Washington EKOIN.CO – Senat Amerika Serikat menolak dua resolusi untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel dalam pemungutan suara yang berlangsung pada Rabu malam, 30 Juli 2025. Resolusi yang diusulkan Senator independen Bernie Sanders dari Vermont ini dilatarbelakangi memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Resolusi pertama ditolak dengan 70 suara berbanding 27 suara, bertujuan menghentikan penjualan senjata senilai lebih dari US$ 675 juta. Resolusi kedua, untuk memblokir pengiriman 20 ribu senapan serbu otomatis ke Israel, ditolak dengan 73 suara melawan 24. Dukungan kali ini meningkat signifikan dibandingkan upaya serupa sebelumnya yang hanya memperoleh 15 suara pada April 2025.
Lebih dari separuh anggota Partai Demokrat mendukung resolusi tersebut, menandai peningkatan tekanan terhadap kebijakan pemerintah Israel terkait perang di Gaza. Ini sekaligus menjadi sinyal kuat pergeseran politik internal di Amerika Serikat dalam menyikapi konflik tersebut.
Kritik tajam terhadap pemerintahan Netanyahu
Dikutip dari The Hill, sejumlah senator Demokrat menyatakan dukungan terhadap resolusi Sanders bukan berarti menolak Israel, melainkan bentuk protes terhadap kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Senator Patty Murray dari Washington menyampaikan bahwa “sudah saatnya berkata cukup terhadap penderitaan anak-anak dan keluarga tak bersalah.”
Murray menambahkan, meskipun resolusi itu tidak sempurna, ia memberikan suara setuju untuk menunjukkan bahwa pemerintahan Netanyahu tidak bisa melanjutkan strategi militernya yang saat ini dianggap kontroversial.
“Netanyahu memperpanjang perang ini demi mempertahankan kekuasaan,” kata Murray dalam pernyataan resminya usai pemungutan suara. Kritikan serupa datang dari Senator Jeanne Shaheen dari New Hampshire yang sebelumnya menolak resolusi Sanders pada April namun kini berbalik mendukung.
Shaheen menilai, militer Israel tidak menjalankan operasinya di Gaza secara hati-hati sesuai hukum humaniter internasional. Ia juga mengkritik minimnya akses bantuan kemanusiaan yang diberikan Israel, yang menurutnya memicu penderitaan luar biasa di wilayah tersebut.
Sanders sendiri menyatakan puas atas meningkatnya dukungan, menyebut “gelombangnya mulai berubah” dan menekankan bahwa rakyat Amerika tidak ingin uang pajak mereka digunakan untuk memperburuk kelaparan anak-anak Gaza.
Dukungan untuk Gaza dari Partai Republik
Salah satu kejutan datang dari Marjorie Taylor Greene, anggota DPR dari Partai Republik yang dikenal mendukung mantan Presiden Donald Trump. Greene menyatakan bahwa tindakan Israel di Gaza merupakan genosida. Ini merupakan pernyataan tegas dari politisi Partai Republik pertama yang mengkritik Israel secara terbuka dalam konteks konflik Gaza.
Komentar Greene muncul melalui unggahan di media sosial sebagai respons terhadap pernyataan Anggota DPR Randy Fine yang mengatakan kelaparan di Gaza hanyalah propaganda teroris Muslim. Greene menanggapi pernyataan Fine dengan menyebutnya “memalukan,” terutama karena Fine secara terbuka menyerukan kelaparan terhadap anak-anak yang tidak bersalah.
Meski demikian, mayoritas Senator Partai Republik tetap menolak resolusi Sanders. Senator Jim Risch dari Idaho menyatakan bahwa Hamas adalah penyebab utama krisis di Gaza dan menegaskan bahwa kepentingan global adalah menghancurkan kelompok tersebut.
Israel secara konsisten menyatakan bahwa operasi militernya merupakan bentuk pertahanan diri. Tuduhan bahwa Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia juga sering disampaikan Israel, walaupun dibantah keras oleh pihak Hamas.
Meningkatnya tekanan internasional
Pemungutan suara Senat berlangsung di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap kondisi di Gaza. Meskipun Israel telah membuka akses bantuan setelah blokade panjang, banyak anak-anak Gaza mengalami gizi buruk akut.
Serangan udara Israel di Gaza pada Rabu menewaskan setidaknya 91 warga Palestina, termasuk 77 di antaranya adalah pencari bantuan. Dalam salah satu serangan, pasukan Israel dilaporkan menewaskan 51 orang yang sedang mengantre bantuan dan melukai 648 lainnya di dekat perlintasan Zikim.
Seperti dilaporkan Aljazeera, 92 anggota DPR dari Partai Demokrat mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri Marco Rubio agar menyelidiki operasi distribusi bantuan oleh GHF di Gaza. Kelompok tersebut diduga terlibat dalam kematian lebih dari 1.000 warga Palestina dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, Inggris, Prancis, Malta, dan Kanada menyatakan niat mereka untuk mengakui negara Palestina jika perang tidak dihentikan sebelum Sidang Umum PBB pada September mendatang. Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan menyampaikan pernyataan resmi pada forum tersebut.
Isu ini juga menjadi perhatian masyarakat internasional yang semakin mendesak Israel dan sekutunya untuk menghentikan konflik demi menghindari krisis kemanusiaan yang lebih parah.
Di sisi lain, pemerintah Israel masih mempertahankan sikapnya dan menyatakan bahwa operasi militer akan terus dilakukan sampai Hamas dilumpuhkan sepenuhnya. Upaya diplomasi sejauh ini belum menunjukkan hasil konkret dalam meredakan konflik.
Sebagian besar senator AS juga menghadapi tekanan dari konstituen mereka yang mendesak perubahan kebijakan terhadap Israel, terutama terkait penggunaan dana bantuan militer.
dinamika politik dalam negeri AS kini semakin terbelah menyikapi konflik Gaza, dengan sebagian anggota legislatif dari Partai Demokrat mulai berani menyuarakan kritik tajam terhadap Israel.
Sejumlah pihak mendesak agar Senat AS mengambil langkah yang lebih tegas terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Gaza. Perkembangan ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri AS terhadap Timur Tengah mungkin sedang mengalami pergeseran.
Meningkatnya kesadaran publik AS tentang penderitaan warga Gaza juga menjadi faktor pendorong munculnya sikap baru dari sebagian politisi. Protes masyarakat sipil di berbagai kota AS turut memberikan tekanan terhadap parlemen.
Dukungan bipartisan untuk perubahan kebijakan masih menjadi tantangan, tetapi langkah yang dilakukan oleh Sanders dan pendukungnya menandai awal dari pergeseran tersebut. Jika konflik terus berlangsung, tekanan terhadap Senat AS untuk bertindak lebih keras kemungkinan akan semakin besar.
Dalam situasi ini, penting bagi pemerintah AS untuk menyeimbangkan antara dukungan terhadap sekutu tradisionalnya dan tanggung jawab moral terhadap hak asasi manusia. (*)