Brasilia EKOIN.CO – Keputusan mengejutkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan tarif impor 50% terhadap produk Brasil menggemparkan dunia politik dan ekonomi negeri tersebut. Dikenakan sebagai bentuk dukungan terhadap mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro, kebijakan ini justru menimbulkan kecemasan di antara sekutu politik Bolsonaro sendiri.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Trump menyatakan kebijakan ini sebagai langkah simbolik untuk menunjukkan solidaritas kepada Bolsonaro, yang tengah menghadapi proses hukum di Mahkamah Agung Brasil atas dugaan percobaan kudeta pasca kekalahan pemilu 2022. Dalam suratnya, Trump menyebut Bolsonaro sebagai korban dari “perburuan penyihir” oleh sistem hukum Brasil.
Namun, seperti dilaporkan oleh Reuters pada Rabu, 16 Juli 2025, sejumlah tokoh di lingkaran dalam Bolsonaro justru menyatakan keterkejutan atas keputusan tersebut. Mereka khawatir bahwa tindakan Trump akan merusak perekonomian Brasil dan memperlemah posisi politik sayap kanan dalam negeri.
Salah satu sumber dekat Bolsonaro yang tak disebutkan namanya menyatakan bahwa banyak dari mereka lebih mengharapkan sanksi atau tekanan ditujukan kepada individu dalam pemerintahan atau sistem peradilan, bukan kepada sektor ekonomi secara keseluruhan.
Bolsonaro sendiri mengungkapkan simpati terhadap masyarakat Brasil yang terdampak langsung dari kebijakan perdagangan ini. Ia menyatakan bahwa tarif tinggi itu berpotensi menyengsarakan para produsen lokal. “Saya tidak senang melihat produsen kita menderita akibat tarif 50% ini,” tulisnya di media sosial.
Ia juga menegaskan bahwa solusi atas persoalan ini berada di tangan pemerintah Brasil saat ini. Sementara itu, tekanan publik mulai meningkat, terutama dari kalangan eksportir utama yang melihat masa depan perdagangan mereka menjadi tidak pasti.
Tarif Ancam Stabilitas Ekonomi dan Politik
Tarif tinggi dari Amerika Serikat diprediksi akan memukul keras sektor ekspor utama Brasil, seperti kopi, jeruk, produk peternakan, dan industri kedirgantaraan. Kebijakan ini dinilai dapat mengacaukan stabilitas ekonomi yang tengah rapuh.
Analis politik menilai langkah Trump berpotensi menjadi bumerang. Alih-alih menguntungkan Bolsonaro, kebijakan itu dapat memunculkan simpati terhadap Presiden saat ini, Luiz Inácio Lula da Silva, terutama jika ia berhasil menangani krisis dengan tepat.
Graziella Testa, profesor ilmu politik di Fundação Getulio Vargas, Brasilia, menyebut bahwa nasionalisme bisa muncul sebagai respons terhadap tekanan asing. “Panji nasionalisme punya daya tarik yang sangat signifikan, terutama di kalangan sayap kanan,” ujarnya.
Media konservatif Brasil pun mulai mempertanyakan strategi politik Bolsonaro. Editorial O Estado de São Paulo menuliskan kritik tajam terhadap hubungan Bolsonaro dengan Trump. “Mengenakan topi Trump hari ini berarti berpihak pada orang yang tidak berguna yang bisa merusak ekonomi Brasil,” tulis harian tersebut.
Para sekutu Bolsonaro di Brasil pun terlihat kebingungan. Di satu sisi mereka ingin menunjukkan loyalitas terhadap Trump, namun di sisi lain mereka menghadapi tekanan ekonomi yang dapat berimbas buruk pada dukungan publik terhadap mereka.
Manuver Politik Sekutu Bolsonaro
Eduardo Bolsonaro, putra Bolsonaro yang dikenal aktif melobi dukungan di Washington, hingga kini belum memberikan komentar terkait kebijakan tarif tersebut. Ketidakhadirannya dalam pernyataan publik menambah tanda tanya di kalangan politisi lokal.
Sementara itu, Tarcisio de Freitas, Gubernur São Paulo yang disebut-sebut sebagai calon kuat penerus Bolsonaro, awalnya menyalahkan ideologi pemerintahan Lula atas kebijakan Trump. Namun, dalam pernyataan terbarunya ia mengaku telah menjalin komunikasi dengan Kedutaan Besar AS di Brasilia untuk mencari solusi diplomatik.
Manuver Gubernur Tarcisio mencerminkan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi nasional dan aliansi politik internasional. Meski begitu, langkah itu belum memberikan hasil konkret sejauh ini.
Di lain pihak, kelompok sayap kanan garis keras justru menolak kompromi. Sejumlah anggota parlemen menyuarakan kemarahan terhadap pemerintahan Lula dan tetap memuji tindakan Trump sebagai langkah berani.
Salah satu anggota parlemen menyebut di media sosial bahwa Trump tidak seharusnya dipaksa memperlakukan “kediktatoran seperti demokrasi,” merujuk pada tuduhan mereka bahwa Lula menjalankan pemerintahan otoriter.
Situasi yang berkembang ini menciptakan dilema besar bagi kubu Bolsonaro. Mereka menghadapi kenyataan pahit bahwa aliansi politik luar negeri bisa berbalik menjadi bumerang domestik yang merugikan elektoral maupun ekonomi.
Tingginya tekanan dari kalangan bisnis pun mulai muncul, terutama dari asosiasi eksportir yang menyuarakan ketidakpastian masa depan perdagangan dengan Amerika Serikat jika kebijakan ini berlanjut.
Sebagian analis memperkirakan bahwa jika pemerintah Lula mampu mengelola krisis ini dengan pendekatan diplomatik yang efektif, ia justru bisa memperkuat posisinya menjelang pemilu berikutnya.
Sebaliknya, jika sekutu Bolsonaro gagal merespons situasi secara meyakinkan, hal ini dapat memicu kemerosotan dukungan politik yang signifikan bagi mereka dalam waktu dekat.
Banyak pihak kini menantikan bagaimana kedua belah pihak akan memanfaatkan krisis ini untuk memperkuat posisi mereka di mata publik, baik melalui jalur ekonomi, hukum, maupun komunikasi politik.
dari dinamika ini menunjukkan bahwa keputusan sepihak seperti tarif 50% bisa membawa dampak jauh lebih besar dari sekadar angka statistik. Politik internasional telah merasuk dalam dinamika dalam negeri Brasil dengan konsekuensi yang belum sepenuhnya terlihat.
Pemerintah Brasil disarankan untuk segera mengambil langkah diplomatik aktif guna menegosiasikan ulang kebijakan tersebut dengan pemerintah Amerika Serikat. Langkah ini penting untuk menghindari kerugian ekonomi yang lebih besar.
Selain itu, para pemimpin politik lokal perlu lebih berhati-hati dalam membangun aliansi internasional, terutama ketika dampaknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat luas dan sektor strategis.
Komunikasi yang jelas dan terbuka kepada publik menjadi krusial agar rakyat memahami kompleksitas situasi dan tidak terseret dalam polarisasi politik yang semakin tajam.
Kebijakan ekonomi seharusnya berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukan menjadi alat politik untuk mendukung figur tertentu. Dalam konteks ini, stabilitas menjadi nilai yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Brasil.
Dunia internasional kini memantau bagaimana Brasil akan menavigasi tekanan geopolitik ini. Reaksi Brasil terhadap tarif Trump akan menjadi tolok ukur ketangguhan negara itu dalam mempertahankan kedaulatan ekonomi dan politiknya. (*)