Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah dituding terburu-buru dalam menerapkan kebijakan zero ODOL (Over Dimension Over Loading) tanpa persiapan matang. Berbagai pihak dari akademisi, industri, hingga pemerhati transportasi memberikan masukan penting. Berikut laporan lengkapnya.
Zero ODOL Antisipasi tapi juga Persiapan
Kebijakan zero ODOL digulirkan untuk menanggulangi masalah truk kelebihan muatan dan dimensi yang membahayakan jalan dan keselamatan .
Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono menargetkan implementasi efektif dimulai tahun 2026 namun Komisi V DPR anggota Syaiful Huda meminta percepatan menjadi tahun 2025 karena tingginya angka kecelakaan akibat ODOL
Data Kecelakaan dan Kerusakan Infrastruktur
Menurut Bappenas, ODOL menjadi penyebab kecelakaan nasional terbanyak kedua, mencapai 10,5 % dari total kecelakaan .
Biaya perbaikan jalan akibat ODOL diperkirakan mencapai Rp 41 triliun , belum termasuk estimasi Rp 43,5 triliun per tahun dari laporan APTRINDO
Seruan Pakar untuk Pendekatan Terencana
Trubus Rahadiansyah (Univ. Trisakti) menekankan perlunya roadmap jelas dan komprehensif sebelum peluncuran kebijakan .
“Kalau ODOL dihapuskan, harus dijawab: mereka (logistik) diangkut pakai apa?” ungkap Trubus
Industri Butuh Transisi dan Insentif
Yustinus Gunawan dari AKLP memprediksi biaya logistik akan naik 23 % akibat penerapan zero ODOL
Industri pulp & kertas menuntut pelaksanaan bertahap dan dukungan insentif, seperti relaksasi pajak truk standar ODOL
Permintaan Penundaan sampai 2025
Rachmat dari kalangan industri berharap kebijakan ditunda hingga 2025 agar sektor logistik pulih dari masa pandemi .
Pemerintah disarankan menekankan pembinaan ketimbang hukuman langsung .
Insentif dan Fasilitas Subsidi
Trubus meminta skema kompensasi untuk pelaku usaha, seperti subsidi truk baru atau relaksasi pajak
Pengusaha mendukung zero ODOL, asalkan ada masa transisi dan dukungan keuangan agar kebijakan terlaksana baik
Kesiapan Infrastruktur dan SDM
Peningkatan infrastruktur jalan sesuai daya dukung dan pemisahan jalur logistik menjadi prioritas
Jumlah jembatan timbang yang terbatas dan rusak di banyak daerah bikin penegakan aturan sulit dilakukan
Penegakan Hukum dan Pengawasan
Kemenhub bersama Polri dan Kemenhubwil berencana memperkuat penegakan hukum lewat uji berkala BLUe, tilang, dan transfer muatan .
Penindakan tegas di seluruh jalan tol dan jalan nasional khususnya Jakarta–Cikampek dan Gresik dijalankan sejak 2023
Risiko Sosial dan Ekonomi
Penegakan yang terlalu cepat tanpa dukungan bisa memicu inflasi dan beban ke konsumen .
Sopir dan pengusaha mengalami tekanan biaya, banyak yang terkena pungutan di jalan sehingga menaikkan biaya operasional .
Rekomendasi dari Tokoh Transportasi
Agus Taufik Mulyono (MTI) menyatakan masalah zero ODOL erat dengan kompleksitas status jalan (desa, provinsi, nasional) dan minimnya fasilitas timbang
Bambang Haryo Soekartono menyebut hanya 25 jembatan timbang yang berfungsi, menunjukkan penegakan yang belum maksimal
Dampak Lingkungan dan Efisiensi Energi
Ahmad Safrudin (KPBB) menyatakan konsumsi bahan bakar oleh truk berlebih mencapai hampir 30 % dari total BBM nasional
Dengan zero ODOL, konsumsi BBM dapat dikendalikan, mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan menjaga lingkungan
Sinergi Lintas Kementerian
Sumber InfoPublik melaporkan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita telah menyepakati implementasi penuh tanpa penundaan
Kolaborasi dijalin dengan Polri, Kemendag, dan pemerintah daerah untuk memastikan keberhasilan kebijakan secara nasional
Kesimpulan Pro dan Kontra
Secara umum, kebijakan zero ODOL direspons positif terkait keselamatan dan infrastruktur. Namun pelaksanaannya perlu disertai roadmap, kesiapan industri, insentif, dan pengawasan ketat.
Tanpa semua itu, penerapan terburu-buru diprediksi memicu lonjakan biaya logistik, inflasi barang, tekanan ke sopir, dan kemarahan pelaku ekonomi
Pemerintah sebaiknya menyusun roadmap implementasi secara pasti, mencakup dukungan finansial bagi pelaku logistik untuk penggantian armada.
Diperlukan kolaborasi lintas kementerian secara simultan, termasuk penguatan kapasitas dan distribusi jembatan timbang.
Skema insentif dan subsidi harus jelas, sesuai kebutuhan industri agar masa transisi berjalan adil dan efisien bagi semua pihak.
Penegakan hukum perlu dilakukan secara konsisten dan merata, tanpa kecenderungan tebang pilih, untuk menjaga efektivitas kebijakan.
Terakhir, edukasi publik dan pelaku usaha menjadi elemen penting, agar zero ODOL benar-benar membawa manfaat jangka panjang bagi keselamatan dan efisiensi nasional.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v