Jakarta, EKOIN.CO – Komisi Kejaksaan RI mengapresiasi kinerja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) yang telah berhasil menyita uang Rp 11,8 triliun terkait perkara dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang menjerat terdakwa korporasi.
Uang itu disita dari 5 korporasi dibawah naungan Wilmar Group selaku terdakwa dalam perkara korupsi ekspor minyak goreng itu.
“Ini merupakan uang sita terbesar yang diekspos langsung ke publik dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia,” ujar Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Nurokhman kepada wartawan, Rabu (18/6/2024).
Uang Rp 11,8 triliun itu hasil sitaan dari terdakwa korporasi Wilmar Group, yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia.
Hal tersebut, kata dia, menunjukan Jampidsus Kejagung benar-benar serius dan berhasil menyelesaikan perkara korupsi hingga tuntas.
“Jampidsus Kejagung berhasil menyelesaikan perkara itu hingga tuntas, selain pidana badan bagi pelaku, juga berhasil follow the money hasil kejahatannya,” ucapnya.
Nurokhman yang juga menjabat sebagai Ketua Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Komjak RI menjelaskan “follow the money” sangat penting dalam menangani berbagai kasus korupsi. Prinsip tersebut digunakan untuk melacak aliran dana hasil kejahatan, dari sumber sampai ke tujuan akhir, guna mengungkap siapa saja yang terlibat dan ke mana uang hasil korupsi itu mengalir.
“Follow the Money penting dalam kasus korupsi, untuk mengungkap aktor utama dan jaringan. Di mana, korupsi sering melibatkan banyak pihak dari mulai oknum pejabat, pihak swasta, hingga perantara,” ujar Nurokhman.
Dengan mengikuti aliran uang hasil tindak pidana korupsi, lanjut dia, penyidik Jampidsus bisa mengidentifikasi siapa saja yang mendapatkan manfaat secara langsung atau tidak langsung.
“Salah satu unsur korupsi adalah adanya keuntungan pribadi atau kelompok. Aliran dana bisa menjadi bukti kuat untuk menjerat pelaku,” tuturnya.
Dengan mengetahui ke mana dana hasil kejahatan itu mengalir, ia melanjutkan, Kejagung telah menyita aset untuk mengembalikan kerugian negara (asset recovery).
“Kejaksaan Agung telah mengungkap dan membuktikan modus kejahatan dalam perkara ini,” tegasnya.
Tumpukan uang pecahan Rp 100.000 yang diperlihatkan ke publik saat konferensi pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Uang dengan jumlah mencapai Rp 2 miliar itu baru sebagian dari total yang disita tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebesar Rp 11,8 triliun.
Penampakan uang setinggi 2 meter itu berasal dari hasil penyitaan terhadap Wilmar Group dalam perkara dugaan korupsi ekspor CPO yang menjerat terdakwa korporasi.
“Penyitaan uang Rp 11 triliun lebih, dalam sejarahnya ini yang paling besar,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, yang dikutip pada Rabu (18/6).
Uang sebesar Rp 11.880.351.802.619 (Rp 11,8 triliun) yang dikembalikan oleh lima korporasi di bawah Wilmar Group ke Kejagung terkait kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
Sebelumnya, tim JPU pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah melakukan penyitaan pada tingkat penuntutan terhadap uang senilai Rp11,8 triliun lebih terkait perkara tindak pidana korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022.
Kelima korporasi itu, yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multinabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Para terdakwa korporasi tersebut masing-masing didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ()