Teheran EKOIN.CO – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu ketegangan internasional dengan mengancam akan membombardir fasilitas nuklir Iran jika negara itu mencoba mengaktifkan kembali program nuklirnya. Ancaman ini disampaikan Trump saat berbicara dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di resor golf miliknya di Turnberry, Skotlandia, seperti dilaporkan berbagai media internasional pada Senin, 29 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pernyataan Trump menyusul pengeboman yang dilakukan oleh pasukan Amerika terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada bulan lalu. Fasilitas tersebut dituding sebagai bagian dari upaya rahasia Teheran untuk mengembangkan senjata nuklir, tuduhan yang telah berulang kali dibantah oleh pihak Iran.
“Iran telah mengirimkan sinyal-sinyal buruk. Jika mereka mencoba menghidupkan kembali program itu, kami akan menghentikannya, dengan cara apapun yang diperlukan,” kata Trump kepada wartawan saat ditanya mengenai kebijakan luar negeri AS terhadap Iran.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kementerian Luar Negeri Iran mengeluarkan kecaman keras. Dalam pernyataan resmi, Teheran menegaskan tidak akan tunduk pada tekanan asing dan akan tetap mempertahankan program pengayaan uranium untuk tujuan damai.
Teheran bersikeras pertahankan hak nuklir
Iran menolak tudingan bahwa pihaknya sedang mengembangkan senjata nuklir, dengan menyatakan bahwa seluruh aktivitas nuklirnya berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menyebut ancaman Trump sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional.
“Amerika Serikat telah melakukan tindakan agresi yang terang-terangan dengan membombardir fasilitas kami. Kami tidak akan diam, dan jika Washington melanjutkan agresinya, kami siap merespons secara setimpal,” ujar juru bicara itu dalam siaran pers.
Menurut pejabat Iran, tiga fasilitas yang dibom AS berlokasi di Natanz, Fordow, dan Isfahan. Ketiganya sebelumnya digunakan untuk pengayaan uranium tingkat rendah, sesuai dengan batasan yang ditetapkan dalam perjanjian nuklir JCPOA sebelum AS keluar dari perjanjian itu pada 2018.
Sementara itu, media pemerintah Iran menyiarkan rekaman puing-puing dari situs yang dibombardir, seraya menunjukkan para pekerja yang tetap berusaha mempertahankan operasi fasilitas di tengah kerusakan yang signifikan.
Reaksi internasional dan kekhawatiran eskalasi
Ancaman Trump dan respons keras dari Teheran memicu kekhawatiran komunitas internasional akan potensi eskalasi militer di kawasan Timur Tengah. Uni Eropa mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri dan kembali ke jalur diplomasi.
“Kami sangat prihatin atas pernyataan Presiden Trump dan situasi yang memburuk di wilayah itu. Kami menyerukan semua pihak untuk menahan diri,” ujar juru bicara Uni Eropa dalam pernyataan resmi di Brussel.
Sementara itu, Rusia dan China menyatakan solidaritas terhadap Iran, dan meminta Dewan Keamanan PBB untuk menggelar sidang darurat terkait pengeboman fasilitas nuklir yang disebut melanggar Piagam PBB.
Di dalam negeri Amerika, sejumlah anggota Kongres menyatakan kekhawatiran atas pendekatan agresif Trump terhadap Iran. Senator Partai Demokrat, Elizabeth Warren, mengatakan bahwa kebijakan tersebut berisiko menyeret AS ke dalam konflik baru yang tidak diinginkan rakyat Amerika.
Pada sisi lain, pendukung Trump menyambut baik pernyataan tersebut sebagai bentuk ketegasan dalam menghadapi apa yang disebut mereka sebagai ancaman dari Iran terhadap sekutu-sekutu Amerika di Timur Tengah.
Trump sendiri belum memberikan tanggapan atas reaksi Iran yang mengancam akan melakukan balasan terhadap Amerika. Namun, ia menegaskan bahwa keamanan nasional Amerika dan sekutunya adalah prioritas utama.
Kementerian Pertahanan AS belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai rencana serangan lanjutan. Namun, sumber di Pentagon yang dikutip media menyebut bahwa militer AS dalam kondisi siaga di wilayah Teluk.
Situasi ini juga membuat harga minyak dunia naik tajam, dengan kekhawatiran pasar bahwa konflik antara AS dan Iran dapat mengganggu pasokan energi global dari kawasan Teluk Persia.
Pihak Iran dalam beberapa tahun terakhir terus melanjutkan program nuklirnya setelah AS menarik diri dari perjanjian JCPOA. Namun, Iran tetap bersikeras bahwa seluruh aktivitasnya bertujuan damai.
Sebelumnya, Iran dan negara-negara anggota JCPOA termasuk Inggris, Perancis, dan Jerman, sempat melakukan negosiasi untuk menyelamatkan kesepakatan tersebut. Namun, pembicaraan tidak menghasilkan kesepakatan baru.
Trump juga menyatakan bahwa kebijakan keras terhadap Iran merupakan bagian dari komitmennya untuk memastikan Iran tidak memiliki senjata nuklir yang bisa mengancam stabilitas regional.
Krisis ini kembali menyoroti pentingnya diplomasi multilateral dalam menangani isu nuklir, dan memperlihatkan ketegangan yang belum reda antara Washington dan Teheran.
dari perkembangan ini menunjukkan bahwa ketegangan antara AS dan Iran masih jauh dari kata selesai. Pernyataan saling mengancam menambah kerentanan situasi geopolitik di kawasan. Konflik terbuka bukan hanya akan berdampak regional, tapi juga global. Pentingnya transparansi dan pengawasan internasional atas program nuklir menjadi sorotan. Selain itu, peran organisasi internasional dalam meredam ketegangan semakin dibutuhkan.
untuk semua pihak adalah kembali menempuh jalur diplomasi sebagai solusi damai. Penghentian tindakan provokatif dan penghormatan terhadap hukum internasional mutlak diperlukan. Dukungan masyarakat internasional terhadap upaya mediasi bisa menjadi kunci. Amerika dan Iran diharapkan membuka kembali kanal komunikasi. Dialog konstruktif harus diupayakan untuk mencegah konflik berskala luas. (*)