Tel Aviv EKOIN.CO – Ratusan ribu warga Israel turun ke jalan untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Demonstrasi besar-besaran ini terjadi pada malam 1 September 2024, dengan jumlah peserta diperkirakan mencapai 700.000 orang, menjadikannya salah satu aksi massa terbesar sejak konflik 7 Oktober 2023.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Demonstrasi ini dipicu oleh kemarahan publik terhadap kegagalan Netanyahu dalam mengelola krisis di Jalur Gaza. Terutama setelah ditemukan enam sandera Israel dalam kondisi tak bernyawa, yang diduga kuat sebagai korban kegagalan diplomasi dan keamanan pemerintah.
Menurut laporan media Israel seperti dikutip dari The Times of Israel, para pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan utama di Tel Aviv, Jerusalem, dan sejumlah kota besar lainnya. Mereka meneriakkan slogan anti-Netanyahu dan membawa spanduk berisi tuntutan pengunduran diri sang perdana menteri.
Situasi semakin genting setelah tokoh-tokoh oposisi seperti Yair Lapid dan Benny Gantz secara terbuka menyatakan bahwa pemerintahan Netanyahu telah kehilangan legitimasi. Mereka menilai, Netanyahu terlalu memprioritaskan kepentingan politik pribadinya daripada keselamatan warga dan stabilitas nasional.
Kematian Sandera Memicu Gelombang Kemarahan
Penemuan enam sandera Israel yang tewas di Gaza menjadi pemicu utama kemarahan publik. Banyak warga menganggap kematian mereka sebagai akibat dari kegagalan pemerintah dalam mengamankan gencatan senjata dan memprioritaskan penyelamatan sandera.
Dilaporkan oleh Haaretz, keluarga para sandera menuntut jawaban dan menuduh pemerintah lalai dalam misi penyelamatan. “Kami merasa dikhianati. Anak-anak kami menjadi korban dari politik yang kejam,” ungkap salah satu anggota keluarga korban kepada media.
Sementara itu, pernyataan resmi dari militer Israel menyebutkan bahwa upaya penyelamatan telah dilakukan, namun situasi di Gaza yang tidak stabil membuat operasi menjadi sangat berisiko. Kendati demikian, pernyataan tersebut tidak berhasil meredam kemarahan publik.
Demonstrasi ini juga berdampak besar terhadap sistem ekonomi Israel. Aksi blokade jalan dan pemogokan massal pada malam 1 September menyebabkan aktivitas perdagangan dan transportasi terganggu parah.
Desakan Pengunduran Diri Netanyahu Meningkat
Tekanan politik terhadap Benjamin Netanyahu kian meningkat. Yair Lapid, pemimpin oposisi dari partai Yesh Atid, menyatakan bahwa Netanyahu telah kehilangan kepercayaan rakyat dan harus segera mundur. “Israel butuh pemimpin baru, bukan orang yang hanya menjaga kursinya,” tegas Lapid.
Senada dengan itu, Benny Gantz, mantan Menteri Pertahanan, mengatakan bahwa tindakan Netanyahu telah membawa Israel ke jurang krisis yang lebih dalam. Gantz menyerukan pembentukan pemerintahan baru yang mampu memulihkan kepercayaan publik.
Partai-partai oposisi pun mulai membahas kemungkinan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan saat ini. Beberapa analis politik memperkirakan, bila tekanan publik terus meningkat, Netanyahu tidak akan mampu mempertahankan jabatannya lebih lama.
Sebagian pengunjuk rasa juga menyoroti reformasi peradilan yang kontroversial yang pernah diajukan Netanyahu. Mereka menilai bahwa upaya tersebut merupakan bentuk pelemahan demokrasi, dan menjadi cerminan dari gaya kepemimpinan otoriter.
Di sisi lain, pendukung Netanyahu menyatakan bahwa Perdana Menteri tengah menghadapi tekanan berat dari luar dan dalam negeri. Mereka menilai, tuduhan terhadap Netanyahu terlalu dibesar-besarkan dan hanya digunakan sebagai alat politik oleh oposisi.
Namun demikian, suara pendukung tersebut tenggelam oleh gelombang protes yang kian hari kian membesar. Laporan terbaru menyebutkan bahwa gelombang demonstrasi juga mulai merambah ke kawasan pemukiman dan wilayah perbatasan.
Menurut pengamat politik dari Universitas Ibrani di Jerusalem, protes ini menjadi cerminan krisis kepercayaan paling serius dalam sejarah politik Israel modern. Ia menyebut, “Rakyat kini merasa bahwa mereka tidak lagi bisa menaruh harapan pada kepemimpinan Netanyahu.”
Aparat keamanan Israel terus bersiaga mengantisipasi kemungkinan terjadinya bentrokan atau kekacauan lebih lanjut. Meski demikian, aksi protes sejauh ini berjalan relatif damai dan terorganisir.
Beberapa lembaga swadaya masyarakat ikut ambil bagian dalam mengatur logistik aksi dan menyuplai kebutuhan para demonstran seperti air, makanan, dan tempat berteduh sementara. Mereka menganggap gerakan ini sebagai momen penting dalam sejarah demokrasi Israel.
Para demonstran juga menuntut agar parlemen segera menggelar pemilu lebih awal. Mereka menyatakan bahwa satu-satunya solusi krisis saat ini adalah pembentukan pemerintahan baru melalui pemilihan umum yang adil dan terbuka.
Sementara itu, Netanyahu belum memberikan pernyataan resmi atas gelombang demonstrasi tersebut. Namun, juru bicara kantornya hanya menyatakan bahwa pemerintah terus bekerja untuk mengatasi krisis dan menolak tekanan yang bersifat inkonstitusional.
Situasi di Israel terus berkembang dan berpotensi menimbulkan ketegangan politik lebih lanjut. Sejumlah kalangan menyebutkan bahwa perkembangan ini bisa memicu gejolak politik di dalam Knesset dan memengaruhi hubungan internasional Israel ke depannya.
krisis yang dihadapi Benjamin Netanyahu kini telah menjelma menjadi gerakan sosial skala besar yang mencerminkan kemarahan rakyat terhadap sistem pemerintahan yang dianggap gagal menjalankan tugasnya. Gelombang protes ini juga mengindikasikan keinginan kuat masyarakat untuk perubahan yang nyata.
Aksi unjuk rasa besar-besaran yang terjadi di berbagai kota besar Israel menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap Netanyahu bukan hanya dari kalangan elit politik, tetapi juga dari warga biasa. Hal ini menandakan adanya perubahan arah dalam opini publik terhadap pemimpin mereka.
Tekanan dari keluarga sandera, tokoh oposisi, serta masyarakat sipil telah memperparah krisis legitimasi yang dialami Netanyahu. Jika tidak segera merespons dengan langkah yang tepat, maka posisinya sebagai perdana menteri akan semakin terancam.
Pemerintah sebaiknya membuka dialog dengan para pemangku kepentingan, termasuk perwakilan demonstran, agar ketegangan sosial tidak semakin memburuk. Pendekatan represif hanya akan memperbesar jurang antara penguasa dan rakyat.
Diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan luar negeri dan keamanan Israel, terutama terkait penanganan konflik di Gaza. Transparansi dalam pengambilan keputusan menjadi kunci utama untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa. (*)