Jakarta EKOIN.CO – Berdasarkan data terbaru dari Transparency International, Indonesia tidak termasuk negara paling korup di dunia, namun tetap menghadapi tantangan serius dalam persepsi korupsi.
Pada 11 Februari 2025, Transparency International mengumumkan bahwa Indonesia meraih skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebesar 37 dari 100, naik tiga poin dari skor 34 pada tahun 2023 Dengan capaian tersebut, posisi Indonesia meningkat ke peringkat ke‑99 dari 180 negara yang disurvei
Meski demikian, skornya masih di bawah rata‑rata global yang mencapai 44 poin, sehingga sektor publik Indonesia masih dinilai relatif tinggi dalam persepsi korupsi . Dalam lingkup ASEAN, Indonesia berada di peringkat kelima, setelah Singapura (skor 84), Malaysia (50), Timor Leste (44), dan Vietnam (40)
Peningkatan skor tahun 2024 sebagian disebabkan adanya indikator Forum Ekonomi Dunia (WEF EOS) yang kembali dimasukkan setelah dua tahun absen berupa penilaian transparansi dalam praktik bisnis dan suap di sektor publik Selain itu, indikator dari World Justice Project dan Political Economic Risk Consultancy (PERC) juga menunjukkan kenaikan skor Indonesia pada 2024 dibanding tahun sebelumnya
Namun demikian, indikator lain seperti Index Demokrasi oleh The Economist Intelligence Unit dan V‑Dem Project justru menunjukkan penurunan skor, mencerminkan kondisi demokrasi dan tata kelola yang melemah dalam beberapa aspek
Peningkatan Skor IPK dan Konteks Regional
Indikator WEF EOS menunjukkan bahwa Indonesia semakin memperbaiki integritas sektor bisnis publik, terutama dalam pengadaan, perizinan, dan putusan pengadilan Skor di indikator WEF naik signifikan pada tahun 2024, sehingga turut meningkatkan total skor IPK.
Skor IPK dari World Justice Project tumbuh dari 24 pada 2023 menjadi 26 pada 2024. Sementara itu, skor PERC Asia Risk Guide juga merangkak naik dari 28 ke 38 selama periode survei yang sama
Survei IMD 2024 terhadap persepsi business competitiveness juga mencatat kenaikan skor Indonesia dari 40 menjadi 45—indikasi membaiknya citra tata kelola dan kompetisi bisnis di mata dunia usaha
Tantangan Demokrasi dan Korupsi Politik
Meski beberapa indikator meningkat, skor demokrasi Indonesia justru turun. Laporan EIU menunjukkan skor demokrasi turun dari 37 pada 2023 menjadi 35, memperlihatkan berkurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik serta penegakan hukum atas pejabat publik .
Sementara survei V‑Dem Project mencatat turunnya poin dari 25 ke 22, menunjukkan praktik korupsi politik yang masih meluas dalam legislatif, eksekutif, dan yudikatif termasuk manipulasi pembuatan undang‑undang dan kebijakan
Hal ini mencerminkan adanya kelemahan dalam sistem demokrasi yang memadai untuk mengekang korupsi politik dan memastikan independensi lembaga penegak hukum.
Posisi Indonesia Dibanding Negara Lain
Indonesia bukanlah negara paling korup di dunia; negara dengan skor CPI terendah seperti Sudan Selatan (8), Somalia (9), dan Venezuela (10) berada di posisi paling bawah dalam daftar korupsi global Skor 37 menempatkan Indonesia di posisi tengah bawah global.
Di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat ke‑5 di antara negara paling korup, di bawah Myanmar, Kamboja, Laos, dan Filipina dalam survei CPI 2023
Walaupun kasus korupsi di Indonesia banyak diberitakan, realita itu tidak membuat Indonesia menjadi negara terkorup tertinggi, melainkan menyoroti perlunya perbaikan sistemik dalam pemberantasan korupsi.
Faktor Pemicu Korupsi dan Hambatan
Menurut studi lintas negara yang berfokus pada konteks Indonesia, korupsi dipengaruhi oleh faktor struktural dan institusional seperti kekayaan sumber daya alam yang besar, jaringan politik yang rentan konflik kepentingan, rendahnya gaji pegawai negeri, regulasi lemah, serta ketidakmandirian lembaga yudikatif
Praktik clientelisme dan beragam kebijakan diskriminatif juga memperparah ketidaksetaraan dalam penerapan aturan sehingga potensi korupsi semakin tinggi terutama dalam sektor lisensi dan kontrak publik.
Meskipun bukan negara paling korup, Indonesia masih memiliki skor IPK yang rendah serta berada di peringkat 99 dari 180 negara, menunjukkan perlunya perbaikan transparansi dan penegakan hukum.
Demokrasi yang melemah dan pendekatan pemberantasan korupsi yang belum optimal memperlambat kemajuan, meskipun beberapa indikator ekonomi dan bisnis mencatat perbaikan.
Kekuatan politik dan institusi yang tidak seimbang dapat menghambat independensi lembaga-lembaga pengawasan. Kebijakan reformasi kelembagaan menjadi sangat penting untuk meningkatkan akuntabilitas.
Peningkatan kualitas kelembagaan dan transparansi di sektor publik dan bisnis sangat dibutuhkan agar skor IPK bisa mendekati rata‑rata global. Pemberdayaan masyarakat dan sektor swasta serta penguatan sanksi terhadap pelaku korupsi menjadi kunci.
Pelibatan aktif masyarakat, pendidikan antikorupsi, dan reformasi struktural di wilayah yang rawan korupsi bisa memperbaiki persepsi dan realita sekaligus meningkatkan skor IPK Indonesia dalam jangka panjang.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Indonesia bukan negara dengan korupsi tertinggi, melainkan negara dengan persepsi korupsi yang masih perlu ditingkatkan melalui reformasi kelembagaan, penguatan demokrasi, dan transparansi publik untuk mencapai skor yang lebih baik. ( * )