Depok, EKOIN.CO – Kekecewaan mendalam dirasakan sejumlah warga di Depok, Jawa Barat, setelah mendapati bahwa beras premium yang mereka beli diduga dioplos dan isi dalam kemasan tidak sesuai takaran. Keluhan ini mencuat seiring dengan laporan masyarakat yang merasa dirugikan oleh praktik curang dari produsen beras dalam beberapa waktu terakhir.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Seorang warga mengungkapkan kekecewaannya karena merasa dibohongi setelah membeli beras kemasan berlabel 5 kilogram, namun isinya kurang dari yang tertera. Meskipun sempat menyadari adanya kekurangan, ia mengaku sempat mengabaikannya karena percaya pada kualitas produk bermerek.
“Sebenarnya yang disayangkan kalau warga enggak sadar beli 5 kg tapi isinya kurang. Saya pernah sekali kejadian, cuma karena merasa percaya dengan penjual, terima aja,” ujarnya, Sabtu (12/7/2025).
Keresahan Meningkat di Kalangan Konsumen
Keluhan serupa disampaikan oleh Hikmah (32), seorang ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan Kukusan, Depok. Ia merasa resah setelah mendengar dugaan kecurangan dalam distribusi beras kemasan bermerek.
“Kami ini ibu-ibu yang mengatur dapur. Kalau harga mahal tapi kualitasnya jelek atau beratnya kurang, jelas kami yang paling dirugikan,” kata Hikmah kepada wartawan.
Menurut Hikmah, dirinya selama ini membeli beras kemasan di toko swalayan karena berharap produk tersebut lebih berkualitas dan aman. Namun, kenyataan yang terjadi membuatnya kehilangan kepercayaan terhadap merek-merek yang dijual bebas.
“Saya pikir beli beras kemasan itu lebih terpercaya, ternyata malah ada yang nakal. Ini benar-benar mengecewakan,” ucapnya lagi.
Ia mendesak pemerintah agar tidak tinggal diam dalam menghadapi kasus ini. Menurutnya, pengawasan terhadap industri beras, terutama untuk pasar ritel nasional, harus ditingkatkan secara signifikan.
“Jangan sampai ibu-ibu di rumah terus jadi korban karena kelalaian atau kelicikan perusahaan,” ujarnya menambahkan.
Pemerintah Temukan Ratusan Merek Tak Sesuai
Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebelumnya mengungkapkan temuan mengejutkan terkait kualitas dan takaran beras kemasan. Ia menyebutkan bahwa ada sekitar 212 merek beras di Indonesia yang tidak memenuhi standar penjualan yang ditentukan.
“Contoh, ada volume yang mengatakan 5 kilogram, padahal 4,5 kilogram,” ujar Amran dalam video yang diterima Kompas.com pada Sabtu (12/7/2025).
Selain pengurangan berat, ditemukan juga modus lain berupa pengoplosan beras premium dengan jenis yang lebih rendah kualitasnya, namun tetap dijual dengan harga tinggi.
“Kemudian, ada yang mengatakan bahwa ini (produk) premium, padahal itu adalah beras biasa,” lanjutnya.
Selisih harga akibat pengoplosan ini disebut dapat mencapai Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram. Hal tersebut menyebabkan kerugian besar di kalangan konsumen, terutama masyarakat rumah tangga.
Amran menegaskan bahwa praktik kecurangan dalam industri beras telah merugikan masyarakat hingga Rp 100 triliun setiap tahunnya. Ia mengaku geram dan berjanji akan mengambil tindakan tegas.
Dalam keterangannya, ia juga menyebut perlunya keterlibatan lintas lembaga dalam pengawasan kualitas pangan, termasuk produsen dan distributor beras. Langkah ini diharapkan dapat menekan potensi kecurangan di masa mendatang.
Kementerian Pertanian menyatakan tengah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengusut dugaan pelanggaran ini. Langkah hukum dan administratif juga disiapkan guna memberi efek jera kepada pelaku usaha nakal.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih cermat dalam membeli beras kemasan. Pemerintah mengajak warga untuk segera melapor jika menemukan produk dengan berat atau kualitas yang mencurigakan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat menyebut pihaknya akan menindaklanjuti temuan ini dengan inspeksi mendadak ke distributor dan toko ritel di wilayah Jabodetabek.
Pemerintah daerah pun diminta aktif memantau jalur distribusi bahan pangan agar praktik serupa tidak merugikan warga kembali.
Sebagai langkah jangka panjang, pemerintah sedang merancang regulasi baru yang mengatur lebih ketat standar kemasan dan pelabelan beras di pasar nasional.
Selain itu, kampanye edukasi bagi konsumen tentang cara mengidentifikasi produk palsu atau yang tidak sesuai standar akan ditingkatkan dalam waktu dekat.
Praktik pengoplosan beras dan pengurangan isi kemasan berdampak serius terhadap daya beli masyarakat dan ketahanan pangan nasional.
Konsumen berharap langkah hukum terhadap pelaku kecurangan dapat segera diambil agar kepercayaan publik terhadap beras kemasan kembali pulih.
Penting bagi masyarakat untuk mulai mengecek berat bersih setiap kemasan dan melaporkan ketidaksesuaian agar masalah tidak berlarut.
Meskipun label premium melekat pada suatu produk, konsumen diminta tidak langsung percaya dan tetap waspada terhadap kemungkinan kecurangan.
kasus dugaan pengoplosan dan pengurangan isi beras kemasan di Depok menunjukkan lemahnya sistem pengawasan pangan yang selama ini berjalan. Situasi ini memperlihatkan bahwa merek besar sekalipun tidak luput dari potensi penyimpangan. Kekecewaan konsumen menjadi bukti nyata dampak langsung dari kelalaian produsen dan lemahnya regulasi.
Masyarakat secara luas terdampak, terutama ibu rumah tangga sebagai pengatur konsumsi harian. Mereka menjadi pihak pertama yang dirugikan saat produk yang dibeli tidak sesuai dengan label dan harga yang dibayarkan. Kepercayaan yang semula tinggi kini berubah menjadi keraguan dan kecurigaan.
Kementerian Pertanian telah mengambil langkah awal dengan mengungkap data pelanggaran, namun penegakan hukum dan perlindungan konsumen harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha perlu diperkuat demi menciptakan pasar pangan yang transparan dan adil.
Konsumen pun diharapkan lebih aktif melaporkan temuan mencurigakan dan tidak menerima begitu saja produk yang tidak sesuai standar. Kesadaran masyarakat adalah salah satu kunci penting untuk mendorong perbaikan sistem pangan nasional.
Dengan sinergi dan langkah konkret dari seluruh pihak, diharapkan praktik merugikan seperti ini tidak lagi terjadi, dan masyarakat dapat kembali merasa aman saat membeli bahan pokok seperti beras kemasan.(*)