Jakarta EKOIN.CO – Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja sepakat memperkuat pengawasan partisipatif pemilu melalui nota kesepahaman (MoU). Kerja sama ini mencakup pendidikan politik dan pelibatan perempuan di seluruh tahapan penyelenggaraan.
Kesepakatan tersebut diumumkan di Jakarta pada Selasa (12/8/2025) dan menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Rahmat Bagja menegaskan bahwa fokus utama adalah membangun sistem pengawasan partisipatif yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga : Menag Siapkan Strategi Penanganan Intoleransi Nasional
Menurut Rahmat, pendidikan politik tidak boleh dilakukan hanya menjelang pemungutan suara. Proses ini harus dimulai jauh sebelum tahapan pemilu dimulai. “Pendidikan politik tidak bisa di-capturing hanya pada saat tahapan pemilu dimulai. Harus dilakukan sejak jauh hari, melibatkan partai politik, ormas, perguruan tinggi, dan tokoh agama,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa program tersebut akan dirancang khusus untuk memberdayakan kelompok perempuan dengan konsep Perempuan Berdaya Pengawas. “Sepengalaman kami, perempuan lebih kompetitif dalam melakukan pengawasan dibanding laki-laki. Keterlibatan mereka akan memperkuat proses demokrasi,” ujarnya.
Dukungan Kementerian Agama
Menanggapi hal tersebut, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan dukungan penuh Kementerian Agama terhadap langkah Bawaslu. “Saya berkepentingan secara khusus untuk mendukung Bawaslu. Pertama yang bisa kami lakukan adalah segera menandatangani MoU,” ungkapnya.
Nasaruddin menilai peran tokoh agama sangat strategis dalam mengawal pemilu damai. “Masyarakat paternalistik cenderung mengikuti arahan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Jika mereka terlibat, stabilitas politik akan lebih terjaga,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kolaborasi ini akan diutamakan di wilayah rawan konflik, termasuk Papua dan daerah multi-etnis. Hal ini penting untuk mencegah potensi gesekan yang bisa mengganggu jalannya pemilu.
“Program ini harus menjangkau daerah dengan risiko tinggi. Kita harus memastikan setiap tahapan pemilu berjalan damai dan aman,” ujar Menag.
Fokus di Daerah Rawan Konflik
Berdasarkan penjelasan Rahmat Bagja, pengawasan partisipatif akan diperkuat melalui sinergi antara penyelenggara pemilu, tokoh agama, dan masyarakat sipil. Pendekatan ini diharapkan menciptakan kesadaran kolektif untuk menjaga integritas pemilu.
Program pendidikan politik juga akan mengedepankan inklusivitas. Kelompok perempuan, pemuda, dan komunitas lokal akan diberikan ruang untuk terlibat aktif. “Harus melibatkan semua stakeholder agar kualitas demokrasi kita terus membaik,” kata Rahmat.
Kerja sama ini tidak hanya terbatas pada kegiatan sosialisasi, tetapi juga akan mencakup pelatihan teknis bagi relawan pengawas di lapangan. Bawaslu berencana melibatkan lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, dan forum lintas agama.
Pihak Kementerian Agama menyatakan siap mengerahkan jajarannya di seluruh daerah untuk memfasilitasi kegiatan yang mendukung pengawasan pemilu. Langkah ini dinilai penting mengingat peran Kemenag yang menjangkau hingga ke tingkat desa dan kelurahan.
Selain itu, Nasaruddin Umar menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk memastikan pemilu 2029 berjalan lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Keduanya sepakat bahwa peningkatan partisipasi publik dalam pengawasan akan mempersempit ruang pelanggaran, mengurangi potensi konflik, dan meningkatkan legitimasi hasil pemilu.
Dengan pelibatan aktif berbagai pihak, pengawasan partisipatif diharapkan menjadi gerakan bersama yang tidak hanya bergantung pada penyelenggara resmi pemilu.
Bawaslu dan Kemenag berencana memulai implementasi MoU ini segera setelah penandatanganan resmi dilakukan. Tahap awal akan difokuskan pada pemetaan wilayah prioritas.
Selanjutnya, program pendidikan politik akan dijalankan secara simultan di berbagai daerah, dengan materi yang disesuaikan menurut kondisi sosial dan budaya setempat.
Dengan dukungan dua institusi ini, diharapkan kesadaran politik masyarakat meningkat dan kualitas pemilu Indonesia semakin baik.
Kementerian Agama juga akan mengoptimalkan jaringan tokoh agama dan lembaga pendidikan keagamaan sebagai mitra strategis Bawaslu.
Langkah kolaboratif ini mendapat perhatian luas dari kalangan pemerhati demokrasi karena dianggap sebagai model baru pengawasan partisipatif di tingkat nasional.
Sebagai catatan, kerja sama serupa pernah dilakukan di tingkat lokal, namun kali ini akan diterapkan secara terstruktur dan melibatkan pemangku kepentingan yang lebih beragam.
Diharapkan, pengawasan partisipatif pemilu tidak hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar menjadi praktik nyata yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kerja sama ini juga membuka peluang untuk menciptakan regulasi pendukung yang dapat memperkuat posisi pengawas partisipatif di setiap tahapan pemilu.
Melalui pendekatan terencana dan partisipasi luas, kualitas demokrasi di Indonesia diharapkan terus meningkat menuju pemilu yang lebih transparan dan berintegritas.
Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada komitmen semua pihak dalam menjaga netralitas, kejujuran, dan profesionalisme selama proses pemilu berlangsung.
Program ini bukan hanya sekadar kerja sama antarinstansi, melainkan gerakan nasional untuk membangun budaya demokrasi yang sehat dan inklusif.( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v