Jakarta, EKOIN.CO – Sebagai upaya konsolidasi pengurangan risiko bencana kekeringan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dalam hal ini Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana beserta tim, melaksanakan kegiatan monitoring, evaluasi, dan diskusi lintas sektor di Sekolah Air Hujan Banyu Bening, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 20 Juni 2025.
Sekolah Air Hujan Banyu Bening merupakan komunitas yang menyadari pentingnya pemanfaatan air hujan sebagai sumber air baku dengan potensi luar biasa di Indonesia. Kegiatan tersebut menjadi momentum penting untuk menyatukan komitmen antar pihak.
Sebagai negara beriklim tropis dengan curah hujan tinggi, Indonesia memiliki peluang besar dalam pengelolaan air hujan. Namun, potensi itu belum dioptimalkan secara menyeluruh oleh masyarakat dan pemangku kebijakan.
Ketua Yayasan Mutiara Banyu Bening, Sri Wahyuningsih, menegaskan bahwa pemanfaatan air hujan merupakan solusi atas krisis air yang melanda berbagai wilayah. Menurutnya, konservasi air harus menjadi gerakan masyarakat yang berkelanjutan.
“Banyu Bening merupakan sebuah gerakan komunitas untuk melakukan konservasi air hujan yang harus terus diperkuat. Komunitas Banyu Bening memiliki misi besar untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa air hujan adalah sumber air bersih yang dapat dimanfaatkan,” kata Sri.
Peran Edukasi dan Kesadaran Dini
Komunitas Banyu Bening aktif menyelenggarakan sekolah air hujan setiap minggu, menyasar anak-anak usia sekolah. Kegiatan tersebut bertujuan menanamkan kesadaran menjaga lingkungan dan memanfaatkan air hujan secara bijak.
Langkah edukatif tersebut menjadi cara membangun budaya peduli lingkungan sejak dini. Menurut Sri, pendidikan anak-anak sangat penting sebagai investasi masa depan dalam pengelolaan sumber daya air.
Asisten Deputi Andre juga menyoroti urgensi pemanfaatan air hujan sebagai sumber daya strategis yang masih sering diabaikan. Ia mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi tantangan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan.
“Membangun kesadaran masyarakat terkait pemanfaatan air hujan harus dilakukan seluruh pihak. Kehadiran Pemerintah sangat dibutuhkan untuk memperkuat gerakan bersama membangun kesadaran masyarakat tersebut,” ujar Andre.
Asisten Deputi Andre juga menyampaikan ajakan kolaborasi kepada semua pihak, termasuk sektor swasta, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya air hujan sebagai berkah.
Kolaborasi dan Tantangan Lapangan
“Seluruh pihak harus melihat air hujan sebagai berkah yang harus dimanfaatkan. Langkah-langkah yang diambil oleh Komunitas Banyu Bening adalah langkah besar yang dimulai dari tindakan kecil, dan harus didorong untuk menyebar ke seluruh Indonesia, besar harapan kami agar gerakan ini dapat terus berkembang dan mengajak semua pihak untuk bersinergi dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam demi keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat,” tegas Asisten Deputi Andre.
Sri Wahyuningsih kemudian menambahkan bahwa terdapat daerah yang mengalami krisis air bersih, termasuk wilayah lereng Gunung Merapi. Kondisi ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman terhadap ketersediaan air bersih.
Menurut Sri, krisis air tersebut terjadi meskipun daerah itu sebelumnya tidak pernah mengalami kekurangan air. Kini masyarakat di sana menghadapi realita baru terkait menipisnya sumber air.
“Oleh karena itu, kita harus bersama-sama dengan masyarakat untuk mencari solusi, termasuk melalui penanaman pohon dan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik,” ungkap Sri.
Diskusi lintas sektor yang digelar di Sleman ini dihadiri pula oleh pegiat lingkungan, pendidik, serta tokoh masyarakat lokal. Kegiatan tersebut menjadi ruang penting untuk berbagi praktik baik dan memperkuat jaringan aksi bersama.
Upaya monitoring dan diskusi lintas sektor di Sekolah Air Hujan Banyu Bening menegaskan bahwa konservasi air hujan kini menjadi kebutuhan nyata dalam menghadapi krisis air bersih. Pemerintah melalui Kemenko PMK bersama komunitas lokal membangun sinergi untuk mendorong pemanfaatan air hujan secara luas. Kegiatan ini juga memperlihatkan bahwa solusi lingkungan tidak hanya datang dari kebijakan, tetapi juga dari kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Keterlibatan generasi muda melalui kegiatan sekolah air hujan menjadi kunci dalam menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan sejak usia dini. Dalam jangka panjang, pendidikan ini diharapkan mampu melahirkan pola hidup berkelanjutan di tengah perubahan iklim yang semakin nyata. Pemerintah pun didorong untuk terus memberi dukungan konkret terhadap komunitas akar rumput seperti Banyu Bening.
Gerakan kecil yang dimulai di Sleman ini menunjukkan dampak besar jika dilakukan secara konsisten dan kolaboratif. Pemanfaatan air hujan dapat menjadi solusi jangka panjang atas tantangan krisis air, khususnya di daerah rawan. Semangat gotong royong dan inovasi lokal perlu terus disemai sebagai fondasi menuju ketahanan air nasional.(*)