Washington EKOIN.CO – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penempatan dua kapal selam nuklir di lokasi strategis pada Kamis malam, 31 Juli 2025. Langkah tersebut diambil sebagai tanggapan atas ancaman serius dari mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang kini menjabat Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam unggahan di platform Social Truth, Trump menyatakan bahwa perintah penempatan armada itu untuk mengantisipasi kemungkinan tindakan lebih lanjut dari pihak Rusia. Ia menyebut pernyataan Medvedev sebagai “sangat provokatif” dan mengingatkan bahwa kata-kata bisa memicu konsekuensi serius.
Trump menulis, “Saya telah memerintahkan penempatan dua Kapal Selam Nuklir di wilayah yang tepat, untuk berjaga-jaga jika pernyataan bodoh dan provokatif ini lebih dari sekadar itu.” Ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam bertindak.
Tidak ada rincian lebih lanjut terkait lokasi pasti penempatan kapal selam tersebut, ataupun apakah keputusan itu telah dikonsultasikan dengan Departemen Pertahanan AS. Hingga kini, Pentagon belum memberikan pernyataan resmi mengenai langkah tersebut.
Ancaman Medvedev Terkait Dukungan AS ke Ukraina
Pernyataan Trump muncul setelah Medvedev memperingatkan bahwa dukungan berkelanjutan AS terhadap Ukraina, termasuk pengiriman senjata jarak jauh, dapat memicu konflik global. Dalam unggahan di Telegram awal pekan ini, Medvedev menegaskan bahwa Rusia akan merespons dengan kekuatan penuh.
Ia menulis, “Jika Amerika Serikat melanjutkan kebijakan agresifnya terhadap Rusia… responsnya akan segera dan menghancurkan. Rusia adalah kekuatan nuklir, dan mereka yang membuat keputusan di Washington tidak boleh melupakan hal ini.”
Medvedev bahkan memperingatkan bahwa kota-kota di AS bisa lenyap akibat konflik yang dipicu oleh kebijakan Washington. Peringatan tersebut memperkuat posisi Rusia yang menggunakan ancaman nuklir sebagai alat pencegah sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
Sebelumnya, Rusia menggelar latihan senjata nuklir taktis di dekat perbatasan dengan negara-negara anggota NATO. Lokasi latihan termasuk Polandia dan kawasan Baltik, yang menjadi titik panas ketegangan antara Moskow dan Barat.
Ketegangan Geopolitik dan Sikap Pemerintah AS
Meski Trump telah mengambil langkah militer, Presiden Joe Biden dan pejabat senior pemerintahannya belum memberikan tanggapan publik atas pernyataan Trump maupun Medvedev. Namun, Departemen Luar Negeri AS sebelumnya mengecam ancaman nuklir dari Rusia sebagai tindakan sembrono.
Seorang juru bicara Gedung Putih menyatakan pekan lalu bahwa penggunaan ancaman nuklir oleh Rusia “sangat mengganggu stabilitas global” dan dapat meningkatkan risiko salah perhitungan yang fatal di kawasan konflik.
Sementara itu, pihak Kremlin belum menanggapi langsung pengumuman Trump. Presiden Vladimir Putin juga tidak mengeluarkan pernyataan resmi terkait ancaman Medvedev ataupun penempatan kapal selam oleh AS.
Langkah Trump dianggap sebagai unjuk kekuatan publik di tengah meningkatnya tekanan internasional dan kegelisahan atas konflik yang terus memburuk di Eropa Timur. Trump menutup pesannya dengan menyatakan harapan agar “konsekuensi yang tidak diinginkan” dapat dihindari.
Hingga saat ini, belum ada konfirmasi independen terkait pergerakan dua kapal selam nuklir yang dimaksud. Pengamat militer menilai situasi tersebut menunjukkan tingginya risiko eskalasi jika komunikasi antara kekuatan besar tidak dijaga.
dari rangkaian pernyataan dan tanggapan ini menunjukkan bahwa ancaman nuklir tetap menjadi instrumen tekanan geopolitik antara Rusia dan Amerika Serikat. Ketegangan yang berlangsung menimbulkan kekhawatiran akan krisis internasional jika diplomasi gagal.
Langkah Trump bisa mempengaruhi dinamika politik dalam negeri AS, mengingat langkah tersebut dilakukan menjelang debat keamanan nasional. Banyak pihak kini menantikan reaksi resmi dari Pentagon maupun NATO terhadap situasi terbaru ini.
Saran yang dapat diberikan kepada para pemimpin dunia adalah untuk mengedepankan diplomasi dan komunikasi terbuka guna menghindari kesalahpahaman strategis. Ketegangan nuklir bukanlah alat negosiasi yang aman bagi perdamaian global.
Selain itu, penting bagi masyarakat internasional untuk mendesak agar semua pihak menahan diri dari tindakan provokatif dan fokus pada solusi damai di Ukraina. Peran organisasi internasional dapat diperkuat untuk memfasilitasi dialog damai.
Situasi ini juga menuntut keterlibatan media dalam menyampaikan informasi secara akurat dan tidak membesar-besarkan ancaman, demi menjaga stabilitas opini publik yang kini mudah terpengaruh. Transparansi menjadi kunci dalam menghadapi ketegangan global.
Terakhir, para pemangku kebijakan di Washington dan Moskow diharapkan bersikap bertanggung jawab dalam setiap pernyataan publik, karena dampak dari setiap kata dan tindakan bisa meluas ke seluruh dunia. (*)