Buton EKOIN.CO – Menteri Agama Nasaruddin Umar meresmikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas di Pasar Wajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, pada Sabtu (30/8/2025). Dalam acara peresmian tersebut, Menag menekankan pentingnya ciri khas pesantren yang menggabungkan budaya lokal dengan nilai-nilai Islam universal.
Menurut Nasaruddin, kehadiran pesantren ini menjadi bukti bahwa keislaman dan kebangsaan tidak perlu dipertentangkan. “Pondok Pesantren Al-Ikhlas ini akan mengkombinasikan budaya lokal dengan Islam universal. Jadi jangan mempertentangkan antara kebangsaan dan keislaman, jangan memperhadapkan antara budaya lokal dengan universalitas Islam,” ujarnya di hadapan para tamu undangan.
Peresmian pesantren yang berlangsung di pusat Kabupaten Buton itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Ratusan warga turut hadir menyaksikan acara tersebut, menandai semangat baru dalam dunia pendidikan Islam di Sulawesi Tenggara.
Dalam sambutannya, Menag menekankan bahwa Pondok Pesantren Al-Ikhlas berbeda dengan pesantren lain, terutama dalam memberikan ruang ekspresi bagi para santri. “Kalau di Jawa santrennya masih sebagian besar gak boleh bawa alat musik ke pondoknya. Kalau di sini kami anjurkan supaya semua santri itu bisa main gitar, bisa main organ, bisa olahraga, bisa kesenian,” jelasnya.
Nasaruddin menambahkan bahwa kebebasan berekspresi tersebut bukan tanpa dasar. Ia mencontohkan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat mencintai seni dan olahraga. “Mencontoh Rasulullah sangat mencintai seni. Sangat hobinya atletis. Jadi kita santren mencontoh Rasulullah. Nabi itu atletis, juara gulat, dan juga punya grup kesenian,” katanya.
Pesantren dengan Kurikulum Modern
Selain mendorong seni dan olahraga, Pondok Pesantren Al-Ikhlas juga menyiapkan jurusan eksakta dengan orientasi Fakultas Kedokteran. Menurut Menag, hal ini bertujuan memberikan bekal akademis yang kuat bagi para santri. “Salah satu keterampilannya nanti adalah latihan debat, diskusi, bahasa Arab, bahasa Inggris. Maka itu rata-rata alumni pondok pesantren Al-Ikhlas itu menjadi Presiden Mahasiswa di mana-mana. Jadi bagaimana bisa menjadi Presiden RI kalau tidak bisa menjadi Presiden Mahasiswa,” paparnya.
Ia menekankan pesantren sebagai tempat pembentukan moral. “Ini adalah pondok pesantren yang anaknya seperti disihir. Anak nakal, super nakal, begitu pulang ke rumah orang tuanya cium. Kalau perlu cium kakinya orang tuanya, bangunkan salat subuh,” tegasnya.
Pembinaan tenaga pendidik juga menjadi perhatian. Menag menyampaikan perlunya peningkatan kualitas guru agar tidak ketinggalan zaman. “Kalau gurunya tidak pernah dibina, seperti gergaji tumpul. Kalau gergaji tajam, satu hari bisa menebang sampai 10 batang pohon,” ujarnya.
Pesantren ini dirancang sebagai lembaga modern dengan pemanfaatan teknologi informasi. Menag menyebut, seluruh kelas akan dilengkapi CCTV untuk menunjang proses pembelajaran. “Prinsip kita di sini adalah menampilkan pondok pesantren modern. Modern dalam arti canggih dan pakai internet. Setiap kelas nanti seperti di Bone itu CCTV-nya penuh,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa pesantren ini tidak berorientasi pada keuntungan finansial. “Kami membuat yayasan ini bukan mencari uang. Kalau perlu semuanya gratis. Seperti Angkatan Pertama ini belum kita pungut apa-apa, kami yang mensubsidi kebutuhan operasionalnya,” jelasnya.
Kebanggaan Masyarakat Buton
Menag berharap kehadiran Pondok Pesantren Al-Ikhlas dapat menjadi kebanggaan masyarakat Buton. Menurutnya, pesantren ini harus mampu bersaing dengan lembaga serupa di wilayah lain. “Kita tidak boleh kalah dengan pesantren lain di Sulawesi Tenggara bahkan di Indonesia ini,” pungkasnya.
