Jakarta, EKOIN.CO – Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP) melaporkan kasus dugaan korupsi grup PT Astra Agro Lestari (AALI) Tbk ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Sebelumnya, kuasa hukum APSP pun sudah pernah melaporkan hal serupa ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat (Sulbar) pada awal Juni lalu.
Kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan grup PT Astra Agro Lestari ini diduga merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah.
“Kami (membuat laporan) ke Kejagung karena Kejati Sulbar lamban dan terkesan membiarkan. Skandal ini bernilai fantastis dan merugikan negara serta hak masyarakat selama lebih dari 2 dekade,” ujar Irwan Kurniawan perwakilan dari Kantor Hukum HJ Bintang & Partners di Jakarta, yang dikutip pada Jumat (4/7).
Irwan mengatakan, dalam laporannya ke Gedung Bundar Jampidsus Kejagung telah membawa bukti-bukti dugaan korupsi dan potensi kerugian negara dan masyarakat hingga triliunan rupiah.
Dugaan korupsi dan potensi kerugian negara itu terkait dengan aktivitas 4 perusahaan sawit di bawah PT Astra Agro Lestari di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, yakni PT Letawa, PT Mamuang, PT Pasangkayu, dan PT Lestari Tani Teladan (LTT).
Laporan terhadap Grup Astra Agro Lestari itu, kata Irwan, bernomor 061/HJ-B&P/VI/2025. Laporan tersebut memuat 4 poin utama dugaan pelanggaran hukum yang bersifat sistematis dan terstruktur.
Pertama, lanjut dia, penggelapan kewajiban kebun plasma seluas 5.572 hektare yang tidak pernah direalisasikan selama sekitar 25 tahun.
Selanjutnya, kata Irwan, adanya penguasaan lahan di luar HGU seluas 2.160 hektare, termasuk kawasan hutan negara. Ketiga, terjadinya kebocoran penerimaan daerah, berupa pajak, retribusi, dan perizinan yang belum dibayarkan.
Keempat, lanjut Irwan, adanya dugaan penyimpangan dana CSR, dengan dugaan ketidakterbukaan dan ketidakakuratan realisasi, meskipun perusahaan mencetak laba triliunan rupiah setiap tahun.
Dalam laporan itu, Kejagung diminta segera mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dari Kejati Sulbar, melakukan penyitaan aset, menghentikan kegiatan ilegal di kawasan hutan, serta menggelar audit menyeluruh atas lahan, pajak, dan dana CSR Grup Astra Agro Lestari.
Di samping itu, Irwan menambahkan, pihaknya mendorong pembentukan tim terpadu lintas kementerian dan lembaga, melibatkan ATR/BPN, Kementerian LHK, Ditjen Pajak, BPK, hingga Ombudsman RI.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Tidak boleh ada impunitas hanya karena yang terlibat adalah korporasi besar,” ujar Irwan.
Terkait laporan tersebut, wartawan telah berupaya menghubungi Vice President Investor Relations dan Corporate Affairs Astra Agro Lestari, Fenny Sofyan lewat aplikasi perpesanan Whatsapp (WA) beberapa waktu lalu. Namun, hingga berita ini ditulis, Fenny sama sekali tidak menjawab pertanyaan wartawan untuk konfirmasi lebih lanjut.
Soal nilai kerugian negara yang diduga mencapai triliunan rupiah itu, kata Irwan, pihaknya telah merincinya secara lengkap dalam berkas laporan, sehingga Kejagung yang berwenang membuktikan potensi kerugian secara faktual.
Sebelumnya, pihak Irwan telah melaporkan ke Kejati Sulbar pada 4 Juni 2025 dengan Nomor Surat: 035/HJ-B&P/VI/2025, dan dipertegas kembali lewat permohonan tindak lanjut pada 17 Juni 2025.
“Kami menilai Kejati Sulbar abai, dan ini membuka ruang dugaan adanya kongkalikong atau tekanan politik yang membuat proses hukum tersendat,” ujar Irwan.
Laporan ini juga ditembuskan ke sejumlah pejabat negara, termasuk Ketua Komisi II DPR RI, Menteri ATR/BPN, Menteri LHK, Dirjen Pajak, Gubernur Sulawesi Barat, serta pimpinan APSP Pasangkayu. ()