Jakarta, EKOIN.CO – Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto memberikan penekanan agar rancangan pembaruan terhadap Kitab Undang‑Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak disusun secara kaku atau terlalu rinci. Pesan tersebut disampaikan dalam acara penandatanganan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP yang berlangsung di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin, 23 Juni 2025.
Kegiatan tersebut turut dihadiri sejumlah pejabat negara, termasuk Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Wakil Menteri Sekretariat Negara Bambang Eko Suhardjanto, dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej.
Dalam sambutannya, Sunarto menyampaikan pandangannya bahwa aturan yang terlalu rigid justru berisiko tidak bertahan lama dan mudah usang. Menurutnya, peraturan teknis pelaksanaan tidak perlu diatur secara mendetail dalam KUHAP, melainkan cukup diserahkan kepada masing-masing lembaga teknis.
“Kalau terlalu kaku, terlalu rigid, akan mudah rusak aturan itu. Sekali lagi, saya rasa penyidik sudah profesional, penuntut profesional, hakimnya juga profesional,” ujar Sunarto.
Ia menambahkan, mekanisme teknis sebaiknya ditetapkan melalui regulasi internal dari lembaga terkait, seperti Peraturan Kapolri, Peraturan Jaksa Agung, atau Peraturan Mahkamah Agung, untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual.
Menurut Sunarto, dengan memberikan ruang kepada penyidik dan penuntut untuk mengatur teknis sendiri, maka KUHAP tidak akan menjadi hambatan ketika menghadapi perubahan dalam sistem peradilan pidana.
Ketua MA tersebut menekankan bahwa peraturan teknis yang fleksibel akan membuat sistem peradilan lebih adaptif, terutama menghadapi tantangan yang terus berkembang, termasuk perubahan teknologi dalam proses hukum.
Sunarto berharap agar penyusunan RUU KUHAP lebih fokus pada pengaturan pokok yang bersifat substantif dan menyerahkan rincian operasional pada lembaga masing-masing sesuai tupoksinya.
Dalam acara yang sama, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan dukungannya terhadap langkah penyusunan DIM RUU KUHAP dan menilai hal tersebut sebagai respon terhadap kebutuhan masyarakat akan sistem hukum yang lebih baik.
Burhanuddin menegaskan bahwa revisi KUHAP merupakan bagian dari komitmen mewujudkan sistem peradilan pidana yang menjunjung tinggi keadilan dan integritas.
“Ini adalah dalam rangka mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, efektif, dan berintegritas, sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang dibutuhkan oleh masyarakat,” ucap Burhanuddin.
Ia menambahkan, DIM yang telah disusun menggambarkan semangat bersama antara lembaga penegak hukum untuk menciptakan pembaruan hukum yang lebih relevan dengan dinamika sosial.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyelesaikan sebanyak sekitar 6.000 poin dalam DIM, yang dalam waktu dekat akan diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas lebih lanjut.
“Jumlahnya sekitar 6 ribu DIM,” ujar Eddy, panggilan akrabnya, menekankan banyaknya isu yang telah diinventarisasi secara sistematis.
Ia menyampaikan bahwa pemerintah kini menantikan undangan resmi dari DPR guna memulai proses pembahasan bersama terkait DIM tersebut.
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dalam kesempatan yang sama menyampaikan apresiasi terhadap rampungnya penyusunan DIM, dan mengapresiasi kerja sama lintas lembaga yang telah dilakukan.
Ia menyatakan bahwa kerja kolektif antar instansi merupakan implementasi nyata dari semangat kerja sama yang terus digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Koordinasi itu penting… kita pernah memiliki sebuah forum yang namanya Mahkumjakpol… tanpa mengintervensi kewenangan masing-masing,” kata Supratman.
Ia menyarankan agar forum seperti Mahkumjakpol diaktifkan kembali sebagai wadah koordinasi regulasi lintas lembaga penegak hukum untuk menjaga keselarasan dalam penegakan hukum acara pidana.
Menteri Supratman juga menyoroti pentingnya penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dalam isi DIM dan mengajak DPR untuk membuka ruang dialog publik selama proses pembahasan RUU KUHAP berlangsung.
Sunarto mengingatkan bahwa sistem hukum acara pidana harus mampu merespons perkembangan dunia hukum dan teknologi yang terus berubah. Oleh karena itu, pengaturan teknis tidak bisa diatur secara tetap dalam undang-undang utama.
“Berilah kewenangan hal-hal itu semuanya teknis, serahkan kepada penyidik… jangan diatur oleh KUHAP… serahkan pada regulasi yang dibuat oleh Mahkamah Agung,” imbuhnya.
Ia juga mengatakan bahwa setiap institusi penegak hukum memiliki kapasitas dan tanggung jawab profesional untuk menyusun kebijakan teknis sesuai peran masing-masing.
Ketua MA tersebut menambahkan bahwa fleksibilitas dalam regulasi teknis akan memungkinkan lembaga penegak hukum berinovasi dalam menangani kasus dengan metode yang lebih efektif dan efisien.
Pemerintah dan DPR diharapkan dapat menjaga transparansi dalam proses pembahasan RUU KUHAP guna menjamin keterlibatan publik dan mencegah munculnya persepsi negatif terhadap proses legislasi.
Dukungan berbagai pihak terhadap DIM menjadi indikasi positif bahwa pembaruan KUHAP kali ini berpeluang menghasilkan sistem hukum acara pidana yang lebih responsif.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, memastikan bahwa DIM yang telah disusun cukup komprehensif dan mencakup berbagai aspek penting yang akan dibahas dalam forum DPR nantinya.
Dokumen DIM segera dikirim ke DPR sebagai bagian dari prosedur formil pengajuan pembahasan legislasi.
DPR direncanakan akan melibatkan institusi penegak hukum, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil dalam diskusi mendalam mengenai DIM agar hasil pembahasan mencerminkan kepentingan luas masyarakat.
Langkah kolaboratif lintas lembaga ini dipandang sebagai bentuk konkret memperkuat kualitas regulasi yang dihasilkan dalam pembaruan sistem hukum acara pidana nasional.
Seluruh proses diharapkan tetap mengedepankan asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam upaya mewujudkan sistem hukum yang modern dan berkeadilan.
Pembahasan RUU KUHAP harus memperhatikan bahwa fleksibilitas dalam pengaturan teknis penting untuk memungkinkan penyesuaian cepat terhadap dinamika hukum di lapangan.
Instansi penegak hukum yang telah memiliki kapasitas profesional seharusnya diberi ruang menyusun regulasi internalnya masing-masing tanpa terikat aturan undang-undang yang terlalu detail.
Transparansi dan partisipasi publik dalam pembahasan DIM di DPR sangat diperlukan agar pembaruan KUHAP mencerminkan harapan dan kebutuhan masyarakat luas.
Kehadiran prinsip keadilan restoratif dan perlindungan HAM dalam DIM menjadi langkah maju menuju peradilan pidana yang lebih manusiawi dan progresif.
Sinergi antarlembaga yang telah terjalin melalui penyusunan DIM perlu dijaga hingga tahap implementasi agar hasil akhir RUU KUHAP tidak sekadar menjadi produk hukum formal belaka.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v