Khan Younis, EKOIN.CO – Seorang dokter asal Inggris mengungkap perlakuan brutal militer Israel terhadap anak-anak Palestina di Gaza dalam sepekan terakhir. Dalam wawancara dengan BBC Radio 4 pada Senin, 21 Juli 2025, Profesor Nick Maynard menyebut bahwa sniper Israel dengan sengaja menargetkan anak-anak yang mengantre bantuan kemanusiaan di titik distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Ia menggambarkan pola penembakan berdasarkan bagian tubuh berbeda setiap harinya.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Maynard, ahli bedah gastrointestinal yang tengah bertugas di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, menyebut dirinya bersama tim menemukan pola cedera yang mencolok pada korban anak-anak. Ia mengatakan bahwa luka yang diderita para remaja laki-laki tersebut menunjukkan penembakan yang disengaja pada bagian tubuh tertentu sesuai hari.
“Pada suatu hari semua luka berada di bagian perut, keesokan harinya di kepala atau leher, dan di hari lain lagi di lengan atau kaki,” kata Maynard. Ia menegaskan bahwa pola luka ini menunjukkan adanya keputusan sadar dari pihak penembak untuk menarget bagian tubuh yang berbeda.
Menurut pengakuannya kepada program “Today” BBC Radio 4, penembakan itu seperti permainan yang mematikan. “Rasanya seperti mereka bermain game: kepala hari ini, leher besok, dan testis lusa,” ungkapnya dengan nada getir. Maynard mengatakan banyak korban adalah remaja yang berusaha mendapatkan makanan di area yang dijaga ketat militer Israel.
Penembakan Terjadi di Titik Bantuan
Lokasi kejadian disebutkan berada di sekitar titik distribusi bantuan yang dikelola oleh GHF. Maynard menyebut titik tersebut telah dimiliterisasi, menjadi jebakan maut bagi warga sipil, terutama anak-anak dan remaja. “Ini adalah jebakan maut. Titik distribusi makanan itu kini menjadi tempat para tentara Israel menembaki warga,” ujarnya.
Ia juga mengungkap bahwa drone quadcopter turut digunakan untuk menyerang warga sipil yang kelaparan. Menurutnya, warga yang hanya ingin mengambil bantuan makanan justru menjadi target kekerasan. Maynard menyebut bahwa ada anak-anak yang tertembak oleh sniper saat sedang berusaha membawa pulang bantuan.
Maynard menuturkan salah satu kejadian paling memilukan adalah saat ia mencoba menyelamatkan seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Bocah itu mengalami luka tembak di bagian dada dan akhirnya meninggal dunia di meja operasi. “Saya tidak bisa menyelamatkannya. Ia tertembak di dada,” katanya lirih.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sebagian besar korban yang datang ke rumah sakit mengalami luka parah yang tak lazim. Banyak dari mereka kehilangan anggota tubuh, mengalami pendarahan hebat, atau bahkan luka tembak yang sangat terfokus pada titik vital.
Dokumentasi dan Bukti Medis Luka Tembak
Pola cedera yang ditemukan dokter-dokter di Rumah Sakit Nasser sedang didokumentasikan untuk kepentingan medis dan kemanusiaan. Maynard menyatakan bahwa luka-luka yang dialami para korban menunjukkan tingkat kekejaman yang tidak dapat diabaikan. Ia menyebutnya sebagai kekerasan sistematis terhadap warga sipil.
“Kami telah mencatat dan menyimpan semua data medis, termasuk posisi luka, jenis peluru, serta usia korban,” jelasnya. Bukti-bukti tersebut dikumpulkan dengan tujuan untuk digunakan dalam investigasi kemanusiaan internasional. Maynard juga meminta lembaga-lembaga dunia untuk mengambil tindakan nyata.
Pihak GHF belum memberikan pernyataan resmi terkait penembakan tersebut, namun laporan-laporan dari berbagai organisasi kemanusiaan menyebut bahwa titik distribusi bantuan memang menjadi lokasi berbahaya dalam beberapa bulan terakhir. Banyak relawan pun menjadi korban kekerasan yang sama.
Maynard mengatakan bahwa kondisi medis di Gaza saat ini sangat buruk. Rumah sakit kewalahan menangani jumlah korban yang terus berdatangan. Kekurangan pasokan obat, listrik terbatas, dan ancaman serangan membuat layanan medis tidak berjalan optimal.
“Setiap hari kami melihat lebih banyak anak yang menjadi korban. Mereka datang dengan luka tembak yang hampir seragam, dan kami tahu ini bukan kebetulan,” ujar Maynard. Ia juga menyerukan agar dunia internasional segera mengambil langkah untuk menghentikan aksi brutal ini.
