BEKASI, EKOIN.CO – Panti Asuhan Yatim Piatu dan Dhuafa YASPIA di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, menjadi tempat bernaung bagi 25 anak yang berasal dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. Panti yang dikelola oleh Yayasan Sosial dan Pendidikan Islam Al Hurriyyah ini berdiri di atas tanah seluas 300 meter persegi dan berada di bawah asuhan Ustadz M. Syaefudin bin Khari, didampingi putrinya, Maria Ulfa.
Yayasan ini sebelumnya dikenal dengan nama Yapkin Nurul Hidayah sejak tahun 2011 hingga 2024. Namun karena perbedaan visi dan misi, Maria Ulfa memutuskan mendirikan yayasan baru bernama YASPIA sejak Januari 2025. “Kami telah memiliki akta pendirian, pengesahan dari Kemenkumham, serta laporan resmi ke Dinas Sosial,” kata Maria Ulfa.
YASPIA saat ini tengah mengajukan izin operasional baru karena izin yayasan lama, Yapkin, tidak diperpanjang sejak terakhir pada 2021. Menurut Maria, tidak ada kendala berarti dalam pengajuan, namun masih terdapat kekurangan dalam beberapa persyaratan administratif.
Terus Membangun Meski Terpencil
Berada di wilayah Kedung Pengawas, Babelan, yayasan ini jauh dari pusat kota. “Kami akui, publikasi kami masih minim. Bahkan nama Yaspia belum muncul di pencarian Google,” ungkap Maria. Ia menambahkan bahwa keterbatasan dalam mengelola media sosial dan teknologi menjadi kendala utama dalam menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Anak-anak yang diasuh berasal dari keluarga tidak mampu, korban perceraian, dan anak-anak terlantar. “Kami tidak pernah mencari anak, kebanyakan mereka diantar oleh kerabat, jarang oleh orangtuanya langsung,” katanya.
Panti ini memisahkan tempat tinggal anak laki-laki dan perempuan. Saat ini asrama laki-laki masih dalam tahap pembangunan dan belum rampung karena terkendala dana.
Kemandirian Anak Jadi Syarat
Maria menuturkan bahwa kemandirian menjadi syarat utama untuk diterima di Yaspia. Anak-anak minimal harus bisa mencuci pakaian sendiri karena tidak ada pengasuh khusus untuk mencuci. Selain itu, jumlah pengasuh pun terbatas.
“Saat ini pengasuh tetap hanya saya, Abi (ayah saya), dan Umi. Kami juga dibantu guru ngaji, tapi tidak ada tukang masak maupun petugas kebersihan,” ujarnya.
Mereka bekerja secara sukarela, sehingga tidak sedikit yang akhirnya keluar karena keterbatasan dana dan beban kerja.
Pendidikan dan Harapan Masa Depan
Anak-anak di panti ini disekolahkan di SD dan SMP negeri terdekat. Jika sudah lulus SMA, mereka diberi pilihan untuk melanjutkan sekolah, bekerja, atau tetap tinggal dan membantu di panti. “Rata-rata mereka memilih bekerja karena sudah bosan tinggal lama di panti,” ujar Maria.
Meski demikian, Maria bersyukur karena banyak dari mereka yang tetap ingat dan kadang membantu panti secara sukarela atau memberikan bantuan.
Sebagian anak diambil dari kasus penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Mereka datang dari berbagai latar belakang, termasuk korban penggusuran hingga anak yang ditelantarkan orangtuanya.
Bantuan Minim dari Pemerintah
Panti ini mengandalkan bantuan pribadi dan donatur perusahaan. Bantuan dari pemerintah sangat minim dan lebih banyak sebatas urusan legalitas yayasan. “Kami belum pernah menerima bantuan rutin dari pemerintah,” ujar Maria.
Untuk mendapat bantuan dari Dinas Sosial pun, kini harus dilakukan secara daring melalui situs resmi. Salah satu syaratnya adalah akta kelahiran anak asuh, yang sering kali tidak dimiliki oleh anak-anak yang diterima.
“Dua tahun lalu kami terima anak yang orangtuanya masih hidup, tapi tidak bertanggung jawab. Kami hanya diberi kartu keluarga,” kisah Maria.
Sejarah Berdirinya Yaspia
Pendirian yayasan ini bermula dari kontrakan kecil di Jatiasih. Ustadz M. Syaefudin bin Khari, pendirinya, adalah mantan pedagang sembako. Pada 2007, ia mendapatkan bantuan Rp26 juta dari aspirasi DPRD untuk membangun awal panti.
