Jakarta EKOIN.CO – Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di tubuh PT Pertamina kembali menjadi sorotan publik. Perhatian kini tertuju pada Mohammad Riza Chalid, pengusaha minyak yang dikenal dengan julukan “Mister Gasoline”. Riza telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung RI sejak 10 Juli 2025. Namun, hingga kini keberadaannya tidak diketahui secara pasti.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Informasi terbaru mengungkap bahwa Riza Chalid sempat terlacak berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, sehari sebelum aksi demonstrasi besar menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Anwar Ibrahim pada Sabtu, 26 Juli 2025, Riza diduga kuat telah meninggalkan Malaysia dan menuju Jepang. Keberangkatan ini menambah teka-teki pelarian tokoh yang selama ini dikenal sangat berpengaruh di sektor energi tersebut.
Riza Tinggalkan Malaysia Jelang Demo Besar
Pengungkapan keberangkatan Riza Chalid ke Jepang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, pada Minggu, 27 Juli 2025. Menurut Yusri, langkah Riza untuk meninggalkan Malaysia berkaitan erat dengan ketegangan politik di negara tersebut. “Kepergiannya sepertinya sudah direncanakan. Ia tahu akan ada gejolak politik besar di Kuala Lumpur,” ujar Yusri seperti dikutip dari tvonenews.
Lebih lanjut, Yusri menjelaskan bahwa Riza Chalid memiliki hubungan istimewa dengan elite politik Malaysia, termasuk dengan Anwar Ibrahim. Selain itu, Riza diketahui menguasai 51% saham Air Asia sejak 2012 melalui PT Fersindo Nusaperkasa. Fakta ini menunjukkan bahwa keberadaan Riza di Malaysia tidak semata bisnis, tetapi juga terjalin secara politis.
Menurut Yusri, Jepang bukanlah tempat asing bagi Riza Chalid. “Ia punya jaringan kuat dengan CEO perusahaan minyak Jepang sejak awal 2000-an. Beberapa dikenalkan oleh Rosano Barack alias Chanok,” ucapnya. Jaringan inilah yang diyakini menjadi alasan Riza merasa aman berpindah ke Jepang di tengah statusnya sebagai tersangka.
Pemanggilan Kejagung dan Dugaan Pelarian
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Riza Chalid pada Kamis, 24 Juli 2025. Namun, Riza tidak hadir tanpa memberikan konfirmasi. Ketidakhadiran ini menimbulkan dugaan bahwa Riza tengah berusaha menghindar dari proses hukum yang sedang berlangsung di Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa pemanggilan telah dilakukan secara resmi. “Jika panggilan kedua tidak dipenuhi, maka Riza Chalid akan dinyatakan buronan,” tegas Anang. Kejagung menegaskan bahwa langkah hukum terhadap Riza akan terus berlanjut meski ia belum diketahui keberadaannya.
Kasus yang membelit Riza Chalid berkaitan dengan pengelolaan minyak mentah dan produk kilang oleh PT Pertamina Subholding bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam rentang waktu 2018 hingga 2023. Nilai kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai miliaran dolar AS, menjadikannya sebagai salah satu kasus korupsi energi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Dugaan korupsi ini tidak hanya melibatkan pengusaha, tetapi juga indikasi adanya keterlibatan pejabat negara. Oleh karena itu, Kejaksaan Agung menyatakan akan membongkar seluruh jaringan dalam kasus ini hingga ke akar-akarnya. Pemeriksaan terhadap pihak lain yang diduga terlibat masih terus berlangsung.
Riza Chalid sebelumnya pernah disebut dalam kasus “papa minta saham” pada tahun 2015 lalu, yang melibatkan pejabat tinggi negara dan perusahaan migas asing. Namun, ia tidak pernah hadir dalam proses hukum dan berhasil menghindar dari jerat pengadilan.
Sosok Riza Chalid dikenal memiliki jaringan luas lintas negara, terutama di sektor energi dan migas. Oleh karena itu, dugaan pelariannya ke Jepang bukan hal mengejutkan, mengingat banyaknya akses dan koneksi internasional yang ia miliki. Hingga saat ini, otoritas Indonesia masih menelusuri kemungkinan keberadaan Riza di luar negeri.
Interpol menjadi salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan Kejagung untuk membantu melacak keberadaan Riza Chalid. Langkah ini diambil apabila panggilan kedua tetap diabaikan oleh Riza. Sementara itu, publik menantikan langkah tegas dari aparat penegak hukum dalam menuntaskan kasus ini.
Di tengah gonjang-ganjing politik Malaysia, eksodus Riza Chalid ke Jepang menimbulkan spekulasi mengenai keterlibatannya dalam dinamika politik di negeri jiran tersebut. Analis menilai bahwa kasus ini bisa menjadi isu regional yang berdampak pada hubungan antarnegara di Asia Tenggara.
Sementara itu, Air Asia belum memberikan pernyataan resmi terkait keterlibatan Riza Chalid sebagai pemegang saham mayoritas. Pihak manajemen hanya menyatakan bahwa operasional perusahaan berjalan normal tanpa gangguan. Namun, tekanan publik mulai meningkat, terutama terkait transparansi kepemilikan saham di perusahaan penerbangan tersebut.
Pemerintah Indonesia telah menyampaikan nota diplomatik ke Kedutaan Besar Jepang di Jakarta terkait informasi keberadaan Riza Chalid. Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Jepang mengenai permintaan kerja sama hukum tersebut.
Kasus Riza Chalid menjadi ujian besar bagi Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum di sektor energi yang selama ini dikenal sulit disentuh. Publik berharap penegakan hukum tidak hanya menyentuh pengusaha, tetapi juga aktor-aktor lain yang selama ini bersembunyi di balik kebijakan energi nasional.
Saran dari kalangan pengamat hukum dan energi menyebutkan bahwa penelusuran harta Riza Chalid di luar negeri harus segera dilakukan. Selain itu, kerja sama internasional menjadi kunci dalam memburu Riza dan mengembalikan potensi kerugian negara.
dari kasus ini adalah bahwa tata kelola energi Indonesia harus diperbaiki agar tidak memberi ruang bagi praktik korupsi sistemik. Transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi tuntutan utama masyarakat di tengah tingginya harga energi global.
Diperlukan upaya diplomasi intensif agar negara-negara mitra, seperti Jepang, tidak menjadi tempat aman bagi tersangka korupsi asal Indonesia. Penegakan hukum harus berjalan tanpa kompromi, terlebih jika menyangkut kerugian negara dalam skala besar.
Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum menjadi taruhan dalam kasus ini. Langkah cepat, transparan, dan akuntabel dibutuhkan untuk menjaga integritas institusi hukum di Indonesia.
Masyarakat diharapkan turut mengawal proses hukum agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan. Pengawasan publik melalui media juga menjadi kekuatan penekan bagi pemerintah untuk bertindak tegas. (*)