Situasi keamanan yang memburuk di Gaza mempersulit distribusi bantuan kemanusiaan. Titik distribusi yang awalnya menjadi tempat harapan bagi warga, kini berubah menjadi zona bahaya. Anak-anak yang datang untuk mencari makanan malah berakhir menjadi korban.
Maynard juga mengungkap bahwa tak sedikit dari para korban mengalami trauma psikologis. Anak-anak yang selamat dari tembakan sering kali tidak bisa bicara dan mengalami ketakutan luar biasa. “Ini bukan hanya luka fisik, ini luka batin yang akan mereka bawa seumur hidup,” katanya.
Laporan dari BBC menunjukkan bahwa jumlah korban anak-anak di Gaza terus bertambah, terutama di wilayah selatan seperti Khan Younis. Banyak dari mereka yang sebelumnya telah kehilangan rumah, kini harus kehilangan anggota tubuh atau bahkan nyawa.
Organisasi kesehatan internasional disebut telah menerima laporan ini dan mulai mengumpulkan data dari lapangan. Namun hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari militer Israel atas tuduhan penembakan sistematis terhadap anak-anak.
Profesor Nick Maynard menyebut bahwa kondisi yang ia saksikan di Gaza merupakan salah satu yang terburuk dalam karier medisnya. Ia menyerukan kepada komunitas internasional untuk tidak diam atas kekejaman yang terjadi terhadap anak-anak.
Maynard menutup pernyataannya dengan mengatakan bahwa yang dibutuhkan anak-anak Gaza adalah makanan, air, dan perlindungan—bukan peluru. Ia berharap agar tekanan internasional bisa menghentikan penderitaan yang dialami generasi muda Palestina.
Situasi di Gaza, khususnya di Khan Younis, menjadi gambaran nyata bahwa konflik telah merenggut aspek paling mendasar dari kemanusiaan. Ketika bantuan berubah menjadi bencana, maka dunia harus segera bertindak untuk menghentikan penderitaan anak-anak tak berdosa.
Penting bagi komunitas internasional, organisasi HAM, dan pemimpin dunia untuk memperhatikan laporan medis seperti yang disampaikan oleh Maynard. Investigasi mendalam dan netral sangat dibutuhkan untuk mengungkap fakta dan memberi keadilan pada korban.
temuan Profesor Maynard menggarisbawahi pola kekerasan sistematis terhadap anak-anak Gaza yang sedang berjuang mencari makan di tengah krisis kemanusiaan. Dengan bukti medis yang konsisten, dugaan adanya tindakan terencana menjadi semakin kuat.
Mengingat kondisi darurat di rumah sakit dan tingginya jumlah korban, penanganan medis harus mendapat dukungan internasional, baik dari sisi sumber daya manusia maupun logistik. Dunia internasional tidak boleh hanya menjadi penonton dalam tragedi ini.
Laporan semacam ini memperkuat perlunya investigasi oleh lembaga independen dan kemungkinan membawa kasus ini ke forum internasional seperti Mahkamah Pidana Internasional. Perlindungan warga sipil, terlebih anak-anak, merupakan kewajiban global.
Perhatian dan tekanan publik dari masyarakat dunia sangat penting untuk mendorong adanya tindakan nyata. Media, aktivis, dan lembaga kemanusiaan harus terus mengangkat isu ini agar tidak tenggelam dalam dinamika politik semata.
terbaik untuk situasi saat ini adalah meningkatkan perlindungan bagi lokasi distribusi bantuan di Gaza. Penempatan pemantau internasional bisa menjadi solusi jangka pendek agar warga sipil tidak lagi menjadi korban.
Selain itu, rumah sakit-rumah sakit di Gaza memerlukan bantuan medis mendesak dari luar, termasuk pasokan obat, alat bedah, dan tenaga ahli. Negara-negara dengan komitmen kemanusiaan bisa segera menyalurkan dukungan tersebut.
Penting juga bagi organisasi internasional untuk memperkuat dokumentasi dan bukti-bukti yang dikumpulkan di lapangan, guna memastikan adanya keadilan di masa depan bagi para korban, khususnya anak-anak.
Edukasi dan pemulihan trauma harus menjadi bagian dari upaya jangka panjang. Anak-anak yang selamat dari kekerasan memerlukan pendampingan psikologis dan lingkungan yang aman agar bisa pulih dari luka fisik dan mental.
Yang tak kalah penting, tekanan diplomatik kepada pihak-pihak yang terlibat harus terus ditingkatkan. Dunia tidak boleh lagi membiarkan kekejaman terhadap anak-anak menjadi bagian normal dari konflik bersenjata. (*)