Jakarta EKOIN.CO – Beredar video di media sosial yang mengklaim Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, menyebut Indonesia sebagai negara miskin dan banyak dihuni maling. Video tersebut mulai tersebar luas sejak Rabu, 31 Juli 2025, melalui berbagai platform digital, termasuk Facebook. Namun setelah dilakukan penelusuran, klaim dalam video itu tidak benar dan telah disunting dari konteks aslinya.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Video tersebut memperlihatkan PM Thailand sedang memberikan pidato dengan narasi berbahasa Indonesia yang menyebut, “Indonesia enggak usah ikut campur Thailand negara kuat negara kaya sedangkan Indonesia negara besar tapi miskin negara yang banyak dihuni maling.” Potongan kalimat itu membuat heboh warganet dan menimbulkan kecaman luas.
Namun, menurut hasil pemeriksaan fakta yang dilakukan oleh Liputan6.com pada 2 Agustus 2025, tidak ditemukan bukti bahwa PM Paetongtarn pernah menyampaikan pernyataan seperti dalam video tersebut. Video tersebut telah mengalami penambahan narasi yang tidak sesuai dengan pidato asli.
video yang tersebar adalah hasil manipulasi digital dengan suara yang didubbing dan tidak mencerminkan isi pidato PM Thailand secara sebenarnya. Selain itu, tidak ada media arus utama di Thailand atau internasional yang memberitakan pernyataan kontroversial tersebut.
Pemeriksaan lebih lanjut juga menemukan bahwa tidak ada agenda resmi PM Paetongtarn Shinawatra yang membahas Indonesia secara negatif dalam beberapa minggu terakhir. Kegiatan resmi PM Thailand justru berfokus pada agenda ekonomi dalam negeri dan hubungan diplomatik positif dengan negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Tidak Ada Bukti Pernyataan Paetongtarn Soal Indonesia
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari Kedutaan Besar Thailand di Jakarta terkait video yang beredar. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI telah menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak menerima nota diplomatik apapun terkait pernyataan tersebut.
“Setelah kami telusuri, video itu palsu dan tidak dapat dijadikan acuan. Kami mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menyebarkan informasi di media sosial,” kata juru bicara Kemenlu RI dalam keterangannya, Jumat (2/8/2025).
Sejalan dengan itu, pakar media digital dari Universitas Indonesia, Irfan Setiawan, menyebut video seperti itu merupakan bentuk disinformasi yang kerap muncul menjelang momen politik penting, baik di Indonesia maupun negara lain.
“Manipulasi video dengan menambahkan narasi palsu bisa membentuk opini publik yang salah. Hal ini membahayakan hubungan diplomatik antar negara,” ujar Irfan.
Pemerintah Thailand juga belum memberikan tanggapan resmi, namun tidak ada satupun media massa di Thailand yang mengutip atau menayangkan pernyataan PM Paetongtarn seperti dalam video yang beredar.
Waspadai Disinformasi Jelang Tahun Politik
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI pun telah menindaklanjuti penyebaran video tersebut dengan melakukan pemblokiran terhadap sejumlah akun yang terbukti menyebarkannya. Kominfo juga meminta masyarakat untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya.
“Tim kami sudah mengidentifikasi video tersebut sebagai konten manipulatif. Kami mengajak masyarakat melaporkan konten serupa melalui kanal aduan resmi,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan.
Ia menambahkan bahwa penyebaran berita bohong seperti ini dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Seorang pengguna Facebook yang pertama kali mengunggah video itu kini dalam proses pemeriksaan oleh pihak berwajib. Penelusuran identitas akun terus dilakukan guna mencegah penyebaran hoaks serupa di masa mendatang.
Berdasarkan catatan, video serupa pernah beredar pada tahun-tahun sebelumnya, menggunakan figur pejabat asing dan mengandung narasi provokatif. Hal ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk tetap kritis terhadap konten viral.
Sementara itu, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Thailand masih berjalan normal. Keduanya tergabung dalam ASEAN dan secara berkala menjalin kerja sama di bidang ekonomi, pendidikan, serta pertahanan.
Para ahli keamanan siber menyarankan agar masyarakat memperbarui perangkat lunak digital untuk menghindari paparan konten hoaks dan memanfaatkan kanal resmi pemerintah dalam mencari informasi.
Pakar hubungan internasional, Dr. Anita Lestari dari Universitas Gadjah Mada, menegaskan bahwa hoaks semacam ini bisa merusak citra negara di mata dunia dan menciptakan ketegangan yang tidak perlu. “Penting untuk menjaga kehati-hatian dan ketelitian,” ungkapnya.
Dengan penyebaran video palsu tersebut, pihak berwenang mengimbau agar masyarakat berhati-hati serta mendukung upaya penanggulangan hoaks demi menjaga stabilitas sosial dan politik di dalam negeri.
klaim bahwa PM Thailand menyebut Indonesia negara miskin dan penuh maling adalah tidak benar. Video yang beredar merupakan manipulasi dan bertujuan menyesatkan opini publik.
Masyarakat disarankan untuk tidak langsung mempercayai konten viral tanpa konfirmasi sumbernya. Verifikasi informasi penting agar tidak terjerumus dalam penyebaran hoaks yang merugikan.
Kehati-hatian dan sikap kritis dalam menerima informasi digital adalah langkah awal melindungi diri dari misinformasi. Pemerintah juga diharapkan meningkatkan literasi digital secara masif.
Menjaga hubungan diplomatik antar negara adalah tanggung jawab bersama, sehingga informasi palsu harus dilawan secara kolektif. Kolaborasi antar lembaga dan masyarakat sipil perlu diperkuat.
Melaporkan konten hoaks ke platform media sosial dan otoritas terkait adalah kontribusi penting dalam menciptakan ruang digital yang sehat dan terpercaya. ( * )