JAKARTA — EKOIN.CO- Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Senin pagi, 30 Juni 2025, resmi menerima pelimpahan tahap II kasus dugaan suap dalam vonis lepas perkara korupsi crude palm oil (CPO).
Pelimpahan ini mencakup enam tersangka beserta barang bukti yang diserahkan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Seluruh tersangka diperiksa oleh jaksa penuntut umum (JPU) serta didampingi oleh penasihat hukum masing-masing dalam proses yang digelar di Kejari Jakarta Pusat.
“Kami telah menerima pelimpahan 6 tersangka dan barang bukti kasus dugaan korupsi suap atau gratifikasi terkait perkara dalam penanganan CPO,” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat, Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H.
Ia menambahkan bahwa berkas keenam tersangka kini sedang dilengkapi oleh JPU untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Penahanan Sementara Selama 20 Hari
Dr. Safrianto menegaskan bahwa para tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan oleh jaksa penuntut umum.
Penahanan tersebut dilakukan guna menyusun dan menyiapkan surat dakwaan sebelum berkas dilimpahkan ke pengadilan.
“Keenam tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan,” kata Safrianto, menjelaskan tindak lanjut dari pelimpahan.
Adapun keenam tersangka terdiri dari unsur hakim, panitera, dan satu pihak swasta dari korporasi yang terkait dalam perkara CPO.
Nama-nama yang disebut sebagai tersangka antara lain Djuyamto (Ketua Majelis Hakim PN Jakpus), Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan.
Nama-Nama dalam Daftar Tersangka
Adapun tersangka dalam kasus suap ini adalah Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Djuyamto; Hakim Anggota Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom; Wahyu Gunawan sebagai Panitera Muda pada PN Jakarta Pusat; serta eks Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta dan Pihak legal Wilmar Group Muhammad Syafei.
Aliran Dana Suap ke Arif Nuryanta
Muhammad Arif Nuryanta diduga kuat menerima aliran dana senilai Rp 60 miliar dari Marcella dan Ariyanto.
Pada saat itu, Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang tersebut berasal dari Wilmar Group yang terlibat dalam kasus korupsi ekspor CPO.
Dana diserahkan kepada Arif melalui panitera Wahyu Gunawan yang bertindak sebagai perantara.
Sebagai imbalan, Wahyu menerima bagian sebesar USD 50 ribu atas jasanya menjadi penghubung.
Distribusi Dana Suap kepada Hakim
Setelah dana diterima, Arif menyusun majelis hakim yang akan menangani perkara CPO tersebut.
Selanjutnya, Arif memberikan dana awal sebesar Rp 4,5 miliar kepada tiga hakim sebagai uang baca berkas.
Distribusi tahap kedua senilai Rp 18 miliar dilakukan kepada Djuyamto dan dua hakim lain.
Dari total tersebut, Djuyamto diduga memperoleh bagian sebesar Rp 6 miliar untuk menjatuhkan vonis lepas.
Putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim dinilai kontroversial dan memicu sorotan publik.
Putusan Vonis Lepas Tanpa Pengganti
Majelis Hakim menyatakan bahwa para terdakwa dari pihak korporasi memang melakukan perbuatan sesuai dakwaan.
Namun, dalam pertimbangannya, majelis memutuskan bahwa perbuatan tersebut tidak termasuk tindak pidana korupsi.
Putusan itu berbentuk vonis lepas atau ontslag sehingga para terdakwa tidak dikenakan hukuman ganti rugi.
Padahal, tuntutan Kejagung sebelumnya meminta pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Vonis tersebut menimbulkan pertanyaan besar terhadap integritas peradilan di tingkat pengadilan negeri.(*)
Berlangganan gratis WANEWS EKOIN lewat saluran WhatsUp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v