JAKARTA – EKOIN.CO – Mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, dijatuhi hukuman 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (18/6/2025). Ia dinyatakan bersalah dalam kasus permufakatan jahat dan gratifikasi.
Majelis hakim menyatakan Zarof menerima gratifikasi terkait vonis bebas untuk terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Putusan dibacakan oleh ketua majelis Rosihan Juhriah Rangkuti.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 16 tahun,” ucap hakim Rosihan di ruang sidang. Denda sebesar Rp 1 miliar juga dijatuhkan.
Apabila denda tidak dibayarkan, Zarof harus menjalani tambahan pidana selama enam bulan. Hakim menyebut hukuman tersebut telah mempertimbangkan berbagai aspek.
Zarof terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi.
Kejagung Ajukan Banding Atas Vonis Hakim
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut hukuman 20 tahun penjara. Kejaksaan Agung menyatakan ketidakpuasannya atas hasil tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa pihaknya resmi mengajukan banding terhadap vonis tersebut pada Selasa (24/6/2025).
“Untuk Terdakwa Zarof Ricar, JPU menyatakan banding sesuai akta hari Selasa tanggal 24 Juni 2025,” ujar Harli, Rabu (25/6/2025).
Harli tidak merinci alasan spesifik pengajuan banding. Namun, ia menegaskan bahwa akta banding telah diregistrasi secara elektronik.
“Akte permintaan banding elektronik Nomor: 42 /Akta.Pid.Sus/TPK/2025/PN.JKT.PST,” ungkap Harli kepada wartawan.
Proses banding ini menandakan bahwa kasus Zarof belum berakhir dan akan kembali disidangkan di tingkat yang lebih tinggi.
Gratifikasi Hampir Rp 1 Triliun
Saat membacakan putusan, hakim mengungkapkan bahwa Zarof menimbun uang gratifikasi hingga hampir Rp 1 triliun. Nilai ini menunjukkan tingkat keserakahan yang tinggi.
“Perbuatan Terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purna bakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda,” ucap hakim.
Hakim juga menyesalkan tindakan Zarof yang justru mencoreng institusi tempatnya pernah mengabdi. Vonis ini dinilai sebagai refleksi rasa keadilan publik.
“Perbuatan Terdakwa mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya,” lanjut Rosihan.
Perjalanan Kasus Zarof Ricar
Kasus yang menjerat Zarof bermula dari proses hukum terhadap Gregorius Ronald Tannur. Zarof disebut menerima gratifikasi agar Tannur divonis bebas.
Kasus tersebut menimbulkan kehebohan setelah publik menilai vonis bebas Tannur sangat janggal. Dini Sera Afrianti, kekasih Tannur, tewas secara tidak wajar.
Penyelidikan lebih lanjut mengarah pada dugaan intervensi hukum. Zarof terlibat dalam pemufakatan jahat untuk memengaruhi putusan majelis hakim.
Keterlibatan Zarof terbongkar setelah penyidik menemukan aliran dana mencurigakan. Uang tersebut diduga diberikan untuk menjamin putusan bebas.
Sidang demi sidang digelar sejak awal 2025. Fakta demi fakta akhirnya membawa Zarof ke kursi pesakitan.
Hakim: “Telah Mencederai MA”
Vonis terhadap Zarof tidak hanya memberikan ganjaran hukum, tapi juga menyampaikan pesan moral. Hakim menekankan bahwa kasus ini adalah luka bagi institusi peradilan
“Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir keadilan, telah tercoreng karena tindakan individu yang serakah,” kata hakim Rosihan.
Ia menambahkan, citra peradilan yang semestinya bersih menjadi tercemar akibat praktik gratifikasi. Hal ini harus menjadi refleksi bersama.
Hakim berharap vonis ini menjadi pelajaran bagi pejabat lain, terutama yang menjabat atau telah pensiun. Integritas adalah nilai yang tidak boleh ditawar.
Sidang ini menjadi sorotan luas masyarakat dan media. Banyak pihak menilai putusan hakim adalah langkah awal perbaikan sistem hukum.(*)
Berlangganan gratis WANEWS EKOIN lewat saluran WhatsUp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v.