Singapura EKOIN.CO – Permintaan program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) di Singapura mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Negara ini dikenal sebagai salah satu pusat layanan fertilitas terkemuka di Asia, dengan tingkat keberhasilan IVF yang mencapai 75 hingga 85 persen, menurut World Fertility Services.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Lonjakan permintaan tersebut membuat sejumlah rumah sakit di Singapura kewalahan dalam menangani pasien IVF. Sejumlah rumah sakit telah menyesuaikan kapasitas layanan untuk merespons peningkatan signifikan jumlah pasien dari dalam dan luar negeri, seperti Indonesia dan Malaysia.
Dikutip dari laman The Straits Times, tercatat sekitar 10.500 siklus perawatan teknologi reproduksi berbantu atau assisted reproductive technology (ART) telah dilakukan di Singapura pada tahun 2022. Angka ini meningkat 14 persen dibandingkan tahun 2020 yang hanya 9.200 siklus.
Juru bicara Kementerian Kesehatan (MOH) Singapura menyatakan bahwa angka tersebut naik drastis 81 persen dari tahun 2013 yang hanya mencatat sekitar 5.800 siklus IVF. Selain itu, jumlah pasien di beberapa rumah sakit meningkat hingga 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Lonjakan IVF akibat usia menikah dan gaya hidup
Faktor utama yang memengaruhi tingginya permintaan IVF adalah bertambahnya usia pernikahan dan gaya hidup modern yang berdampak pada tingkat kesuburan pasangan. Statistik Pernikahan dan Perceraian 2022 yang diterbitkan Departemen Statistik menunjukkan bahwa usia rata-rata pernikahan pertama di Singapura pada 2022 adalah 29,3 tahun bagi perempuan dan 30,7 tahun bagi pria.
Sementara itu, data dari Bloomberg Technoz mencatat usia rata-rata pernikahan pertama pada 2023 mencapai 31 tahun untuk pria dan 29,5 tahun untuk perempuan. Angka tersebut meningkat dibandingkan satu dekade sebelumnya, yakni 30,2 tahun untuk pria dan 28,1 tahun untuk perempuan.
Mount Elizabeth Fertility Centre mencatat peluang kehamilan menurun seiring bertambahnya usia. Tingkat keberhasilan kehamilan tertinggi dicapai oleh perempuan di bawah usia 30 tahun dengan 77 persen, 57 persen pada kelompok usia 30-39 tahun, dan hanya 39 persen pada usia 40 tahun ke atas.
Kondisi ini mendorong pasangan menikah untuk mempertimbangkan teknologi reproduksi berbantu sebagai solusi. Teknologi IVF dianggap sebagai pilihan rasional dengan keberhasilan tinggi serta didukung kemajuan teknologi medis di Singapura.
Singapura perkuat layanan IVF untuk atasi lonjakan
Menanggapi permintaan yang meningkat, sejumlah rumah sakit memperkuat layanan IVF baik dari segi infrastruktur maupun jumlah tenaga medis. Fasilitas kesehatan di Singapura berupaya menjaga kualitas pelayanan demi mempertahankan reputasi sebagai pusat medis Asia Tenggara.
Seiring dengan itu, negara tetangga seperti Indonesia dan Malaysia menjadi kontributor utama peningkatan jumlah pasien IVF di Singapura. Banyak pasangan dari kedua negara ini memilih layanan IVF di Singapura karena ketersediaan teknologi mutakhir dan standar medis tinggi.
Beberapa rumah sakit juga memperluas program edukasi dan konsultasi prakehamilan guna membantu pasien memahami prosedur IVF. Program ini juga bertujuan memberikan informasi akurat mengenai peluang keberhasilan berdasarkan usia dan kondisi medis masing-masing pasangan.
Data ART 2022 menunjukkan bahwa pasien internasional menyumbang persentase signifikan dari keseluruhan siklus IVF di Singapura. Situasi ini menuntut rumah sakit menambah kapasitas, baik dari sisi ruang perawatan maupun jadwal layanan.
Menurut Kementerian Kesehatan Singapura, pihaknya secara aktif memantau lonjakan ini dan mendukung rumah sakit dalam pengelolaan kapasitas serta pengembangan teknologi IVF lebih lanjut. Upaya ini juga bertujuan menjaga keseimbangan antara permintaan dan kualitas layanan.
lonjakan permintaan IVF mencerminkan kepercayaan tinggi masyarakat terhadap layanan medis Singapura. Pemerintah dan rumah sakit setempat bekerja sama untuk mempertahankan kualitas layanan sekaligus merespons peningkatan kebutuhan fertilitas regional.
Tingginya permintaan terhadap layanan bayi tabung mendorong peningkatan investasi di sektor kesehatan reproduksi. Langkah ini dilakukan agar pelayanan tetap optimal dan bisa mengakomodasi pasien domestik maupun internasional secara seimbang.
Kesimpulan:
Lonjakan permintaan IVF di Singapura disebabkan berbagai faktor, termasuk usia pernikahan yang meningkat, gaya hidup modern, serta kemajuan teknologi medis. Rumah sakit menghadapi tantangan untuk menyesuaikan kapasitas layanan agar bisa memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Dengan tingkat keberhasilan IVF yang tinggi, Singapura tetap menjadi destinasi utama layanan fertilitas di Asia Tenggara. Kehadiran pasien dari luar negeri, khususnya Indonesia dan Malaysia, memperkuat posisi negara ini dalam industri medis regional.
Pemerintah Singapura telah menunjukkan komitmen untuk mendukung rumah sakit melalui regulasi dan pengembangan infrastruktur. Ini bertujuan menjaga kualitas layanan sekaligus merespons kebutuhan yang berkembang.
Peningkatan layanan edukasi dan konsultasi prakehamilan menjadi salah satu fokus utama rumah sakit dalam menghadapi permintaan IVF yang meningkat. Langkah ini mendukung kesiapan pasangan menjalani prosedur berbantu secara optimal.
Perencanaan jangka panjang dan investasi berkelanjutan di sektor IVF diperlukan agar lonjakan permintaan dapat diatasi dengan efisien. Singapura diharapkan terus mempertahankan reputasinya sebagai pusat layanan fertilitas terkemuka di kawasan Asia.(*)