Jayapura, EKOIN.CO – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) melayangkan ancaman serius kepada para pejabat daerah di Papua yang masih mendukung kebijakan pemerintah Indonesia. Dalam pernyataan resminya pada Ahad, 20 Juli 2025, juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, menegaskan bahwa pihaknya akan menyerang gubernur, bupati, wali kota, serta anggota DPRD jika tetap memihak kepada Jakarta.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut Sebby, keberpihakan kepada pemerintah Indonesia merupakan bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan masyarakat Papua. Ia menuduh para pejabat daerah telah menjadi “boneka Jakarta” dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyatnya sendiri. “Jika pejabat-pejabat Papua masih terus menjadi boneka Jakarta, maka TPNPB wajib eksekusi mereka,” ujar Sebby.
Sebby menyebut dukungan terhadap pemerintah Indonesia sebagai tindakan yang menentang kemerdekaan Papua. Ia juga mengklaim bahwa pemerintah pusat selama ini telah merampas sumber daya alam Papua tanpa memberikan manfaat nyata kepada rakyat Papua.
Sorotan terhadap izin tambang dan kebijakan nasional
Dalam keterangannya, Sebby juga mengecam kebijakan sejumlah kepala daerah yang memberikan izin tambang emas kepada pemerintah Indonesia. Ia menilai tindakan tersebut mencerminkan kegagalan kepala daerah dalam melindungi hak masyarakat dan lingkungan Papua.
Ia menegaskan bahwa pemberian izin kepada pemerintah Indonesia hanya memperburuk situasi sosial dan ekologis di tanah Papua. “Kepala daerah yang memberikan izin tambang berarti tidak mampu menjaga hak rakyat Papua,” katanya.
Tidak hanya itu, Sebby juga mengkritisi pelaksanaan kebijakan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, kebijakan tersebut justru memperluas konflik bersenjata dan meningkatkan jumlah warga sipil yang mengungsi dari kampung halamannya.
“Karena itu semua pejabat Papua harus berhenti mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto,” ujar Sebby. Ia menyebut bahwa dukungan terhadap pemerintah pusat hanya memperpanjang penderitaan masyarakat Papua dan memperdalam konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.
Ajakan perundingan dan permintaan penarikan militer
Meskipun mengeluarkan ancaman keras, TPNPB-OPM tetap membuka peluang perundingan damai. Sebby menegaskan bahwa perundingan harus difasilitasi oleh pihak netral, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau lembaga internasional lain yang diakui secara global.
“Jika Presiden Prabowo Subianto beserta timnya bersedia untuk melakukan perundingan dengan kami, maka harus difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau pun lembaga-lembaga internasional yang diakui oleh dunia,” kata Sebby Sambom dalam pernyataannya pada Jumat, 11 Juli 2025.
Sebby menyebut bahwa tujuan dari perundingan adalah untuk alasan kemanusiaan. Ia berharap agar lebih dari 97.000 warga sipil Papua yang saat ini menjadi korban konflik bersenjata bisa kembali ke rumah masing-masing dan menjalani kehidupan yang aman.
Lebih lanjut, ia juga mendesak agar proses perundingan diiringi dengan penarikan penuh seluruh personel militer Indonesia dari wilayah Papua. Menurutnya, langkah tersebut adalah syarat mutlak menuju kesepakatan damai antara TPNPB dan pemerintah Indonesia.
“Penarikan seluruh personel militer Indonesia dari tanah Papua penting untuk mengakhiri perang yang telah terjadi selama 63 tahun lebih,” ungkap Sebby. Ia juga menekankan pentingnya peran lembaga kemanusiaan untuk memberikan bantuan kepada para korban konflik yang saat ini tersebar di berbagai lokasi pengungsian.
Sampai berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak militer dan kepolisian. Tempo melaporkan bahwa upaya konfirmasi kepada Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, serta Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, belum mendapatkan respons.
TPNPB-OPM telah lama menyatakan penolakannya terhadap kehadiran militer dan pemerintahan pusat di Papua. Organisasi ini menganggap bahwa satu-satunya jalan keluar dari konflik berkepanjangan adalah dengan memberikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua.
Ancaman terbaru dari TPNPB ini menunjukkan eskalasi dalam ketegangan antara kelompok separatis bersenjata dan pemerintah. Meski demikian, kelompok ini tampaknya juga mulai menunjukkan sikap terbuka terhadap upaya penyelesaian secara diplomatik.
Pernyataan Sebby bisa menjadi sinyal bahwa perjuangan bersenjata yang dilakukan TPNPB dapat diarahkan menuju jalur politik dan diplomasi, apabila difasilitasi dengan benar oleh pihak ketiga yang netral.
Dengan masih minimnya respons dari pihak berwenang, ketegangan politik dan keamanan di Papua berpotensi meningkat. Masyarakat sipil menjadi pihak paling rentan dalam situasi ini, terutama di wilayah-wilayah yang sering menjadi arena kontak senjata.
Sebagian besar wilayah konflik di Papua juga belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh lembaga-lembaga kemanusiaan, yang menjadi tantangan tersendiri dalam memberikan bantuan bagi pengungsi.
Dalam situasi ini, penting bagi semua pihak untuk mempertimbangkan pendekatan damai, yang tidak hanya menekankan pada kekuatan militer tetapi juga penyelesaian melalui dialog terbuka.
Mengingat jumlah korban dan pengungsi yang terus bertambah, penanganan konflik Papua perlu melibatkan komunitas internasional guna mendorong terciptanya keamanan dan keadilan bagi seluruh masyarakat.
Upaya untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung lebih dari enam dekade memerlukan komitmen jangka panjang, tidak hanya dari pemerintah Indonesia, tetapi juga dari pihak-pihak lokal di Papua.
Perlu ada penataan ulang komunikasi dan pendekatan kebijakan terhadap wilayah Papua agar tidak menimbulkan polarisasi lebih dalam. Pemerintah pusat dan daerah harus mempertimbangkan suara masyarakat akar rumput dalam menyusun kebijakan.
Penanganan konflik Papua juga memerlukan pendekatan yang lebih inklusif dan menghormati hak asasi manusia, termasuk melibatkan tokoh-tokoh adat dan agama di wilayah tersebut.
Jika kekerasan terus berlangsung tanpa solusi, risiko kehancuran sosial dan trauma kolektif di kalangan masyarakat Papua akan semakin parah dan sulit dipulihkan dalam waktu dekat.
Langkah diplomatik yang melibatkan mediasi pihak netral menjadi sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan antara pihak-pihak yang berkonflik dan mencegah jatuhnya lebih banyak korban jiwa.(*)