Tahun 2008, bantuan dari PBB mempercepat pembangunan. Lalu tahun 2011, dana Rp40 juta dari Partai Golkar membantu pendirian kantor yayasan. Sumbangan berikutnya berupa pelelangan tanah 300 meter seharga Rp1 juta per meter digunakan untuk membangun musala.
“Dari situlah mulai banyak anak yang datang untuk belajar dan mengaji,” ujar Ustadz Syaefudin dalam wawancara dengan EKOIN.CO.
Jaringan Sosial Antar-Panti
Menurut Ustadz Syaefudin, sesama pemilik panti asuhan sering membantu satu sama lain. Ketika logistik menipis, bantuan dari jaringan panti lain kerap datang.
Salah satu temannya, Pak Mabrur, juga memiliki panti asuhan dan saling berbagi kebutuhan dasar jika salah satu mengalami kekurangan. Namun bantuan tetap dari pemerintah daerah masih menjadi hal yang langka.
“Pemerintah biasanya hanya memberi bantuan saat terjadi bencana atau banjir,” ujarnya.
Kebutuhan Publikasi dan Penguatan Teknologi
Salah satu kebutuhan mendesak yayasan ini adalah publikasi. Mereka berharap masyarakat lebih mengenal Yaspia melalui internet dan media sosial. “Kami perlu bantuan dalam bentuk apapun, tidak harus uang,” kata Maria.
Yaspia membuka diri terhadap segala bentuk sumbangan, termasuk pakaian bekas layak pakai, peralatan sekolah, makanan, atau bahkan bantuan publikasi digital.
Internet di panti ini tersedia, namun penguasaan teknologi masih terbatas. Pihak yayasan berharap ada relawan yang dapat membantu mengoptimalkan kehadiran mereka di dunia digital.
Kegiatan Sosial Terbuka untuk Umum
Yaspia juga menerima permintaan masyarakat untuk kegiatan seperti tahlilan, akikah, syukuran, bahkan perayaan ulang tahun. Anak-anak panti bisa diundang untuk mendoakan atau menghadiri acara.
“Tapi kami mohon untuk akomodasi dan transportasi ditransfer saja ke rekening panti,” ujar Maria.
Hal ini menjadi salah satu cara agar anak-anak di panti tetap terlibat dalam masyarakat dan memperluas jaringan sosial mereka.
Menatap Masa Depan Sebagai Pesantren
Ustadz Syaefudin memiliki impian besar untuk mengembangkan Yaspia menjadi pesantren. “Harapan saya bisa memberi manfaat lebih luas, terutama untuk masyarakat sekitar dan lulusan anak-anak panti ini,” katanya.
Yaspia berharap kelak bisa menyediakan pendidikan agama yang lebih mendalam dan tempat tinggal yang lebih layak bagi anak-anak asuh.
Meskipun belum dikenal luas, Maria yakin dengan konsistensi dan ketulusan, Yaspia akan mampu tumbuh dan berkembang sebagai lembaga yang bermanfaat.
Kesimpulan
Kehadiran Yaspia menjadi solusi nyata bagi anak-anak terlantar di wilayah Bekasi dan sekitarnya. Dengan keterbatasan dana, tenaga, dan fasilitas, mereka tetap teguh mengemban amanah sosial dan pendidikan. Ketulusan para pengurus menjadi pondasi utama dalam menjalankan panti asuhan ini.
Minimnya bantuan dari pemerintah tidak menyurutkan langkah yayasan ini untuk terus berbuat. Justru semangat gotong-royong antar-panti asuhan dan keterlibatan donatur pribadi menjadi tonggak utama keberlangsungan kegiatan mereka. Keberadaan Yaspia juga memberikan gambaran nyata bahwa kepedulian masih tumbuh di tengah masyarakat.
Publikasi menjadi hal penting yang saat ini mereka butuhkan. Dukungan teknologi informasi, penyebaran informasi di Google, dan peran media sosial akan sangat membantu memperluas jangkauan panti asuhan ini kepada khalayak umum.
Keterbukaan terhadap berbagai bentuk bantuan menunjukkan sikap fleksibel dan inklusif dari pihak yayasan. Yaspia tak hanya menjadi rumah bagi anak-anak, tapi juga tempat masyarakat menyalurkan kepedulian.
Impian menjadikan Yaspia sebagai pesantren adalah cita-cita mulia yang layak didukung bersama. Kolaborasi antara masyarakat, media, dan para dermawan akan menjadi jalan bagi masa depan yang lebih baik bagi anak-anak asuh di tempat ini. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di :
https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v