Masyarakat sekitar menyambut positif gagasan tersebut. Beberapa tokoh lokal menilai pesantren ini bisa menjadi pusat pendidikan dan moralitas baru di Kabupaten Buton. Mereka optimis bahwa lembaga ini akan melahirkan generasi berkarakter yang mampu menjawab tantangan zaman.
Acara peresmian berlangsung khidmat dengan rangkaian doa bersama, penampilan seni islami, serta simbolisasi pembukaan pesantren. Warga yang hadir tampak antusias mengikuti prosesi hingga selesai.
Kehadiran pesantren ini diharapkan mampu memperkuat basis pendidikan Islam di wilayah kepulauan, sekaligus memberikan akses pendidikan yang lebih merata. Dengan fasilitas yang memadai, santri tidak hanya belajar agama, tetapi juga sains, teknologi, dan keterampilan kepemimpinan.
Selain itu, dukungan pemerintah daerah juga terlihat jelas. Beberapa pejabat lokal menyampaikan apresiasi atas perhatian Menteri Agama dalam mendorong pendidikan berbasis pesantren di Sulawesi Tenggara. Mereka berharap Al-Ikhlas dapat menjadi model bagi lembaga lain.
Dengan adanya pendekatan yang menggabungkan budaya lokal dan Islam universal, Pesantren Al-Ikhlas diharapkan mampu membentuk santri yang berkarakter kuat, terbuka, dan toleran. Konsep ini dinilai relevan dengan kebutuhan masyarakat modern yang tetap berakar pada tradisi.
Keunikan pesantren yang mendorong seni dan olahraga menjadi daya tarik tersendiri. Santri tidak hanya fokus pada pembelajaran kitab, tetapi juga diberi ruang untuk mengembangkan bakat sesuai minat mereka. Hal ini diharapkan menumbuhkan kepribadian yang seimbang.
Selain pembinaan moral dan akademis, pesantren juga menekankan pentingnya kepemimpinan. Menurut Menag, pengalaman santri sebagai pemimpin organisasi akan menjadi bekal berharga di masa depan. Para alumni ditargetkan mampu berkontribusi di tingkat nasional.
Dengan pendekatan modern dan nonkomersial, pesantren ini diyakini mampu menarik minat banyak orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Terlebih, subsidi operasional di awal menjadi langkah nyata bahwa lembaga ini mengutamakan kualitas ketimbang keuntungan.
Pada akhirnya, pesantren ini diharapkan dapat melahirkan generasi yang religius, cerdas, dan mampu menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Dengan konsep pembinaan menyeluruh, Al-Ikhlas diharapkan menjadi contoh bagi pesantren lain di Indonesia.
Sebagai penutup, penting bagi masyarakat untuk terus mendukung keberadaan lembaga pendidikan berbasis pesantren. Dukungan tidak hanya berupa partisipasi, tetapi juga kolaborasi nyata dalam pengembangan kurikulum dan fasilitas.
Langkah Menteri Agama meresmikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas merupakan wujud nyata perhatian pemerintah terhadap pendidikan Islam. Hal ini sekaligus memperlihatkan komitmen dalam menjaga nilai budaya lokal yang berpadu dengan ajaran universal.
Peran serta masyarakat akan menentukan keberhasilan pesantren ini. Dengan keterlibatan aktif, lembaga pendidikan tersebut akan lebih mudah berkembang dan memberi manfaat luas.
Keberadaan pesantren modern seperti Al-Ikhlas perlu diapresiasi sebagai solusi menghadapi tantangan globalisasi. Santri dididik tidak hanya menjadi ahli agama, tetapi juga insan yang siap bersaing di berbagai bidang.
Oleh karena itu, kehadiran pesantren ini diharapkan dapat terus dijaga, dikembangkan, dan menjadi tonggak penting dalam perjalanan pendidikan Islam di Sulawesi Tenggara.
Dengan konsep yang mengedepankan moralitas, seni, akademik, dan kepemimpinan, Pondok Pesantren Al-Ikhlas diyakini mampu menjadi teladan. Semua pihak memiliki tanggung jawab untuk memastikan pesantren ini tetap berjalan sesuai visi.
Akhirnya, pesantren ini diharapkan bukan hanya menjadi kebanggaan Buton, tetapi juga menjadi inspirasi bagi pesantren di seluruh Nusantara. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v