Jakarta EKOIN.CO – Sidang putusan terhadap Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam perkara korupsi impor gula berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 18 Juli 2025. Majelis hakim memutuskan untuk membacakan sebagian dari dokumen putusan yang jumlahnya lebih dari 1.000 halaman.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, menyampaikan bahwa majelis telah bermusyawarah secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan. “Putusan kalau keseluruhan lebih dari 1.000 halaman,” ujar Dennie dalam sidang yang digelar terbuka untuk umum.
Ia menambahkan, demi efisiensi waktu, hanya bagian-bagian penting yang akan dibacakan secara langsung di ruang sidang. Poin-poin yang disorot antara lain menyangkut pertimbangan hukum yang digunakan dalam menjatuhkan putusan terhadap Tom Lembong.
Dennie menjelaskan, dakwaan, tuntutan jaksa, pembelaan terdakwa, serta keterangan para saksi yang telah dibacakan selama proses persidangan dianggap cukup diketahui oleh semua pihak. Oleh sebab itu, bagian tersebut tidak akan diulang dalam pembacaan putusan.
Putusan Berdasarkan Pertimbangan Kerugian Negara
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa karena diduga menyetujui impor gula tanpa mekanisme koordinasi lintas kementerian atau lembaga. Akibat kebijakan tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 578 miliar, sebagaimana dipaparkan jaksa dalam tuntutannya.
Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menuntut pidana penjara selama tujuh tahun bagi Tom. Selain itu, dia juga dituntut membayar denda senilai Rp 750 juta, dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan bila denda tidak dibayarkan.
Tom Lembong dikenai dakwaan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim menilai bahwa unsur penyalahgunaan wewenang telah terpenuhi melalui tindakan terdakwa yang mengesahkan kebijakan impor tanpa mekanisme formal. Hal itu menurut hakim, membuka ruang penyimpangan dalam distribusi komoditas strategis.
Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa telah membacakan pleidoi atau nota pembelaan. Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut diambil demi menstabilkan harga dan ketersediaan gula nasional, tanpa maksud memperkaya diri atau pihak lain.
Poin-Poin Kunci dalam Pertimbangan Hukum
Majelis hakim menyampaikan bahwa pertimbangan utama berasal dari analisis fakta-fakta persidangan, termasuk keterangan saksi dan dokumen negara. Putusan setebal lebih dari seribu halaman itu menurut hakim memuat detail teknis dan legalitas kebijakan yang diambil terdakwa.
Dalam sidang yang berlangsung tertib tersebut, pengunjung mengikuti jalannya pembacaan dengan saksama. Tidak ada kericuhan maupun gangguan selama pembacaan putusan berlangsung.
Majelis juga menyebut bahwa proses musyawarah internal dilakukan secara cermat. Setiap anggota majelis menyampaikan pendapat hukum masing-masing sebelum keputusan akhir dirumuskan.
Belum ada keterangan resmi dari kuasa hukum Tom Lembong terkait sikap hukum selanjutnya, apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Pihak kejaksaan pun belum memberikan komentar terkait kelanjutan proses hukum.
Seperti diketahui, Tom Lembong merupakan mantan Menteri Perdagangan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia menjabat pada periode 2015–2016, yang merupakan masa terjadinya kasus impor gula tersebut.
Kasus ini menyita perhatian publik karena menyangkut kebijakan strategis pemerintah di sektor pangan. Proses hukum yang berjalan sejak awal tahun 2024 lalu ini menjadi salah satu sorotan dalam upaya pemberantasan korupsi di kementerian.
Sidang pembacaan putusan berlangsung selama lebih dari dua jam. Ruang sidang utama dipenuhi oleh awak media, pengamat hukum, serta perwakilan dari beberapa lembaga pengawas kebijakan publik.
Proses pembacaan berakhir tanpa interupsi dari pihak terdakwa maupun penuntut umum. Hakim kemudian menutup sidang dan menyatakan bahwa salinan lengkap putusan akan diberikan kepada para pihak.
dari sidang ini menegaskan pentingnya akuntabilitas dalam setiap keputusan yang berkaitan dengan sumber daya negara. Tindakan yang tampak sebagai kebijakan administratif bisa menimbulkan dampak hukum apabila melanggar aturan dan prosedur.
Majelis hakim dengan gamblang menjelaskan bahwa setiap tindakan pejabat negara harus disertai pertanggungjawaban hukum. Hal ini menjadi pengingat bagi seluruh pejabat publik akan pentingnya transparansi.
Meskipun terdakwa membantah memiliki niat jahat, pengadilan menilai bahwa dampak dari tindakan tersebut tetap merugikan negara. Oleh karena itu, tanggung jawab hukum tetap dibebankan kepada yang bersangkutan.
Proses panjang dalam perkara ini juga menunjukkan komitmen peradilan dalam menangani kasus-kasus korupsi. Pembacaan putusan setebal seribu halaman menggambarkan kompleksitas perkara dan keseriusan penanganannya.
Sebagai langkah lanjutan, masyarakat diharapkan terus mengawasi proses hukum dan kebijakan publik agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang di masa mendatang. Pengawasan publik merupakan bagian penting dari demokrasi yang sehat.(*)