam surat dakwaan, Tom Lembong dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa menilai unsur-unsur pelanggaran telah terpenuhi dalam perkara tersebut.
Sementara itu, Vid Adrison sebagai ahli public finance, menyatakan bahwa metode perhitungan kerugian oleh BPKP harus ditinjau kembali dengan mempertimbangkan asumsi ekonomi dan parameter harga internasional saat kebijakan dilaksanakan.
Ahli perpajakan Haula Rusdiana dalam keterangannya mengatakan bahwa kegiatan importasi yang dilakukan waktu itu tidak serta-merta menurunkan penerimaan negara secara signifikan. Ia menekankan bahwa ada faktor eksternal yang memengaruhi pemasukan negara dari sektor tersebut.
Ketiga ahli tersebut menyatakan bahwa terdapat ruang interpretasi dalam menilai tindakan kebijakan pemerintah, terutama dalam konteks darurat pangan dan kebutuhan nasional. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dalam menilai apakah suatu kebijakan menimbulkan pelanggaran hukum atau tidak.