JAKARTA, EKOIN.CO-Sembilan petinggi perusahaan gula swasta didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi pada 2015 hingga 2016.
Persidangan pembacaan surat dakwaan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (13/6/2024) dan dipimpin oleh majelis hakim dengan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Andi Setyawan.
Dalam persidangan itu, JPU menyebut bahwa tindakan para terdakwa memperkaya diri sendiri dan korporasi masing-masing dengan melakukan importasi gula secara tidak sah.
“Perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan terdakwa Tom Lembong, terdakwa Charles Sitorus, dan Menteri Perdagangan periode 2016—2019 Enggartiasto Lukita,” ujar jaksa Andi Setyawan.
Tindakan para terdakwa dianggap melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kesembilan Terdakwa dan Perusahaan
Terdakwa pertama ialah Tony Wijaya Ng, Direktur Utama PT Angels Products, yang disebut memperkaya diri sebesar Rp150,81 miliar.
Ia bekerja sama dengan Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), serta PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI.
Selanjutnya adalah Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur PT Makassar Tene, yang memperkaya diri sebesar Rp39,25 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL dan PT PPI.
Hansen Setiawan, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, disebut mendapat keuntungan sebesar Rp41,38 miliar lewat kerja sama serupa.
Kemudian, Indra Suryaningrat, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, memperoleh keuntungan Rp77,21 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL dan PT PPI.
Sementara itu, Eka Sapanca, Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama, disebut memperkaya diri sebesar Rp32,01 miliar dari skema yang sama.
Terdakwa lainnya adalah Wisnu Hendraningrat, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, yang disebut meraup Rp60,99 miliar.
Hendrogiarto Tiwow, kuasa direksi PT Duta Sugar International, didakwa memperoleh keuntungan Rp41,23 miliar.
Kemudian, Hans Falita Hutama, Direktur PT Berkah Manis Makmur, disebut memperkaya diri Rp74,58 miliar melalui impor gula bersama INKOPPOL, PT PPI, dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai TNI-Polri.
Terakhir adalah Ali Sandjaja Boedidarmo, Direktur PT Kebun Tebu Mas, yang juga disebut ikut melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.
Tidak Melalui Rapat Koordinasi
Persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) diberikan langsung oleh Menteri Perdagangan saat itu, Thomas Lembong dan Enggartiasto Lukita, tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian.
JPU menegaskan bahwa pemberian 21 dan 7 Persetujuan Impor (PI) GKM itu tidak didasarkan pada prosedur sah sesuai aturan pengadaan bahan pangan strategis.
Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut diketahui hanya memiliki izin sebagai produsen gula rafinasi.
Namun, para terdakwa tetap mengimpor gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih (GKP), melampaui izin yang mereka miliki.
“Para terdakwa juga mengajukan izin impor pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi,” lanjut JPU.
Melanggar Aturan Pengadaan Gula
Perusahaan-perusahaan yang terlibat seharusnya tidak berhak mengimpor GKM karena tidak memiliki fasilitas pengolahan GKP.
Namun, PI tetap diterbitkan oleh pejabat Kementerian Perdagangan tanpa rekomendasi Kemenperin.
Penerbitan PI ini, menurut JPU, berlangsung cepat dan tanpa evaluasi dampak pasokan terhadap pasar dalam negeri.
Akibat tindakan ini, harga gula di pasar sempat mengalami fluktuasi yang tidak wajar pada masa itu.
Hal tersebut turut diperkuat oleh laporan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) kala itu.
Pemberian PI Dipercepat
Surat dakwaan menyebutkan bahwa penerbitan PI bahkan tidak pernah dibahas secara tuntas di forum lintas kementerian.
Beberapa PI dikeluarkan hanya beberapa hari setelah permohonan diajukan, tanpa adanya pengkajian komprehensif.
Kondisi tersebut membuat sistem importasi pangan menjadi tidak akuntabel dan rentan disalahgunakan.
Dalam kasus ini, kerja sama antara koperasi dan perusahaan swasta menjadi pola yang berulang.
“Kerja sama tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar produksi yang jelas,” ungkap jaksa dalam dakwaan.
Tindak Lanjut Hukum
JPU menuntut agar majelis hakim mempertimbangkan seluruh unsur pasal yang dilanggar oleh para terdakwa.
Terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang lanjutan akan digelar dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari Kementerian Perdagangan dan Kemenperin.
Jaksa juga mengajukan permintaan pemblokiran rekening korporasi yang terlibat untuk keperluan penyitaan aset.
Langkah ini diambil untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar yang telah dihitung BPK.(*)
Berlangganan gratis WANEWS EKOIN lewat saluran WhatsUp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v